Wabah Virus Corona
Singapura, Hongkong dan Korsel Sukses Hadapai Wabah Virus Corona, Ini yang Mereka Lakukan
Pasien positif virus corona di negara barat semakin bertambah. Upaya pemerintah setempat mengendalikan peradaran wabah virus corona pun terbilang eks
TRIBUNJATENG.COM - Pasien positif virus corona di negara barat semakin bertambah.
Upaya pemerintah setempat mengendalikan peradaran wabah virus corona pun terbilang ekstrim.
Tak cuma sekolah, aktifitas bisnis pun ditutup total, selain itu pemerintah juga tidak memperbolehkan kerumunan warga.
• Nagita Slavina Kaget Lihat Kemesraan Atta Halilintar dan Aurel: Belum Pacaran Kok Nempel?
• Akhirnya Terbongkar, Ini Alasan Utama Rahmat dan Rony Lakukan Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan
• Hari Ke-4 Malaysia Lockdown, Warga Masih Padati Pusat Perbelanjaan, Diingatkan Malah Marah
• Robby Purba Posting Soal Kekecewaannya pada Ningsih Tinampi: Saya Harap Ini Sampai ke Ibu Ningsih
Di Asia, selain China yang jadi pusat wabah sejak awal 2020, berbagai negara mengalami hal sama.
Namun beberapa negara sukses meredam wabah ini.
Hongkong, Taiwan, Vietnam, Singapura, dan Korsel berhasil menekan laju persebaran, meski wilayah mereka sangat dekat dengan China daratan.
Artikel yang ditulis Helier Cheung di BBC News, Sabtu (21/3/2020), menjelaskan mengapa negara-negara itu tergolong sukses menghadapi Covid-19.
Pelajaran 1 : Bekerja Serius dan Bertindak Cepat
Para ahli kesehatan di negara-negara itu memiliki pemahaman sama, membuat keputusan bersama pemerintah untuk meredam persebaran virus Corona.
Mereka memerintahkan jaga jarak antar manusia dan mengisolasi yang sudah terpapar virus. Pembersihan lingkungan lewat penyemprotan disinfektan juga dilakukan.
Cara-cara ini diadopsi negara-negara lain di Asia termasuk Indonesia, Eropa, Amerika. Namun praktiknya di lapangan membuat perbedaan.
Perbedaan paling kentara, negara lain tidak bertindak cepat. “AS dan Inggris kehilangan kesempatan,” kata Tikki Pangestu, mantan Direktur Penelitian WHO.
“Mereka punya waktu dua bulan sejak kasus pertama ditemukan di China. Mereka beranggapan, China jauh dari negeri mereka,” katanya.
Kasus pertama di China dilaporkan ke WHO pada 31 Desember 2019. Saat itu laporan hanya menyebut ada kasus misterius serupa SARS, atau flu.
Belum ada indikasi virus itu menyebar antarmanusia, dan pengetahuan tentang virus misterius itu masih sangat terbatas.
Tiga hari kemudian, Singapura, Taiwan, dan Hongkong melakukan langkah-langkah antisipatif. Skrining dilakukan di pintu-pintu penghubung negeri itu dengan China, terutama dengan Wuhan.
Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, merupakan episenter wabah yang kemudian dikenali sebagai Coronavirus.
Kebijakan ekstrem lain, Hongkong menutup jalur transportasi ke China. Begitu pula Singapura melakukan tes dan menyeleksi secara ketat lalulintas orang dari dan ke China.
Para ahli belajar dari pengalaman ini, orang-orang yang tidak memiliki tanda tertular, tetap harus diperiksa. Jadi tes virus menurut Tikka Pangestu, sangat krusial.
Pelajaran 2: Lakukan Tes Meluas dan Terjangkau
Apa yang dilakukan pemerintah Korea Selatan sangat baik.
Persebaran virus bisa dicegah lewat tes-tes cepat akurat, sehingga karantina dan isolasi bisa lekas dilakukan terhadap pasien terpapar.
Industri dan otoritas kesehatan Korsel sukses menyediakan alat tes cepat, dan saat ini mampu memeriksa minimal 10 ribu orang setiap harinya.
Sekitar 290.000 orang Korsel menjalani tes cepat ini sejak wabah terdeteksi muncul di negara itu lewat kerumunan di lokasi ibadah.
“Cara memeriksa, mengetes penduduk secara cepat ini langkah luar biasa,” kata Ooi Eng Eong, professor wabah menular di Universitas Nasional Singapura.
Korsel mengembangkan perangkat tes cepat ini menyusul merebaknya wabah virus MERS pada 2015 yang menewaskan 35 orang.
Situasi ini tidak dialami AS, yang pernah mengembangkan alat tes cepat, namun gagal karena perusahaan-perusahaan swasta sulit mendapatkan rekomendasi dari pemerintah.
Situasi serupa dialami di berbagai negara, termasuk Inggris yang meski negara maju, namun alat tes cepat tidak tersedia dalam jumlah banyak.
Tikka Pangestu menambahkan, penyediaan alat tes cepat ini sangat mendesak dan harus jadi prioritas utama bagi semua pemerintahan menghadapi Covid-19.
Pelajaran 3: Lacak dan Isolasi
Langkah strategis ketiga, otoritas kesehatan harus mampu melacak secara cepat dan akurat jejak interaksi pasien terpapar virus Corona.
Data yang diperoleh bisa menentukan langkah berikutnya, karantina atau isolasi. Singapura secara baik mampu mengembangkan kemampuan pelacakan ini.
Mereka melibatkan detektif dan semua perangkat pendeteksi di lapangan, termasuk kamera pengawas di berbagai sudut kota.
Di Hongkong, pelacakan terhadap seseorang dilakukan hingga aktivitas dua hari terakhir sebelum pasien terindikasi mengalami symptom atau tanda-tanda terinfeksi.
Jika data sudah fix, mereka akan direkomendasi untuk menjalani langkah-langkah karantina mandiri di rumah hingga isolasi di fasilitas kesehatan.
Hongkong juga menerapkan aturan para pendatang yang baru tiba di wilayah itu, harus mengenakan alat pelacak elektronik supaya mobilitas mereka diketahui.
Kebijakan ketat seperti ini diikuti sejumlah aturan penegakan hukum yang keras.
Singapura menerapkan aturan hukuman penjara bagi para pelanggar kebijakan isolasi dan karantina.
Di China, tentara dan polisi akan menangkap siapa saja yang berkeliaran di jalan tanpa alasan, atau tidak mengenakan masker saat di luar rumah.
Kebijakan keras ini sulit ditiru di banyak negara atas berbagai alasan dan pertimbangan.
Selain jumlah penduduk besar, factor religius, social, budaya, dan alasan kebebasan sipil menghambat mereka.
“Kita bisa melakukan itu karena kita kecil,” jelas Prof Ooi menjelaskan mengapa kebijakan ketat itu bisa diterapkan di Singapura.
Pelajaran 4: Jaga Jarak Sosial
Kebijakan jaga jarak interaksi social (social distancing) dianggap cara paling ideal yang bisa diterapkan di semua negara.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan komplikasi lain mengingat akivitas kehidupan ekonomi dan sosial masih berjalan.
Di Wuhan, lokasi pertama menyebarnya virus Corona, ada 5 juta orang meninggalkan kota itu sebelum datang keputusan isolasi kota.
Perpindahan orang dalam jumlah besar ke kota lain itu menimbulkan persoalan kecepatan penyebaran virus.
China akhirnya membuat keputusan karantina terbesar di berbagai kota dalam sejarah.
Italia dan Spanyol menerapkan isolasi kota, setelah wabah Corona menghajar kedua negara.
New York dan Kalifornia meniru langkah yang sama.
Ketika wabah sedang di puncak menjangkit Singapura dan Hongkong, kebijakan gradual diterapkan pemerintah setempat.
Sekolah di Singapura tetap dijalankan ketat, sementara di Hongkong ditutup total.
Ini perbedaan-perbedaan langkah yang dilakukan, tapi efektif.
Social distancing menurut Prof Ooi harus dinaikkan levelnya jadi isolasi jika jumlah kasus meningkat drastis. Faktor lain yang turut menentukan kultur dan kedisiplinan warga.
Pelajaran 5: Publik Harus Menerima Informasi yang Benar
“Jika Anda tidak mendapat dukungan kerjasama masyarakat, kebijakan Anda tidak akan efektif,” kata Prof Tikka Pangestu.
“Hal terpenting yang bisa dilakukan, tunjukkan kebijakan Anda itu berdasar bukti-bukti ilmiah,” lanjutnya.
Pemerintah China dikecam karena dianggap lamban menemukan jejak wabah virus Corona, termasuk membiarkan aktivitas warga Wuhan tetap seperti biasanya ketika kasus pertama ditemukan.
Otoritas China juga dikritik karena justru menindak dr Li Weinliang, orang pertama yang menemukan symptom wabah flu lalu membuat twit menggemparkan di Weibo.
Li Weiliang akhirnya meninggal dunia akibat terjangan virus Corona yang ditemukannya.
Namun sesudah kesalahan itu, China bergerak cepat, lalu memutuskan aksi-aksi ekstrem.
Di AS, Presiden Donald Trump dianggap mengabaikan peringatan-peringatan dini kalangan medis serta intelijen, yang menengarai bahaya besar wabah Corona.
“Respon atas penyebaran virus harus bersifat transparan dan kuat dasarnya.
Ini akan membuat warga tidak panik,” jelas Prof Ooi.
Publikasi peta persebaran virus yang selalu diperbarui akan membantu masyarakat mengenali secara dini lingkungannya.
Hal ini dilakukan di Hongkong, Korsel, Singapura, dan berhasil baik dampaknya.
Kemampuan “public speaking” para pemimpin pemerintahan yang daerahnya jadi pusat wabah, juga akan menentukan situasi di tengah masyarakat yang dipimpinnya.
Pelajaran 6: Perilaku Warga
Kebiasaan, kepatuhan, dan perilaku warga akan sangat menentukan bagaimana penanganan wabah Coronavirus berlangsung.
Hongkong, selama berbulan-bulan dilanda demonstrasi sipil yang tidak mempercayai pemimpin eksekutif Hongkong.
Kepercayaan public Hongkong terhadap pemerintahan sangat rendah. Namun, ketika wabah Corona merebak, warga menunjukkan tertib sosial secara mandiri.
Mereka secara sukarela menjalankan “social distancing”, termasuk ketika puncak perayaan Imlek, atau tahun baru China.
Prof Tikki Pangestu mempercayai, warga Hongkong tidak terlalu mempercayai pemerintahan eksekutif yang mengelola wilayah itu.
“Tapi mereka sangat bangga pada Hongkong, dan penyebaran wabah itu bisa membahayakan identitas teritorinya,” katanya. Pemikiran itu menjadikan usaha meredam wabah jauh lebih efektif.
Karin Huster, perawat dan aktivis Doctors Without Borders menilai, iklim tertentu tidak bisa didapatkan di beberapa negara.
“Saya pikir di Amerika, warga sangat individual. Ini menjadikan hambatan besar ketika kebebasan harus dikorbankan,” kata Huster.
Warga di barat, menurut Huster, umumnya sangat sulit disuruh mengenakan masker. Sebaliknya, orang-orang Asia terbiasa, karena sekaligus masker dipakai untuk menghindari pelecehan di tempat terbuka.
Benyamin Cowling, professor epidemiologi Universitas Hongkong menjelaskan, masker bukan peluru ajaib melawan virus Corona.
“Tapi mengenakan masker, mencuci tangan menggunakan antiseptic, dan jaga jarak, bisa membantu meredaml penyebaran virus,” katanya.(Tribunjogja.com/BBC/xna)
• Sempat Diklaim Demam Berdarah, Artis FTV Andrea Dian Positif Virus Corona
• Dekat dengan Atta Halilintar, Aurel Hermansyah Ingin Menikah Tahun Ini
• Kisah Hendra Kumbara Ciptakan Lagu Dalan Liyane, Ambyar Saat Ambil Cucian di Laundry
• Kim Jong Un Pamer Rudal Korea Utara saat Wabah Corona Melanda Dunia, Dikecam Negara Tetangga
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Inilah Enam Kunci Sukses Singapura, Hongkong dan Korsel Hadapi Virus Corona atau Covid-19