Berita Jateng
FPKB DPRD Jateng Nilai Kontribusi BUMD Harus Dimaksimalkan untuk Dongkrak PAD Jateng
Menurutnya, dengan optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diharapkan ada peningkatan PAD Provinsi Jateng.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - "Peningkatan PAD (pendapatan asli daerah) dengan optimalisasi BUMD lebih baik ketimbang menaikan pajak, baik pajak bumi dan bangunan atau pajak kendaraan bermotor," kata anggota F-PKB DPRD Jateng, Muh Zen Adv, Minggu (7/6/2020).
Menurutnya, dengan optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diharapkan ada peningkatan PAD Provinsi Jateng.
Cara ini dinilai tidak menyusahkan masyarakat.
• Geng Kriminal Ini Menyamar jadi Dokter dan Kenakan APD, Tak Disangka Inilah yang Mereka Lakukan
• Ikatan Dokter Indonesia Marah dan Tak Terima Netizen Memaki Dokter Pakai Kata Binatang di Facebook
• Kisah Perjuangan Kapten Fredy Jadi Anggota TNI AD Hingga Gugur dalam Kecelakaan Helikopter di Kendal
• Penampakan Rumah Tukul Arwana Rp 80 Miliar, Luas 1.000 Meter Super Mewah
Sebetulnya, ada cara lain yakni dengan menaikan pajak, namun hal tersebut sangat berefek terhadap kehidupan bermasyarakat.
"Jika peningkatan PAD dengan menaikan pajak sangat dirasakan masyarakat."
"Sebetulnya, BUMD diharapkan dapat jadi ujung tombak peningkatan PAD," ujarnya.
BUMD, lanjutnya, memiliki jangkauan lebih luas serta dengan pasar terbuka.
Dengan demikian juga memiliki potensi keuntungan tak terbatas pula.
"Keuntungan inilah nantinya masuk dalam komponen PAD yang mestinya melampaui jumlah pendapatan pajak daerah," ujarnya.
Sayangnya, kata dia, peran BUMD tak terlihat dalam PAD 2019.
Anggota Komisi E ini menyebutkan PAD Provinsi Jateng pada 2019 sebesar Rp 14,4 triliun.
Dari jumlah itu, komponen penyumbang PAD adalah pajak daerah Rp 11,9 triliun (82,78 persen), retribusi daerah Rp 114 miliar (0,80 persen).
Selain itu, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 512 miliar atau 3,55 persen, serta pendapatan lain-lain yang sah Rp 1,8 triliun atau 12,8 persen.
FPKB juga mengkritik pendapatan keseluruhan pada tahun 2019 sebesar Rp 26,3 triliun.
Sebab dari jumlah itu, Rp14,4 triliun adalah dari PAD, atau 55 persen.