Berita Solo
Gusti Moeng Tak Terima Jika Keraton Surakarta Dianggap Pro Belanda
GKR Koes Moertiyah Wandansari menyayangkan adanya anggapan jika Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dianggap pro kolonial Belanda.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Koes Moertiyah Wandansari menyayangkan adanya anggapan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pro kolonial Belanda.
Hal itu disampaikan dalam sarasehan seusai Wilujengan Pengetan Surud Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo di Kagungan Dalem Serambi Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kamis (5/3/2020) malam.
"Saya tidak terima.
Selama 75 tahun bersamaan berdirinya Republik ini Surakarta terutama, kalau Surakarta itu saya bicara keraton, itu dituduh pro Londo," kata Gusti Moeng, sapaan akrab GKR Koes Moertiyah.
• Kepolosan Siswi SMP Serahkan Diri ke Polisi, Mengaku Sudah Membunuh Anak Kecil dalam Lemari
• KSAD Andika Perkasa Bengong Tahu Alasan Pria Ini Masuk TNI, Fisik Diragukan, Kaget Tahu Keahliannya
• Baim Wong Dapat WhatsApp dari Pencuri Motornya yang Kini di Penjara: Saya Nggak Bales
• Biodata Jihan Almira, Runner Up 2 Puteri Indonesia 2020 Perwakilan Jawa Tengah Lahir di Semarang
Aggapan terkait Keraton Surakarta pro Belanda membuatnya mencari bukti-bukti kisah yang sebenarnya bagaimana.
"Maka saya minta, kalau ada yang punya (data) baik itu Pakubuwono keberapa pun yang pro Londo itu siapa, monggo.
Kita adu datanya kita adu untuk pemahamannya dalam serat itu," katanya.
Gusti Moeng melanjutkan, jika memang terdapat bukti yang mengatakan Keraton Surakarta pro Belanda, pihaknya akan menyajikan naskah aslinya.
Sejauh ini, katanya, tidak sedikit sejarawan atau budayawan yang mengutip apa yang dikatakan oleh peneliti Barat terkait keraton.
"Saya kan bicara tidak ngawur.
Saya kan berdasarkan fakta yang saya baca.
Terus budayawan kita sejarawan kita itu yang untuk patokan itu yang ditulis oleh Londo.
Yang tulisan kita tidak mau (dibaca) karena gak bisa mbaca karena masih tulisan Jawa dan itu bentuknya puisi tembang," kata dia.
Lalu, lanjutnya, dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak sepatutnya saling menjatuhkan.
Dia bersama keraton lain di Tanah Air tengah berupaya mengingatkan pemerintah dengan janji-janji yang belum dilaksanakan Republik ini.