Ngopi Pagi
FOKUS : Ramadan Rasa Virtual
GRUP WhatssApp keluarga besar saya, kemarin, agak riuh. Pasalnya, salah seorang anggota grup menanyakan bagaimana rencana kegiatan halalbihalal,
Oleh Moh Anhar
Wartawan Tribun Jateng
GRUP WhatssApp keluarga besar saya, kemarin, agak riuh. Pasalnya, salah seorang anggota grup menanyakan bagaimana rencana kegiatan halalbihalal, yang selama beberapa tahun terakhir rutin diselengarakan.
Riuh bukan karena puasa baru menginjak hari keempat, tapi sudah ngomongin Hari Raya Idulfitri, yang tentu masih butuh waktu 'lebih panjang' untuk menanti.
Halalbihalal memang melekat pada tradisi masyarakat Indonesia pada Hari Raya Idulfitri. Pada momen ini, keluarga yang tinggal di sejumlah kota berbeda, bahkan pulau, bertemu dalam satu waktu dan satu tempat.
Di sinilah, kesempatan untuk saling mengenalkan anggota keluarga besar pada anak-anak, yang tentu asing bagi mereka karena memang tidak pernah bertemu saban hari.
Dan, tahun-tahun lalu, kami mengadakannya secara bergilir di kota-kota berbeda. Tujuannya untuk menyambung tali silaturahim para dzuriyat atau keturunan anak-cucu yang sudah pada tingkat generasi 4-5.
Tapi, karena pandemi virus corona yang menjadikan semua tak bisa leluasa bepergian, pertanyaan itu jadi digulirkan.
Satu anggota lain mengusulkan agar halalbihalal dilaksanakan secara virtual menggunakan aplikasi teleconference.
Teleconference melalui aplikasi Android tengah menjadi tren. Berkomunikasi lewat video secara beramai-ramai ini bukan latah, tapi sudah menjadi kebutuhan. Lewat media ini, kita semua bisa bertemu dalam video secara langsung.
Wah, apa tumon? Baru kali ini khan, segala pertemuan massal harus dilakukan melalui video. Wabah virus corona yang masih menghantui menjadi penyebab kerumunan massa harus dihindari, termasuk halalbihalal.
Sebelumnya, dunia pendidikan sejak Maret 2020 telah lebih dulu menerapkan proses belajar-mengajar untuk "hijrah" dari ruang kelas ke ruang virtual secara online.
Jangankan halalbihalal ini, segenap ibadah Ramadan yang biasa bernuansa hiruk-pikuk pun kini ambyar. Tak ada lagi acara buka bersama; ibadah salat tarawih diimbau untuk dilaksanakan di rumah, tidak lagi berjamaah di masjid; sedekah diimbau untuk transfer ke rekening lembaga sosial, dan berbagi zakat diimbau disalurkan ke lembaga terkait sejak awal Ramadan.
Semaraknya Ramadan berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di mana-mana, gemanya terasa. Pasalnya, momen ini bukan hanya istimewa karena kaum muslim menjalankan ibadah puasa penuh.
Namun, dunia kapitalis menangkapnya sebagai peluang jualan besaran-besaran. Tak heran bukan bila kita menyalakan remote televisi, iklan komersial beragam produk, mulai makanan sampai baju baru, tak henti berputar 24 jam.
Mal dan pusat perbelanjaan tak kalah seru menggelar diskon hingga tengah malam. Musik religi diputar di mana-mana. Kursi-meja makan penuh serta antrean di restoran mengular pada jam berbuka.