Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Helmi Yahya Lawan Dewas TVRI, Tulis Pembelaan 1.200 Halaman Terkait Pemecatan

Helmy Yahya melakukan perlawanan atas pemecatan dirinya sebagai direktur utama TVRI oleh Dewan Pengawas TVRI.

KOMPAS.com/Tri Susanto Setiawan
Helmy Yahya di Gedung TVRI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2018). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Helmy Yahya melakukan perlawanan atas pemecatan dirinya sebagai direktur utama TVRI oleh Dewan Pengawas TVRI.

Ia menunjuk mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M Hamzah sebagai kuasa hukum untuk mempersiapkan langkah-langkah hukum terkait pemecatannya itu.

"Respons Pak Helmy Yahya, beliau telah menunjuk kami untuk segera melakukan persiapan. Disuruh mempelajari untuk segera memberikan saran kepada Pak Helmy langkah-langkah hukum apa yang paling pas yang bisa dilakukan.

Menanggapi surat (pemberhentian),” kata Chandra dalam konferensi pers bersama Helmy Yahya di restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Jumat (17/1).

Dewan Pengawas TVRI sebelumnya memberhentikan Helmy sebagai Direktur Utama TVRI periode 2017-2022. Pemberhentian itu tertuang dalam surat Dewas TVRI No 8/Dewas/TVRI/2020, yang ditandatangani oleh Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat Thamrin pada Kamis (16/1).

Ada lima pertimbangan Dewas yang melatarbelakangi keputusan memberhentikan Helmy. Salah satunya terkait pembelian hak siar Liga Inggris.

”Saudara tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbiaya besar antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI,” bunyi poin pertama dalam surat pemberhentian tersebut.

Selain itu, Dewas TVRI menyatakan ada ketidaksesuaian pelaksanaan rebranding TVRI dengan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Hal itu berimbas pada honor karyawan tidak terbayar tepat waktu hingga produksi siaran tidak mencapai target karena tak ada anggaran.

Arief Hidayat Thamrin menyebut, Direksi TVRI pimpinan Helmy bermasalah karena sempat 6 kali terlambat membayar honor Satuan Kerabat Kerja (SKK) ke karyawan dalam rentang waktu Mei-Desember 2018.

”Terjadi 6 kali keterlambatan pembayaran SKK, sehingga mengganggu kesejahteraan karyawan. Enam kali terlambat dalam periode dari Mei 2018 sampai Desember 2019,” ujar Arief di kantornya, Jumat (17/1).

Akibat keterlambatan itu, TVRI berutang honor SKK kepada karyawan hingga Rp 7,6 miliar di 2018. Arief mengatakan, utang tersebut baru dibayarkan pada Maret 2019.

”Keterlambatan bahkan 2018 terjadi utang SKK senilai Rp 7,6 miliar. Baru terbayar di bulan Maret 2019,” bebernya.

Meski demikian menurut Arief, masih ada penunggakan pembayaran SKK di Desember 2019.

”Nah, kalau yang terakhir ini (2019) masih ada tunggakan tapi nilainya minor. Terakhir Desember 2019 masih ada yang tertunggak tapi nilainya minorlah, Rp 185 juta,” ujarnya.

Arief menjelaskan hal itu menjadi penyebab masalah antara direksi dan karyawan. Arief mengaku pihaknya telah dua kali memberi teguran kepada Helmy. Namun keterlambatan pemberian SKK itu masih terulang.

”Sudah (berbicara dengan Helmy), kami kan sudah ada pembinaan, ada teguran satu, teguran dua.

Keterlambatan itu kan terjadi berulang-ulang, padahal kita sudah beritahu berulang-ulang juga. Kalau ibaratnya manajemen yang benar, diperbaiki, dan jangan terlambat lagi,” kata Arief.

Setelah memecat Helmy, Dewas TVRI menunjuk Direktur Teknik TVRI, Supriyono, sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama TVRI.

”Bersamaan dengan surat pemberhentian Direktur Utama, Dewan Pengawas menunjuk Direktur Teknik LPP TVRI saudara Supriyono menjadi Pelaksana Tugas Direktur Utama LPP TVRI,” ujar Arief.

Arief mengatakan, keputusan pemberhentian Helmy sudah diberikan ke Presiden Joko Widodo dan DPR RI. ”Atas keputusan tersebut, Dewan Pengawas LPP TVRI sudah mengirimkan laporan kepada Presiden RI dan DPR RI,” jelasnya.

Helmy Menjawab

Menanggapi pemecatannya itu, Helmy mengaku dirinya sebenarnya sudah menjawab segala tuduhan Dewas TVRI setelah ia menerima surat keputusan pemberhentian sementara pada 4 Desember 2019.

"Pembelaan saya tidak main-main. Surat penonaktifan saya dua halaman, saya jawab 27 halaman, semua catatan kata mereka saya jawab. Lampirannya 1.200 halaman," kata Helmy.

”Surat pembelaan sudah saya sampaikan 18 Desember 2019,” lanjut pria yang dijuluki sebagai Raja Kuis itu.

Helmy mengatakan, pada 18 Desember itu, dirinya menyampaikan pembelaan dan didukung oleh seluruh direksi TVRI yang berjumlah enam orang.

Apalagi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan undang-undang (UU), direksi di TVRI memiliki sistem kolektif kolegial. Dengan demikian, apa yang dilakukan TVRI dalam hal pembenahan, baik program, karyawan maupun lainnya, merupakan hasil kesepakatan direksi.

”Mereka mendukung pembelaan saya karena catatan pemberhentian dan penonaktifan saya itu adalah catatan atas operasional, daily activity, yang kami putuskan kolektif kolegial," kata dia.

Helmy mengira pembelaannya itu akan diterima. Nyatanya surat dengan nomor 8/Dewas/TVRI/2020 yang dikeluarkan pada 16 Januari 2020 tersebut memberhentikannya secara resmi.

"Saya sampaikan (pembelaan), saya kira akan diterima. Tapi ternyata saya tidak tahu ada apa di belakang ini. Kemarin saya dipanggil, saya datang jam 16.00 WIB. Saya diberikan surat dari dewan pengawas. Saya diberhentikan karena pembelaan saya ditolak," kata dia.

Dalam jumpa pers kemarin Helmy ditemani Apni Jaya Putra (Direktur Program dan Berita), Isnan Rahmanto (Direktur Keuangan), Supriyono (Direktur Teknik), Tumpak Pasaribu (Direktur Umum), dan Rini Padmirehatta (Direktur Pengembangan dan Usaha).

Sementara itu Chandra M Hamzah menyebut polemik antara Dewas dan Helmy Yahya seharusnya tak perlu sampai berujung pemecatan.

Chandra menyebut seharusnya ada proses hearing dari hal tersebut. "Masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus dilakukan urusan pecat-memecat, tetapi sayangnya hal itu tidak terjadi, tidak terwujud.

Keluar surat ini tanpa ada pembicaraan, tanpa ada apa-apa. Memang aturannya tidak ada ya, tapi ya harusnya praktiknya ada hearing segala macam," tuturnya.

Maka dari itu, ia menyebut akan mempersiapkan dan mengambil langkah hukum dalam waktu dekat.

"Terhadap ini harus kita lakukan, harus segera memberikan tanggapan dan langkah hukum apa yang kami lakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama," tutup dia.(tribun network/fik/gle/rin/fha/dod)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved