Ngopi Pagi
FOKUS Achiar M Permana : Andil Wadyabala Wanara
TERSEBUTLAH, Sri Rama nyaris patah arang ketika upayanya menuju Alengka terhalang. Lautan luas membentang.
"Kita adalah wadyabala wanara, yang mesti mau cancut taliwanda membantu Sri Rama ya, Kang?" celetuk Dawir lagi.
Doa
Beberapa dalang memainkan lakon Rama Tambak sebagai "semacam doa", untuk mengatasi pelbagai masalah yang menimpa bangsa. Pada 1998, seingat saya, dalang setan asal Karangpandan, Ki Manteb Sudarsono, memainkan lakon Rama Tambak, di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pentas itu antara lain digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pertengahan Januari 1998, dan kemudian berlanjut ke kota-kota lain, mulai dari Bandung, Solo, Yogyakarta, hingga Surabaya.
Dalam buku Merenung sampai Mati, budayawan yang juga guru saya, Prie GS, mengabadikan kisah Pak Manteb yang memainkan lakon Rama Tambak itu. "Jika aneka krisis di Indonesia ini benar-benar selesai setelah Ki Manteb memainkan lakon Rama Tambak, dalang itu pastinya akan menjadi hero baru di Indonesia. Inilah dalang yang mengawali pentas besar-besaran Rama Tambak, lakon yang secara beruntun dimainkan oleh semua dalang top di negeri ini.
Ki Manteb, tulis Prie GS, benar-benar serius mempersiapkan diri untuk pementasan Rama Tambak tersebut. "Manteb sendiri mengaku harus menempuh laku dan melupakan penyakit mag di lambungnya demi persiapan pentas ini." (Prie GS, 2004).
Pada 2005, saya menyaksikan langsung Ki Anom Suroto, dalang yang terkenal dengan suara "kung" dari Solo, memainkan lakon yang sama di Semarang. Saat itu, pentas berlangsung tidak lama setelah gempa dan tsunami melanda Aceh, pada pengujung 2004. "Mudah-mudahan, dengan lakon Rama Tambak ini, bisa menambak Semarang dari kemungkinan terjadi tsunami," kata Ki Anom, ketika itu.
"Mudah-mudahan, Rama Tambak juga bisa menambak corona ya, Kang," kata Dawir, yang seketika saya amini. (*)