Sophia Latjuba Sebut UN Bukti Kemalasan Pemerintah, Ini Reaksi Najwa Shihab yang Bikin Riuh
Artis Sophia Latjuba mengatakan adanya Ujian Nasional (UN) membuktikan pemerintah malas. Reaksi Najwa Shihab langsung riuh.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Artis Sophia Latjuba mengatakan adanya Ujian Nasional (UN) membuktikan pemerintah malas.
Hal itu dikatakan Sophia Latjuba saat menjadi narasumber di Mata Najwa yang tayang pada Rabu (18/12/19).
Sophia Latjuba mengaku concern soal dunia pendidikan sejak 2006.
"Saya juga lupa kenapa bisa terlibat di pendidikan. UN penentu kelulusan 100 persen. Banyak sekali anak-anak korban hampir tiap hari anak datang SMP SMA," tulisnya.
Sophia Latjuba lalu mengatakan ada seorang anak pemenang lomba sains tidak lulus karena nilai matematikanya jelek.
"Bahkan ada anak sains champions nggak lulus karena nilai matematikanya tidak sampai 4" kata Sophia Latjuba saat dipersilakan bicara oleh Najwa Shihab," ujarnya.
Sophia Latjuba menegaskan jika ujian nasional bisa dibahas berjam-jam.
"Jadi kalau kita ngomong UN ini bisa berjam-jam," ujarnya.
Sophia Latjuba juga mengatakan dalam pendidikan harus ada unsur intelektuliatas, ada sosial, ada moral spiritual.
"Pendidikan adalah sebuah proses banyak unsur harus kita lihat ada intelektuliatas, ada sosial, ada moral spiritual. Ini adalah proses integral holistik," ujarnya.
Sehingga menurutnya, ujian nasional hanya dibuat dengan soal pihan ganda dan itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan.
"Sementara yang aneh ujian nasional adalah sebuah pilihan ganda dibuat oleh satu orang atau sekelompok orang yang menilai dari Sabang sampai Merauke. dengan latar belakang berbeda dengan guru berbeda," ujarnya.
Sophia Latjuba lalu menduga sosok pembuat ujian nasional adalah orang yang berprofesi sebagai guru.
"Orang-ornag yang bikin ujian nasioanl mungkin bukan guru. Tidak tahu cara menghandle anak," ujarnya.
Sophia Latjuba menilai langkah Nadiem Makarim sangat tepat untuk menganti UN.
"Jadi menurut saya assesment (pengganti UN) itu adalah future job (pekerjaan masa depan)," ujarnya.
Sophia Latjuba lalu mengatakan jika adanya Ujian Nasional (UN) menunjukkan kemalasan pemerintah.
"Menurut saya ujian nasional itu hanya dibuat karena kemalasan pemerintah," kata Sophia Latjuba.
Najwa Shihab tampak takjub dengan pernyataan Spohia Latjuba.
"Ujian nasional karena kemalasan pemerintah aja? oke, menarik ini," ujar Najwa Shihab sambil tertawa.
Tampak seluruh penonton tertawa riuh dan memberikan tepuk tangan untuk Sophia Latjuba.
• Mengebu-gebu, Haris Azhar Beberkan Pelanggaran HAM di Era Jokowi, ILC Langsung Hening
• Emak-emak Ini Berhasil Turunkan Berat Badan Drastis dengan Tak Konsumsi 4 Makanan Ini
• Awalnya Dikira Keseleo, Christina Harus Tegar Melihat Buah Hatinya Terkena Kangker Tulang
Diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akan mengganti mekanisme ujian nasional (UN).
Sistem UN yang berlaku saat ini tidak akan digunakan lagi pada 2021, melainkan diganti dengan penilaian (asesmen) kompetensi minimum dan survei karakter Pancasilais.
"Pada tahun 2021, UN akan diganti menjadi assessment (penilaian) kompetensi minimum dan survei karakter," kata Nadiem dalam peluncuran Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar”, di satu hotel di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12).
Nadiem menjelaskan, penilaian kompetensi minimum merujuk pada dua hal, yakni literasi dan numerasi.
"Literasi yang dimaksud itu bukan hanya kemampuan membaca ya, Bapak dan Ibu. Melainkan kemampuan menganalisis sesuatu bacaan, kemampuan mengerti atau memahami konsep di balik tulisan itu. Itu yang penting," kata Nadiem.
Kemudian, numerasi yang merupakan kemampuan menganalisis angka-angka. Penilaian kompetensi minimum nantinya bukan berdasarkan mata pelajaran lagi.
"Tetapi, nanti lebih ke penguasaan konten atau materi. Ini tetap berdasarkan kompetensi minimum dan kompetensi dasar yang diperlukan murid-murid untuk bisa belajar apa pun materinya," ujar Nadiem, pendiri Go-Jek.
Survei karakter adalah pengamatan guru terhadap perilaku dan sikap peserta didik sesuai dengan Pancasila.
"Survei karakter ini akan menjadi tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik kepada sekolah-sekolah untuk melakukan perubahan yang akan menciptakan siswa-siswa yang lebih bahagia, dan juga lebih kuat asas Pancasila-nya di lingkungan sekolah," ungkap Nadiem.
"Saat ini kita hanya punya data kognitif. Kita tak mengetahui kondisi ekosistem di sekolah. Kita tak tahu apa azas-azas Pancasila itu benar-benar dirasakan murid se-Indonesia," kata Nadiem.
Kemampuan literasi dan numerasi adalah dua komponen penting yang perlu diukur dan menjadi kompetensi minimum bagi siswa untuk belajar.
"Ini adalah dua hal yang menyederhanakan asesement kompetensi yang akan dilakukan pada tahun 2021," ujar Nadiem.
Nadiem menegaskan bahwa UN 2020 akan menjadi pelaksanaan ujian kelulusan yang terakhir digelar secara nasional.
UN 2020 akan digelar dengan mekanisme lama seperti yang selama ini sudah dilakukan.
"Pada 2020 UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya. Tapi, itu adalah UN terakhir (untuk metode) yang seperti sekarang dilaksanakan," ujar Nadiem.
Kemendikbud bersama Dinas Pendidikan nantinya melakukan survei karakter seperti implementasi gotong royong, level toleransi di sekolah, tingkat kebahagiaan, dan tingkat perundungan di sekolah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan alasannya mengeluarkan program 'Merdeka Belajar' sebelum 100 hari kerjanya. Nadiem sebelumnya mengatakan bahwa dirinya masih mempelajari, melakukan evaluasi dan konsultasi selama 100 hari awal masa kerjanya.
"Saya waktu pertama kali sertijab, saya ada pidato. Di mana saya sebut bahwa 100 hari pertama adalah untuk belajar. Tapi karena Kabinet Indonesia Maju. Kami memutuskan untuk segera melakukan hal-hal dan kerja nyata. Jadi bukan hanya rencana, tapi juga mengeluarkan kebijakan yang diperlukan bagi guru dan siswa-siswa di Indonesia," ujar Nadiem.
Nadiem Makarim memastikan pelaksanaan program asesmen kompetensi minimum bakal dilaksanakan dengan berbasis komputer.
Secara standar nasional program ini harus berbasis komputer. Program ini menggantikan program Ujian Nasional (UN).
"Sudah pasti ini akan dilaksanakan melalui komputer, itu sudah pasti gak mungkin kita tidak melaksanakan (tanpa berbasis komputer). Apapun dalam standar nasional harus computer based," ujar Nadiem.
Meski begitu, Nadiem mengatakan masih ada kendala karena tidak seluruh daerah dapat melakukan program dengan berbasis komputer.
Kemendikbud bakal melakukan pembenahan terhadap masalah pada tahun ini.
"Jadi itu adalah PR kita untuk memastikan semua murid itu bisa. Karena kan sekarang ada beberapa daerak nggak bisa, jadi itu harus kita tuntaskan tahun ini," tutur Nadiem.
Asesmen di Tengah Semester
Program asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang menjadi pengganti ujian nasional (UN) bakal dilaksanakan pada tengah jenjang sekolah.
Waktu pelaksanaan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter ini berbeda dengan UN yang dilaksanakan pada akhir jenjang sekolah.
"Yang tadinya di akhir jenjang, kita akan ubah itu di tengah jenjang," ujar Nadiem.
Nadiem menjelaskan alasan waktu program ini dilaksanakan pada tengah jenjang dapat membuat sekolah melakukan perbaikan pembelajaran kepada sebelum lulus.
Guru menjadi tahu kelemahan dari murid yang masih mengalami kekurangan secara pembelajaran.
"Kalau dilakukan di tengah jenjang ini memberikan waktu untuk sekolah dan guru melakukan perbaikan sebelum anak itu lulus jenjang itu. Ketika kita bikin asesmen tapi lalu nggak bisa perbaiki murid-murid yang memerlukan bantuan ekstra," ungkap Nadiem.
Selain itu, langkah ini diambil agar siswa tidak stres karena program ini tidak dijadikan tolok ukur penilaian bagi murid.
"Kemudian karena diberlakukan di tengah jenjang ini tak bisa diterapkan untuk alat seleksi bagi siswa-siswa kita. Tidak lagi menimbulkan stres di orangtua dan anak," tutur Nadiem.
Proses asesmen kompetensi minimum dan survei karakter di tengah jenjang pendidikan seperti kelas 4, 8, dan 11.
Pelaksanaan di tengah jenjang pendidikan akan memberikan waktu untuk sekolah dan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran anak sebelum lulus dari sekolah.
"Ini (asesmen) tak bisa dilakukan sebagai alat seleksi untuk siswa-siswi kita ke jenjang berikutnya," ujar Nadiem. Ia mengklaim asesmen ini tak akan menimbulkan stres bagi orang tua dan anak-anak.
Pasalnya, asesmen ini bersifat formatif assesment yang berarti harus berguna bagi guru dan sekolah untuk memperbaiki dirinya.
"Asesmen kompetensi dan karakter ini bukan hanya mengikuti ide-ide kita (Kemendikbud) sendiri saja. Kami dibantu berbagai macam organisasi di dalam dan luar negeri seperti OECD, World Bank agar asesmen kompetensi ini kualitasnya sangat baik," tambah Nadiem.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kini beroperasi di 36 negara. (*)
• Mahfud MD Jelaskan Pelanggaran HAM, Haris Azhar Kecewa: Menkopolhukam Profesor Istilahnya Begitu
• Mengebu-gebu, Haris Azhar Beberkan Pelanggaran HAM di Era Jokowi, ILC Langsung Hening
• Komisioner KPAI: Ujian Nasional Hanya Menguntungkan Anak Orang Kaya
• UN Dihapus, Anggota DPR Khawatir Siswa Jadi Bermental Lembek