Berita Semarang
Yayasan Yasanti Galang Dana untuk Perempuan Pekerja Rumahan Terdampak Corona di Semarang
Sekira 500 perempuan pekerja rumahan di Kota Semarang terdampak pandemi corona.
Penulis: Muhammad Yunan Setiawan | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sekira 500 perempuan pekerja rumahan di Kota Semarang terdampak pandemi corona.
Mereka tidak lagi memiliki pendapatan semenjak pabrik tidak memberinya pekerjaan.
Rima selaku Kepala Divisi Advokasi dan Pengorganisasian di Yasanti mengatakan, pekerja rumahan itu selama pandemi selain tidak mendapat pekerjaan, juga sulit mendapat bantuan.
• Dorce Gamalama Bermimpi Didatangi Orang Tua, Suruh Temui Raffi Ahmad
• Geng Kriminal Ini Menyamar jadi Dokter dan Kenakan APD, Tak Disangka Inilah yang Mereka Lakukan
• Mantan Kapolri & 2 Relawan Jokowi Duduki Kursi Komisaris BUMN Waskita Karya yang Baru
• Seolah Tak Pernah Takut Siapapun, Nyali Nikita Mirzani Pernah Ciut Setelah Dilaporkan Sosok Ini
Pasalnya banyak pihak menganggap pekerja rumahan itu bukan buruh.
"Padalah kalau merujuk di UU No.13 Tahun 2003, yang dinamakan buruh kan orang yang perintah dan pekerjaan to," kata Rima saat dihubungi Tribunjateng.com, Sabtu, (6/6/2020).
Menurutnya kalau merujuk pada definisi undang-undang ketenagakerjaan, pekerja rumahan seharusnya sudah diakui sebagai buruh.
Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Pekerja rumahan tidak diakui undang-undang.
Bersarkan data yang masuk di lembaganya, Rima mengatakan perempuan yang menjadi pekerja rumahan rata-rata janda atau perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.
Di Kota Semarang, lanjut dia, paling banyak berada di Kecamatan Ngaliyan.
Pekerja rumahan itu ada yang bekerja di sektor kulit, garmen, dan pengepakan arang.
Model kerjanya ada yang dari pabrik langsung diantar ke rumah masing-masing.
Ada juga yang lewat pengepul.
"Saat kini kondisi mereka sedang darurat, bahkan untuk makan saja susah, maka dari itu kami galang donasi," ujar Rima menambahkan.
Dia menjelaskan galang donasi ini berupa uang atau barang.