Ramadhan 2020
Kenapa MUI Minta Ketegasan Pemerintah Tangani Covid-19?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan sikap pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan sikap pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sekjen MUI, Anwar Abbas meminta ketegasan sikap pemerintah tentang penyebaran Covid-19."Apakah sudah terkendali atau belum?," ujarnya, Jumat (8/5).
Hal itu menurutnya sangat penting bagi MUI untuk dijadikan dasar untuk menjelaskan dan menentukan sikap dan tindakan yang harus dilakukan oleh umat terkait dengan fatwa MUI.
"Agar tidak terjadi kebingungan di kalangan umat sehubungan dengan adanya kebijakan-kebijak baru yang dibuat oleh pemerintah
seperti melonggarkan PSBB dan pembukaan bandara serta dibolehkannya pengoperasian semua moda angkutan yang ada," ujar Anwar Abbas.
Dalam fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 pada poin ke-4 menyatakan bahwa dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut.
Umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat berjemaah di kawasan zona merah, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat masing-masing.
Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jemaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan salat Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
Umat Islam juga dilarang menghadiri pengajian umum dan majelis taklim selama tanggap virus corona.
Namun, jika ada ketegasan dari pemerintah tentang pelonggaran PSBB, MUI kembali mewajibkan umat Islam menyelenggarakan kegiatan atau aktivitas yang melibatkan banyak orang secara berjemaah, seperti salat dan pengajian.
"Tetapi jika pemerintah menganggap bahwa kondisi sudah terkendali maka dalam fatwa MUI menyatakan bahwa umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak," katanya.
"Seperti jemaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19," ujar Sekjen MUI itu.
Kejelasan status pandemi corona di Indonesia, Anwar mempertegas kembali, penting bagi MUI untuk menentukan sikap terkait fatwa MUI nomor 14 tahun 2020.
Di sisi lain, kemarin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan pemerintah menyusun skenario penanganan Covid-19, sesuai dengan perkembangan kasus.
Saat ini, menurut Muhadjir, perkembangan kasus Covid-19 cenderung landai.
"Semuanya landai-landai dan mudah-mudahan terus berlangsung dan semakin turun sehingga penanganan covid bisa segera rampung dan bisa tangani dampak," kata Muhadjir.
Salat Idul Fitri di Rumah
Sementara itu, mengingat kondisi penyebaran Covid-19 masih terbilang cukup tinggi, umat Islam di Jawa Tengah diimbau untuk tidak melaksanakan ibadah salat Idul Fitri di masjid.
Namun, dengan mempertimbangkan semangat umat Islam yang ingin merayakan Idul Fitri sangat tinggi, maka pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga inti.
Imbauan tersebut tertuang dalam edaran Tausiyah yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Jawa Tengah Nomor 04/DP-P.XIII/T/V/2020 tentang pelaksanaan shalat Idul Fitri 1441 H/ 2020 M dalam situasi darurat Covid-19.
Ketua MUI Jateng, KH Ahmad Daroji, mengatakan, saat ini kondisi penularan virus Covid-19 masih tergolong cukup tinggi sehingga kegiatan yang melibatkan kerumuman massa masih perlu dihindari.
Untuk itu, masyarakat Jateng diharapkan menaati hasil kesepakatan yang telah ditetapkan terkait pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri di rumah masing-masing.
"Sebaiknya imbauan dari tausiyah yang kita terbitkan bisa dipatuhi agar penularan virus corona dapat dicegah. Lebih baik kita adakan shalat Ied di rumah daripada tidak merayakan Idul Fitri sama sekali," kata Daroji di Semarang, Jumat (8/5).
Maka dari itu, pihaknya bersama tiga pengelola masjid besar di Jateng mengedarkan panduan pelaksanaan Salat Idul Fitri dan khutbah singkat kepada seluruh umat Islam.
Panduan tersebut dianjurkan bagi setiap imam yang hendak melaksanakan salat Idul Fitri di rumah secara berjemaah bersama keluarga.
Daroji menyampaikan para imam yang tak hafal surat-surat panjang, maka bisa melafazkan ayat-ayat pendek sesuai kemampuan masing-masing.
"Imam bisa menggunakan ayat pendek untuk memimpin shalat Ied. Jadi umat tidak perlu khawatir mengenai tata cara ibadah salat Ied. Setiap kepala keluarga pasti bisa jadi imamnya," katanya.
Salat Idul Fitri, kata dia dimulai dari membaca niat salat, mengucapkan takbiratul ihram, baca takbir tujuh kali, baca surat Al-Fatihah dan surat pendek yang dihafal, disunnahkan surat Al-A'la, ruku', sujud dan pada rakaat kedua kembali bacakan takbir lima kali. Kemudian selesai salam disunnahkan khutbah Idul Fitri.
Daroji menambahkan, untuk kegiatan tradisi halal bihalal juga wajib mematuhi protokol kesehatan untuk menekan penyebaran Covid-19. "Mestinya tidak datang ke rumah-rumah tetangga. Cukup telepon atau kirim pesan singkat ke tetangga atau saudara saja," ujarnya.(tribun network/ras/fik/kpc)
• 5 Days of War : FilmTragedi Liputan Perang Irak
• Abaikan Klakson, Pemotor Tertabrak Kereta Api Terseret 600 Meter, Bagian Tubuh Berceceran di Rel