Menristek Atur Calon Advokad Harus Kuliah Lagi 2 Tahun, Luhut : Kami Tidak Tunduk dengan Dikti
Dewan Pimpinan Nasional Peradi Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi RBA) kritik adanya Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dewan Pimpinan Nasional Peradi Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi RBA) kritik adanya Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA).
Ketua Umum DPN Peradi RBA, Dr Luhut MP Pangaribuan menuturkan sekolah profesi advokat menjadi program studi merupakan keinginan Kemenristik Dikti.
Program studi advokat harus ditempuh selama empat semester atau dua tahun.
"Ini bukan merupakan konsep yang pas atau benar," ujarnya setelah membuka kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Peradi RBA di Universitas Diponegoro, Sabtu (23/11).
Menurut dia, kewenangan mengangkat seorang advokat bukanlah wewenang dari perguruan tinggi melainkan dari organisasi.
Berbeda halnya di Amerika Serikat dimana American Bar Association ditanya oleh Havard law school bagaimana cara mengajar untuk menjadi seorang advokat.
"Kalau disini malah berbeda malah mau mengajari advokat," tuturnya.
Menurut Luhut, idealnya pendidikan profesi advokat dilaksanakan selama tiga bulan.
Materi pendidikan dipadatkan sehingga waktu yang ditempuh menjadi singkat.
"Jadi bobot satuan kredit semesternya sudah terhitung semua," kata dia.
Ia menuturkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permeristekdikti) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA) tidak mempertimbangkan Undang-undang advokat.
Meski begitu Peradi RBA tetap membuka program PKPA.
"Kami tetap membuka PKPA.
Kami tidak tunduk dengan Dikti," katanya.
Sementara itu, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi RBA bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro mengadakan PKPA.