OPINI
Alquran Sebagai Pedoman Hidup (Menyambut Malam Nuzulul Qur’an, 17 Ramadhan 1441 H)
Peringatan peristiwa Malam Nuzulul Qur’an (MNQ) yang biasa dilakukan setiap malam tanggal 17 Ramadhan setiap tahunnya, kali ini
Oleh M.Issamsudin
ASN pada DPPPA Kota Semarang, tinggal di Semarang).
Peringatan peristiwa Malam Nuzulul Qur’an (MNQ) yang biasa dilakukan setiap malam tanggal 17 Ramadhan setiap tahunnya, kali ini, tepatnya pada hari Sabtu 9 Mei 2020 malam, tentu bisa dimaklumi bila tidak diwujudkan seperti tahun-tahun sebelumnya. Banyak yang kali ini terpaksa tidak secara khusus memperingatinya. Terutama karena adanya aturan pembatasan jarak guna mengurangi potensi penyebaran virus corona.
Meski ada yang tidak memperingati secara khusus, sebagai malam yang pertama kali ayat Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT, MNQ harus tetap diingat dan dijadikan spirit kehidupan umat manusia. Setidaknya MNQ kali ini harus menjadi sarana menyadarkan siapa pun untuk melihat semua keadaan sebagai bagian dari Kuasa Allah dan telah ada di dalam Al Qur’an dan solusinya pun telah ada di dalam Al Qur’an.
Penyadaran itu tentu tidak lepas dari realitas kebenaran Al Qur’an yang harus terus diaktualisasikan. Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Rasul yang paling terakhir diutus Allah) dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al Qur’an, bukanlah karangan Nabi Muhammad SAW dan ditujukan untuk menjadi pedoman hidup serta kehidupan umat manusia.
Al Qur’an bukan diturunkan untuk Nabi Muhammad SAW saja. Bukan pula untuk pengikutnya saja. Al Qur’an diturunkan adalah untuk seluruh umat manusia. Allah sangat tahu hambaNYA harus diberi tuntunan hidup oleh Sang Pencipta. Semua firman Allah diturunkan sebagai wahyu dan kemudian menjadi satu kesatuan bernama Al Qur’an untuk dijadikan pedoman hidup manusia.
Sebagai kitab suci, Al Qur’an pertama kali diturunkan yang pertama kali diturunkan pada malam 17 Ramadhan. Waktu itu belum ada tahun Hijriyah, namun bertepatan dengan tahun 610 M atau 16 Februari 610 M) dan diturunkan sewaktu Nabi Muhammad SAW berada di gua Hira bukit Nur Mekah. Turunnya Al Qur’an pun bertahap dan dimulai dengan turunnya ayat pertama Al Qur’an, yaitu pertama dalam Surat Al ‘Alaq, yang artinya ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.”
Sebagai Rasul Allah, melalui ayat pertama saat turunnya Al Qur’an, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk membaca tentang apa yang dilihat dan diketahuinya dengan menyebut nama Allah. Semua adalah wujud ciptaan Allah, wujud adanya Allah, dan wujud kuasa sekaligus karunia Allah. Allah memberi kuasa kepada hambaNYA untuk bisa membacanya bagi yang mau. Allah tidaklah akan mempersulit atau menganiaya hambaNYA yang mau berusaha.
Mau membaca adalah juga bagian dari bentuk berusaha. Apalagi manusia telah diberi akal pikiran dan hati, sehingga harus memahaminya sebagai sebuah tuntutan untuk beriman kepada Allah. Beriman bukan sekedar pengakuan dalam lisan dan hati, tetapi juga harus dengan berpola pikir, bersikap dan berperilaku sesuai yang dituntunkan Allah Penguasa alam semesta ini.
Keharusan itu tidaklah sulit keterwujudannya bila memahami bahwa, menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup adalah kunci meraih keselamatan hidup di dunia maupun di akherat. Sebagai pedoman hidup, Al Quran yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat, bukan sekedar untuk urusan manusia dengan Tuhan Sang Penciptanya, tetapi juga untuk urusan manusia dengan sesama manusia, manusia dengan negara dan pimpinan, lingkungan serta alam semesta.
Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa, semua hal telah diatur oleh Allah yang difirmankanNYA di dalam Al Qur’an, mulai dari ;
Informasi tentang umat sebelumnya yang harus dijadikan cermin kehidupan, yang di dalamnya berisi pula tentang pengakuan adanya kitab-kitab Allah yang terlebih dulu ada sebelum Al Qur’an.
Kewajiban manusia untuk beribadah kepada Allah sebagai Penciptanya.
Janji dan ancaman Allah terhadap hambaNYA.
Akhlak atau budi pekerti.
Mu’amalat atau hubungan dengan sesama manusia.
Tauhid atau soal kepercayaan, keyakinan dan iktikat.
Jalan bahagia atau petunjuk menuju kebahagiaan dunia maupun akherat.
Ilmu Pengetahuan dengan cakupan nilai ilmiah, rasional dan sosial serta urusan masa depannya, hingga
Kehidupan di dunia, di alam kubur, di alam akherat, di neraka dan di surga.
Semua aturan itu saat dicermati lebih lanjut, nampak sekali Maha Kuasa dan Maha Tahunya Allah. Materi di dalam Al Qur’an cakupannya sangat-sangat luas dan selalui sesuai dengan tantangan dan tuntutan yang ada. Termasuk tantangan dan tuntutan yang belum ada, sudah ada jawabannya di dalam Al Qur’an. Itu sebabnya dalam memahami Al Qur’an, perlu adanya tajdidul fahmi atau pembaharuan pemahaman yang tetap berdasarkan kebenaran Al Qur’an sebagai rahmatan lil alamiin, rahmat bagi seluruh alam, namun diselaraskan dengan keadaan yang ada.
Sebagai rahmatan lil alaamiin, Al Qur’an yang ayat terakhirnya, yaitu ayat 3 Surat Al Maidah, diturunkan saat Nabi Muhammad SAW sedang menjalankan ibadah Haji Wada’di Padang Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, sampai kapan pun juga tetap akan selalu menjadi pedoman hidup dan kehidupan. Termasuk saat ada pandemi seperti sekarang ini, Al Qur’an juga mengingatkan bahwa, di dalam kesulitan ada kemudahan.
Al Qur’an yang merupakan firman-firman Allah, juga telah menegaskan kepada kita untuk selalu bersyukur dan memohon kepada Allah. Mohon tentang apa yang kita butuhkan. Setidaknya kita bersyukur masih diberi keselamatan, kesehatan dan kemampuan beribadah serta mohon semua kebaikan. Termasuk kembalinya kehidupan, kehidupan yang lebih baik sesuai tuntunan dan ridho Allah Tuhan Sang Pencipta semesta alam. Ujian yang ada pun juga harus disyukuri dan kita memohon untuk dapat lulus menghadapi ujian Allah ini.
Sebagai kitabullah atau kitab Allah yang diturunkan paling terakhir, Al Qur’an harus diimani keberadaannya sebagai wahyu Allah yang merupakan pedoman hidup dan kehidupan untuk kebahagiaan di dunia maupun di akherat. Sebagai pedoman, Al Qur’an tidaklah untuk mempersempit atau mempersulit hidup umat manusia. Al Qur’an adalah untuk mempermudah kehidupan dan dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia karena Al Qur’anlah yang akan menemani dan menyelamatkan manusia. Terlebih saat mati dan di akherat nanti.
Bila ada yang menyebut sebaliknya, itu tidak lain karena ketidakmauan untuk memahami tentang esensi dari Al Qur’an sebagai satu kesatuan pedoman hidup. Sebagai pedoman, Al Qur’an tidak boleh dibaca, dimaknai atau dijalankan secara tidak utuh. Apalagi tidak dibaca atau tidak dijadikan pedoman hidup. Semua harus dirangkai untuk mendapatkan keharmonisan yang luas cakupannya dengan nuansa ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Sebagai kitab suci, Al Qur’an tidak sekedar diturunkan oleh Allah, tetapi juga dijaga kemurniaannya oleh Allah agar dapat terus dijadikan pedoman hidup umat manusia, hambaNYA Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya Allah yang menurunkan Qur’an dan sungguh Allah memeliharanya (kemurniannya).” Allah mempertegas tentang KuasaNYA itu melalui firmanNYA di dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 115 yang artinya, “ Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat Allah dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Bila memang sekarang ini semua tengah dalam suasana peringatan MNQ, tentu kinilah saat yang tepat untuk sama-sama kembali menjadikan MNQ dan Al Qur’an sebagai spirit yang positif untuk hidup dan kehidupan kita. MNQ dan Al Qur’an harus dapat selalu mengingatkan semua tentang adanya hidup yang kemudian dan harus lebih baik dari hidup yang sekarang. Semua harus dimulai dengan memperbaiki pola pikir, sikap dan perilaku untuk lebih sesuai yang dituntunkan Allah melalui Al Qur’an.Al Qur’an sebagai pedoman hidup yang akan menyelamatkan hidup dan kehidupan. (*)
• OPINI Shela Kusumaningtyas: Kepulangan Didi Kempot yang Bikin Kami Makin Ambyar
• OPINI Berta Bekti Retnawati : Pandemi, Kemanusiaan dan Kelenturan Kohesi Sosial
• OPINI Antoni M Laot Kian : Membumikan Hati pada Kuliah Daring