Pungli PTSL Dijadikan Bancakan Perangkat Desa di Boja Kendal
Kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang menjerat Kepala Desa Ngabean, Boja, Kendal atas nama Supriyanto disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang
Penulis: Adelia Prihastuti | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang menjerat Kepala Desa Ngabean, Boja, Kendal atas nama Supriyanto disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (11/2/2020).
Agenda sidang kali ini adalah menjajaki keterangan saksi.
Saksi yang dihadirkan adalah Tri Handayani (40) Kaur Keuangan Desa Ngabean, dan Sigiharsono (55) Kaur Umum Desa Ngabean.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Aloysisius Priharnoto Bayuaji dan Jaksa Kejati Jateng Muhammad Gandara.
• Baim Wong Lunasi Utang Nurul Sopir Angkot di RSUP Kariadi: Almarhumah Bisa Tenang Sekarang3
• Kronologi Kisah Nurul Sopir Angkot Semarang Viral hingga Curi Perhatian Baim Wong
• 12 Ribu Tiket Terjual, Laga Persis Solo vs Persib Bandung Terkendala Izin di Stadion Manahan Solo
• Sore Ini, Persib Bandung Berlaga Lawan Barito Putera, Djanur Tak Sabar Bertemu Bobotoh
Supriyanto merupakan terdakwa kasus dugaan pungli pengurusan sertifikat tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang sekarang berubah istilah menjadi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Tri Handayani mengungkapkan sosialisasi PTSL dilakukan dua kali di Januari 2018 kepada 1.000 lebih warga desa.
Dalam sosialisasi tersebut selain dari pihak desa yang datang, juga mengundang beberapa lembaga di antaranya Polsek, Koramil, BPN.
Dalam kasus ini diduga ada tiga jenis pungli yakni pada tahap pendaftaran, surat asal usul tanah, dan pengambilan sertifikat.
“Saya hadir dua kali sosialisasi itu. Di situ bersama warga dirembug biaya pendaftaran PTSL dari Rp 500 ribu, Rp 550 ribu sampai Rp 600 ribu. Kemudian warga memilih yang Rp 500 ribu,” ujar Tri Handayani.
Pungutan lainnya yang ia ceritakan adalah warga desa dipungut membayar Rp 100 ribu saat akan mengambil sertifikat di kantor desa. Dan untuk surat asal usul dikenakan Rp 500 ribu - Rp 600 ribu.
“Ada undangan untuk warga bagi sertifnya yang sudah jadi. Tapi sebenarnya tidak ada pencantuman tambahan biaya Rp 100 ribu,” tambahnya.
Dirinya mengaku diperintah Kades untuk menerima uang Rp 500 ribu (pungli PTSL) Rp 100 ribu dari warga desa.
Namun kadus-kadus juga memberitahukan warga untuk membawa Rp 100 ribu saat akan ambil sertifikat.
Dalam menjalankan tugasnya terkait PTSL, Tri Handayani mendapat upah Rp 750 ribu dari kades.
“Dari Januari sampai Juli 2018 total saya mengumpulkan Rp 200 juta dari uang PTSL yang saya urus,” imbuhnya.