Virus Corona Jateng
Dampak Virus Corona, Permintaan Kerupuk Rambak di Pegandon Kendal Turun hingga 60 Persen
Terkena wabah pandemi covid-19, produsen kerupuk rambak kerbau atau sapi di Penanggulan Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal terancam merugi, terlebih
Penulis: M Nafiul Haris | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Terkena wabah pandemi covid-19, produsen kerupuk rambak kerbau atau sapi di Penanggulan Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal terancam merugi, terlebih saat bulan ramadhan.
Sejak wabah virus corona merebak di wilayah Indonesia, jumlah permintaan yang biasa datang dari luar kota turun hingga 60 persen.
Hal tersebut mengharuskan pihak produsen terpaksa mengurangi jumlah produksi yang ada.
• Pilu, Bocah 8 Tahun Dijemput untuk Karantina: Pakaian yang Dibawa Menyembul dari Kresek Indomaret
• Seisi Sidang Pembunuhan Hakim Jamaluddin Tertawa Dengar Saran Sopir ke Zuraida Hanum, Ada Fakta Baru
• Viral Munculnya Fenomena Dukhan Tanda Kiamat Jumat 8 Mei 2020, Ini Komentar MUI
• Ngehit hingga Banyak Menerima Tamu, Mbah Minto Dilarikan ke RS, Begini Kondisi Terkininya
Hal tersebut dialami para produsen kerupuk rambak di daerah sentra pengrajin kerupuk rambak kulit kerbau Desa Penanggulan Pegandon Kendal.
Satu di antaranya usaha milik Sri Mulyani dengan nama Kerupuk Rambak Asli Citra Rasa.
Bermarkas di gang Bangun RT 2 RW 4 Penanggulan Pegandon, terlihat 3 pekerja sedang mengemas kerupuk ke dalam sebuah plastik.
Samsudin, seorang pekerja mengatakan, sejak pandemi covid-19 di tempatnya hanya mengurangi intensitas produksi setiap harinya.
Dari semula 3 waktu produksi kini hanya satu produksi dengan jumlah pekerja yang disesuaikan.
Katanya, jika biasanya para pekerja bisa menghasilkan lebih dari 500 kilogram, kini dalam sehari hanya bisa membuat 300-an kilogram kerupuk saja.
Apalagi saat bulan ramadhan, intensitas produksi berkurang dengan menerapkan 2 hari sekali produksi.
Hal tersebut lantaran jumlah permintaan menurun hingga 60 persen dari biasanya.
"Biasanya bisa mengolah 5 kulit kerbau atau sapi, ini seringnya 1-2 kulit saja.
Sehari berangkat sehari libur," terangnya di sela-sela mengemas kerupuk, Kamis (7/5/2020).
Dengan minimnya permintaan, pendapatan usaha kerupuk rambak pun menjadi lesu.
Khususnya pemasukan dari permintaan luar kota atau provinsi yang terkena pembatasan kegiatan selama pandemi corona, sebut saja Jakarta Bandung dan beberapa negara besar lainnya.
"Yah bagaimana lagi tetap harus produksi disesuaikan permintaan saja biar tidak mandek (berhenti)," terangnya.
Dijelaskan Samsudin, pembuatan kerupuk rambak sendiri memerlukan waktu 10-15 hari.
Dalam prosesnya, pihaknya mengandalkan panas matahari untuk menjemur kulit kerbau atau sapi secara berulang.
Proses awal, kulit kerbau atau sapi dipanaskan dalam air mendidih setidaknya 5-7 menit.
Kulit kemudian diangkat serta dibersihkan dari bulunya.
Setelah bersih, kulit hewan dipotong dengan ukuran sedikit lebar serta dipanaskan kembali dalam air mendidih bersuhu 100 derajat celcius selama 1 jam.
Kulit pun kemudian potong lebih kecil lagi serta dijemur hingga mengering selama 2 hari.
Tak berhenti di sini, kulit kemudian dipotong kembali ke ukuran minimum serta dijemur kembali hingga benar-benar mengering selama 3 hari.
Hasilnya, potongan kulit diopen atau diungkep bersama bumbu racikan buatan sendiri selama 24 jam dengan panas arang atau api stabil.
Tujuan pengungkepan dimaksudkan agar menghasilkan rasa sedap dan gurih pada kerupuk rambak nanti.
"Setelah diungkep, kemudian dijemur kembali sampai mengering untuk menghilangkan kadar minyak.
Setelah itu baru siap untuk digoreng dan dikemas," ujarnya.
Biasanya, rumah produksi kerupuk kulit milik Sri Mulyani ini mengambil bahan dasar kulit kerbau atau sapi di beberapa daerah.
Kecamatan Limpung Batang, Kota Semarang, maupun Pekalongan.
Satu kulit biasa dibanderol Rp 17.000 - Rp 23.000 per kilogramnya.
Biasanya datang 3 kali dalam seminggu, satu harinya bisa mencapai 5 kulit hewan kerbau atau sapi dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
Kerupuk yang sudah digoreng akan dibungkus dalam sebuah kantong plastik serta dikemas dalam sebuah kardus lengkap dengan stiker.
Kemasan kardus kecil dengan berat 250 gram dibanderol Rp 38.000, sedangkan kemasan besar dengan berat setengah kilogram dibanderol Rp 70.000.
Tak hanya dikirim ke berbagai kota dan provinsi, pihaknya pun melayani pembelian eceran bagi warga sekitar.
Kerupuk buatan Sri Mulyani ini ditaksir bisa bertahan hingga 3 bulan ke depan.
"Kita biasa peegunakan kulit hewan jantan karena lebih tebal dan kadar minyaknya sedikit, hasilnya lebih mengembang.
Untuk yang kulit tipis juga sortiran, kita tetap proses menjadi rambak sayur dengan mekanisme pengolahan sendiri.
Semoga saja wabah virus corona ini segera berakhir," ucap Samsudin yang juga saudara pemilik. (Sam)
• Pandemi Virus Corona, Omzet Restoran dan Hotel di Salatiga Turun Drastis
• 160 Desa di Karanganyar Sudah Ajukan BLT Dana Desa Tahap 2
• Viral Emak-emak Belanja di Pasar Semarang Ngotot Tolak Perintah Pakai Masker: Anda Memaksa Halus
• Harga Hampir Sama & Dibekali Quad Camera, Ini Perbandingan Vivo Y50 dengan Realme 6