Israel Uji Coba Sistem Pertahanan Udara Anti-Rudal Berbasis Laser, Bakal Gantikan Kubah Besi
Jika selama ini Israel memiliki perlindungan pertahanan udara kubah besi atau Iron Drone, kini telah mengembangkan sistem laser.
TRIBUNJATENG.COM - Pertahanan Israel terus diperkuat sebagai antisipasi berbagai serangan rudal ke wilayah tersebut.
Jika selama ini Israel memiliki perlindungan pertahanan udara kubah besi atau Iron Drone, kini telah mengembangkan sistem laser.
Israel mulai melakukan uji coba sistem pertahanan udara baru yang bekerja dengan panduan laser, Rabu (8/1/2020).
Sistem pertahanan pencegat rudal ini dioperasikan bersamaan dengan sistem pertahanan udara kubah besi alias Iron Dome yang selama ini dipakai.
• Strategi Iran Tembus Pangkalan Militer AS Kejutkan Dunia, Ada Peran Qassem Soleimani
• Sandiwara Zuraida Istri Hakim Jamaluddin: Otak Pembunuhan, Air Mata Palsu dan Pakai Aplikasi Canggih
• Najwa Shihab Marah Kapal Cina di Natuna Bawa Senjata, Bakamla Indonesia Cuma Bawa Keris
• Saat Iran dan Amerika Memanas, Jokowi Bakal Kunjungi Timur Tengah
Sebagaimana dilansir Haaretz, Rabu (8/1/2020) ke depannya, sistem pertahanan udara yang baru tersebut secara bertahap akan menggantikan iron dome yang dinilai memerlukan biaya mahal.

Sistem baru ini akan menjalani pengujian dalam beberapa bulan mendatang dengan tujuan membuatnya beroperasi dalam satu setengah tahun.
Sistem pertahanan udara yang baru tersebut menggunakan sistem berbasis laser yang diklaim membutuhkan biaya jauh lebih rendah dibandingkan dengan operasional iron dome.
Sebagai gambaran, untuk sekali pencegatan dibutuhkan biaya sekitar USD 3,50.
Menurut informasi yang beredar, sistem ini didasarkan pada teknologi laser listrik daripada laser berbasis kimia yang digunakan sampai sekarang.
Berbeda dengan iron dome yang harganya sekitar USD 49 ribu per pencegatan serta mengeluarkan suara bising ketika peluncuran.
Teknologi baru ini dipublikasikan oleh kepala administrasi pengembangan senjata Kementerian Pertahanan, Brig. Jenderal Yaniv Rotem.
"Kami memasuki era baru 'pertarungan energi' di udara, di darat dan di laut," kata Rotem.
"Investasi oleh Kementerian Pertahanan dalam beberapa tahun terakhir telah menempatkan Israel di antara negara-negara terkemuka di [bidang] laser berkekuatan tinggi."
Kementerian Pertahanan Israel juga sebenarnya telah bekerja pada teknologi laser daya tinggi selama bertahun-tahun, tetapi berbagai versi teknologi yang dikembangkan di Israel dan luar negeri belum membuktikan diri.

Namun baru-baru ini, upaya kolaborasi kementerian pertahanan tampaknya mulai memberikan hasil.
Kementerian Pertahanan melibatkan perusahaan pertahanan Israel Rafael Advanced Defense Systems, Elbit Systems dan anggota komunitas akademik.
Satu-satunya sistem militer berbasis laser yang telah digunakan di mana saja di dunia yakni seperti yang digunakan pada kapal-kapal Amerika, tetapi hanya efektif pada target yang relatif mudah, seperti perahu karet, dan pada jarak pendek.
Terobosan dalam upaya Israel terjadi sekitar satu setengah tahun yang lalu, ketika pengembang Israel menciptakan teknologi untuk fokus dan menstabilkan sinar laser jarak jauh dan untuk dan mengatasi gangguan atmosfer.
Itu mengarah pada pengembangan teknologi intersepsi efektif yang mampu memberikan lapisan pertahanan baru bagi Israel di darat, di laut dan di udara.
"[Sistem] akan mengurangi ketergantungan pada intelijen atau kebutuhan untuk menyelidiki ancaman untuk mengetahui apa itu dan bagaimana bertindak melawannya," catat sumber pertahanan.
Setelah pengujian tahun ini, setelah operasional, militer Israel berharap untuk menerapkan sistem di bagian utara dan selatan negara itu.
Sistem Pertahanan Udara Iron Dome

Iron Dome alias kubah besi merupakan kependekan dari Dual Mission Counter Rocket, Artillery and Mortar and Very Short Ranghe Air Defense System.
Alat tersebut dikembangkan Rafael Advanced Defense System terhitung sejak tahun 2007 silam sejak ekskalasi konflik meningkat.
Menggunakan rudal bertenaga baterai, alat ini digadang–gadang sanggup melumpuhkan serangan roket udara.
Hal itu lantaran alat ini memiliki sensor sensitif yang mampu mengenali dan melumpuhkan ancaman roket jarak dekat dan jarak menengah.
Setidaknya terdapat tiga bagian inti sistem pertahanan rudal yang dipasang secara portable.
Pertama, sistem radar yang terus mengawasi kawasan udara dengan jangkauan hingga radius 40 mil persegi.
Segala benda tak dikenal yang melewati kawasan tersebut akan ditangkap oleh peralatan yang dipasang di sebuah truk pengendali.
Di sini, semua informasi diolah, untuk menentukan apakah akan melakukan penangkalan ataupun sebaliknya.
Jika keputusan pencegatan diambil, maka data ini akan segera dikirimkan ke unit interceptor, yang akan meneruskan perintah untuk meluncurkan misil penangkal rudal yang sudah diprogram sedemikian rupa sehingga sanggup mengenali ancaman tersebut.
Mereka mengklaim bisa meluncurkan rudal penangkal serangan dalam jumlah yang banyak sekaligus untuk mengantisipasi serangan roket yang lebih besar.
Tiap rudal yang diluncurkan Iron Dome, setidaknya menghabiskan anggaran sekitar USD 40 ribu.
Namun demikian, mereka menganggap, harga mahal itu sebanding dengan efektivitas yang ditunjukan sistem pertahanan rudal canggih ini.
Militer Israel bahkan mengklaim bahwa pihaknya berhasil melumpuhkan setidaknya 85 persen roket yang diluncurkan Hamas.
Selain itu, sistem pertahanan rudal ini juga sanggup mengenali arah roket yang datang. Jika mengarah ke wilayah padat penduduk, maka skema pencegatan segera dilakukan.
Lain halnya ketika roket mengarah pada wilayah yang tidak didiami penduduk, biasanya dibiarkan begitu saja lantaran tidak menimbulkan kerusakan dan korban.
Pengembangan sistem pertahanan rudal ini, tak terlepas dari peran serta Amerika Serikat.
Pada awal pengembangannya, Obama bahkan memberikan USD 200 juta untuk pengembangan sistem pertahanan rudal ini. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Tak Cuma Kubah Besi, Israel Kini Dilindungi Pencegat Rudal Berbasis Laser
• Dalam Waktu Dekat, Iran Bakal Lanjutkan Serangan Balasan ke Amerika Lebih Keras