BERITA LENGKAP : Kepala Daerah Simpan Rp 50 M di Kasino, PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan beberapa hal tentang refleksi PPATK
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan beberapa hal tentang refleksi PPATK selama periode 2019.
Kiagus banyak menekankan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Salah satu yang paling menarik, Kiagus menyebutkan bahwa PPATK menemukan dugaan TPPU kepala daerah. Ia menyatakan bahwa kepala daerah itu menaruh uangnya di luar negeri.
”PPATK menelusuri transaksi keuangan beberapa kepala daerah yang diduga melakukan penempatan dana dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar ke rekening kasino di luar negeri,” ujar Kiagus di kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (13/12).
Sayangnya, Kiagus tidak menjelaskan lebih detail siapa kepala daerah yang terlibat. Malah dia kemudian membeberkan temuan lain,
yakni aktivitas penggunaan dana hasil tindak pidana untuk pembelian barang mewah dan emas batangan di luar negeri.
”Ditemukan juga aktivitas penggunaan dana hasil tindak pidana untuk pembelian barang mewah dan emas batangan luar negeri,” tutur Kiagus.
Salah satu kasus TPPU dengan modus mengalirkan dana ke luar negeri adalah perkara eks-Bupati Kutai Kertanegara, Rita Widyasari.
Kasus TPPU Rita saat ini masih dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kiagus mengatakan pihaknya masih mendalami kasus dugaan TPPU Rita dan pihak yang terkait.
”PPATK masih menelusuri aliran dana TPPU di kasus Eks Bupati Kutai Kartanegara (RW) dan pihak terkait lainnya, baik individu maupun korporasi,” sebutnya.
”Dalam kasus ini, tindak pidana korupsinya telah berkekuatan hukum tetap dan sedang dalam pembuktian TPPU,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua PPATK, Dian Ediana Rae menyebut bahwa ada sejumlah pencuci uang profesional yang membantu para pelaku kejahatan, salah satunya koruptor untuk menempatkan uang mereka ke luar negeri.
Menurut Dian, para pelaku ini bekerja dengan melakukan rekayasa hukum dan rekayasa keuangan. Salah satunya dengan menggunakan modus mentransfer uang ke luar negeri. ”Sehingga itu bisa tidak kelihatan,” kata dia.
Dian mengatakan, pencuci uang profesional ini juga ada yang menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Latar belakang mereka, kata dia, berasal dari banyak profesi, seperti advokat, notaris dan akuntan. "Tapi itu oknum,” katanya.
Selain tindak pidana pencucian uang, PPATK juga menemukan sejumlah transaksi mencurigakan ke sejumlah pejabat proyek pembangunan jalan dan jembatan sepanjang 2019.