Berita Internasional
Ambisi Besar Erdogan Bebaskan Masjid Al Aqsa Setelah Ubah Fungsi Hagia Sophia
Ambisi besar diusung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan usai resmi mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid.
Yunani melalui Menteri Pembangunan Pedesaan, Makis Voridis, melontarkan ancaman setelah Turki hendak mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
Voridis mengancam bakal menjadikan rumah Mustafa Kemal Ataturk, bapak Turki modern sekaligus presiden pertama, sebagai museum genosida.
Dalam wawancaranya dengan MEGA, Voridis mengatakan bahwa keputusan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengubah Hagia Sophia jadi masjid "menjijikkan".
Dia menekankan Ankara sama sekali tidak mempunyai ketertarikan untuk menjalin relasi positif dengan negara Barat maupun komunitas internasional.
"Kemarahan, kebencian, kesedihan, dan rasa penghinaan yang dalam terutama terjadi di Yunani," kata Voridis dikutip Greek City Times Minggu (12/7/2020).
Dia mengatakan, Hagia Sophia tidak sekadar bangunan kebudayaan, sekaligus simbol bagi Kekristenan dan Ortodox.
Voridis kemudian ditanya jawaban seperti apa yang bakal diberikan oleh Athena, setelah pengadilan Turki mencabut status museum pada Jumat (10/7/2020).
Dia menjawab yang paling cepat dan jelas adalah "simbol paling ekstrem" adalah mengubah rumah kelahiran Mustafa Kemal Ataturk di Thessaloniki sebagai museum genosida.
Dia kemudian menyatakan bahwa dunia seharusnya menyadari Turki menjadi ancaman stabilitas dunia, dengan Barat harus memberi pesan tegas.
"Kita harus menegaskan bahwa Erdogan benar-benar tak terkendali dan negara Barat akan segera menghadapinya," jelas Voridis.
Selain Voridis, koleganya, Menteri Luar Negeri Nikos Dendias juga meminta agar Komisi Eropa menyiapkan langkah tegas bagi Ankara.
Dia menuturkan, dia akan berusaha membawa permasalahan tersebut dalam pertemuan para menteri luar negeri Komisi Eropa Senin (13/7/2020).
Menurutnya, mencabut status Hagia Sophia dan mengubahnya menjadi masjid seharusnya mendapat perhatian Uni Eropa hingga PBB.
"Kami punya kewajiban konstitusional untuk melindungi hak kami. Yunani jelas akan melindungi kepentingannya, dan Uni Eropa harus mengakuinya," jelas Dendias.
Hagia Sophia dulunya merupakan katedral terbesar dunia yang dibangun pada masa Kaisar Bizantium, Justinian, sekitar 537 Massehi.
Sejak Konstantinopel jatuh ke tangan Sultan Mehmet II dari Turki Ottoman pada 1435, bangunan itu kemudian berubah menjadi masjid.
Mustafa Kemal Ataturk yang merupakan "Bapak Turki Modern" kemudian menjadikan Hagia Sophia sebagai museum pada 1935, sebelum dicabut oleh pengadilan Turki 2020 ini.
Respons Patriark Theodore II
Patriark Theodore II dari Alexandria, Mesir dalam sebuah pernyataannya pada Sabtu siang (11/7/2020) waktu setempat, mengatakan bahwa Turki telah menaruh duri besar dalam kehidupan bersama dan perdamaian antar-agama.
Patriark Theodore II Alexandria dan Seluruh Afrika itu mengungkapkan kesedihan mendalamnya soal perubahan status Hagia Sophia.
Paus sekaligus Patriark Alexandria dan Seluruh Afrika, Theodore II (kanan). (AFP/ALBERTO PIZZOLI)
Hagia Sophia, merupakan monumen Kristen bersejarah di Timur yang kini diubah statusnya oleh Pengadilan Turki kembali menjadi masjid seperti era Kekhalifahan Usmani.
"Turki telah menambah duri besar lain dalam hidup damai berdampingan antar-masyarakat dan antar-agama," ungkap Paus sekaligus Patriark Gereja Ortodoks Timur dan Seluruh Afrika itu.
Berikut ini pernyataan yang diungkap Patriark Theodore II atas perubahan status Hagia Sophia kembali menjadi masjid.
"Dengan sangat sedih dan prihatin, saya diinformasikan tentang perubahan monumen Kristen paling bersejarah di Timur, Hagia Sophia menjadi masjid.
Tantangan ini mengguncang segalanya dan memperkeruh keadaan yang sudah bermasalah dengan adanya wabah virus corona.
Sementara selama periode ini, kita semua harus berjuang bersama secara harmonis, melawan musuh pandemi yang tak terlihat, Turki malah menambah duri besar lain dalam hidup damai antara manusia dan agama.
Sementara itu, kita di Mesir menikmati kebebasan beragama dan hidup berdampingan dalam damai.
Presiden Mesir, Abdel Fattah El Sisi memberikan kita sertifikat untuk gereja-gereja Kristen, otoritas politik dan negara di negara kita secara bebas mengizinkan kita mengoperasikan gereja-gereja kita, memelihara mereka, merenovasi dan memperbagus mereka...
Di Turki, kita lihat hak-hak beragama dan budaya digunakan untuk tujuan lain, dan di atas segala-galanya, kita lihat sejarah telah diubah dan divisi baru telah dibuat untuk kepentingan pribadi. Dari kursi Santo Mark, kami berdoa supaya logika akan tetap menang dan kedamaian Allah akan menguasai seluruh dunia!"
Sementara itu, melansir Kantor Berita Athena (ANA), dari Yunani, Uskup Agung Leronymos menyatakan bahwa keputusan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid adalah suatu bentuk penghinaan.
"Instrumentisasi agama demi kepentingan partai politik, geopolitik dan geostrategis menunjukkan 'siapa' orang yang melakukannya.
Ini adalah penghinaan yang tidak hanya ditujukan kepada Ortodoksi dan Kekristenan, tapi juga secara umum, dan kepada seluruh umat manusia yang beradab, pada setiap orang yang berpikir tanpa memandang agama.
Tapi, percuma saja melawan atau protes pada sesuatu yang tak bisa dilawan karena itu hanya akan melukai diri kita sendiri," tandas Uskup Agung itu seraya mengutip salah satu ayat Acts 9:5 dari Alkitab.(*)
• Anggota DPRD Jateng PDP Corona Meninggal, 50 Orang Dewan dan Staf Jalani Rapid Test, Ini Hasilnya
• Ketua KPU Diduga Selingkuh Langsung Diberhentikan: Tak Bisa Jaga Kehormatannya
• Terpisah 17 Tahun saat Operasi Militer Aceh dan Tsunami, Bapak Anak Asal Banjarnegara Rindu Bertemu
• Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, 1 Tewas Kecelakaan Mobil Avanza di Tol Lampung, Ini Penyebabnya