Berita Duka
Kabar Duka, Penyair Sapardi Djoko Damono Meninggal
Kabar duka, penyair Sapardi Djoko Damono meninggal dunia. Sapardi Djoko Damono meninggal dikabarkan menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 09.17
TRIBUNJATENG.COM - Kabar duka, penyair Sapardi Djoko Damono meninggal dunia.
Sapardi Djoko Damono meninggal dikabarkan menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 09.17 WIB, Minggu (19/7/2020) pagi.
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Telah meninggal dunia sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono , di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan pada Minggu, 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB.
Semoga Alm. husnul khatimah. Aamiin YRA," isi pesan yang beredar di Grup WhatsApp.
Kabar tersebut juga disampaikan Pengurus Cabang Istimewa NU di Amerika, melalui akun Twitter @sahaL_AS.
"Sugeng tindak, Penyair 'Hujan Bulan Juni' Sapardi Djoko Damono. Semoga husnul khatimah," ujar Akhmad Sahal.
• Benarkah Palestina Sudah Dihapus dari Google Maps? Yang Muncul Israel
• AHY Dimungkinkan Jadi Juru Kampanye Gibran di Pilkada Solo 2020
• Soal Kemungkinan Maju Pilkada Solo 2020 Lewat Partai Lain, Ini Kata Achmad Purnomo
• Oknum Guru PNS & Pejabat di Banjarnegara Kepergok Dalam Kamar Losmen, Mengaku hanya Konsultasi
Sosok Sapardi Djoko Damono
Sosok Sapardi Djoko Damono merupakan penyair Indonesia angkatan 1970-an.
Sapardi Djoko Damono telah menghasilkan berbagai karya sastra berupa puisi, cerpen dan lain-lain.
Beberapa karya Sapardi Djoko Damono yang terkenal adalah puisi Hujan Bulan Juni, Yang Fana Adalah Waktu, Aku Ingin dan Pada Suatu Hari Nanti.
Puisi Hujan Bulan Juni
Mengutip Kemdikbud RI, puisi Sapardi Djoko Damono berjudul Hujan Bulan Juni dibuat berdasarkan pengalaman masa muda saat berada di Yogyakarta dan Surakarta (Solo).
Juni-Juli adalah masa libur mahasiswa. Ia selalu menjalani Juni yang kemarau dan kering dan tak pernah merasakan hujan di bulan-bulan tersebut.
Kumpulan puisi Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono diterbitkan pada 1994, yang memuat sebanyak 102 puisi yang ditulis pada rentang waktu 1964-1994.
Saat ini, kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
Berikut ini syair lengkap puisi Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono yang dibuat pada 1989:
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Puisi Yang Fana Adalah Waktu
Selain Hujan Bulan Juni, karya Sapardi Djoko Damono yang terkenal lainnya berjudul Yang Fana Adalah Waktu yang termuat dalam kumpulan sajak Perahu Kertas (1983).
Berikut ini syair lengkap puisi Yang Fana Adalah Waktu Sapardi Djoko Damono:
Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi.
Mengutip Gramedia, beberapa puisi romantis karya Sapardi Djoko Damono antara lain Aku Ingin dan Pada Suatu Hari Nanti dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni.
Berikut ini puisi Aku Ingin Sapardi Djoko Damono:
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sedangkan puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono berbunyi:
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini,
kau akan tetap kusiasati.
Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Puisi Sapardi Djoko Damono"
Nama Sapardi Djoko Damono tentu sudah melekat baik di hati para penikmat puisi.
Pujangga kelahiran Solo, 20 Maret 1940 ini sesungguhnya memang patut dijadikan panutan dalam kancah literasi Indonesia, sebab begitu banyaknya penghargaan dari dalam dan luar negeri yang ia tuai.
Sapardi Djoko Damono atau kini biasa disebut dengan SDD, tidak hanya dikenal melalui puisi-puisinya yang telah banyak dialihbahasakan.
Ia juga telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, fiksi, bahkan menerjemahkan karya sastra sejak 1969.
Senja usianya saat ini terbilang rentan untuk terkena penyakit khas orang tua, pikun.
Tapi Sapardi tidak ingin membiarkan hal itu melanda dirinya, sebab itulah ia tetap menulis biarpun itu sedang pukul 3 dini hari. (*Kompas.com/Tribun Jambi)
