Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

LP Maarif NU Akan Gugat UU Cipta Kerja ke MK: Kami Merasa Dibohongi DPR

Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU) akan menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tribun Jateng/ Mamdukh Adi Priyanto
Ilustrasi - Suasana aksi demo buruh tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI.

Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU) akan menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu dilayangkan setelah pihaknya menemukan pasal yang berkaitan dengan pendidikan pada undang-undang Omnibus Law alias sapu jagat tersebut.

Cerita Korban Selamat Kecelakaan Mobilio di Sleman: Ada Congyang Hingga Sopir 5 Kali Hampir Menabrak

PDIP Vs Demokrat Soal UU Cipta Kerja, Suara Gibran di Pilwakot Solo Tergerus? Ini Jawaban Pengamat

Ternyata Api Abadi Mrapen Sering Dipadamkan, Kini Padam Total & Dicari Cara Hidupkan

Baru 2 Bulan Syuting Sinetronnya Tamat, Kiki Farrel Curhat dan Sampaikan Salam Perpisahan

"Apalagi sudah diketok (diputuskan) begini, ya wajib judicial review tentu.

Jika yang lain tidak melakukannya, kami akan melakukannya sendiri ya," ujar Ketua LP Ma’arif NU Arifin Junaidi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Selain berencana menggugatnya ke MK, LP Ma’arif NU juga berencana melakukan pendekatan politik, baik dengan eksekutif maupun legislatif agar UU Cipta Kerja itu direvisi.

"Karena saya kita ini bukan semata-mata masalah hukum," lanjut dia.

LP Ma’arif NU merasa cukup kecewa lantaran masih ada pasal yang berkaitan dengan pendidikan pada UU Cipta Kerja.

Apalagi, DPR beberapa waktu lalu sudah menyatakan klaster pendidikan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja saat masih berupa rancangan.

"Jelas kami ini sangat kecewa karena sebelumnya kan kami bersama penyelenggara pendidikan yang lain, Muhammadiyah, TamanSiswa dan lain-lain sudah mengajukan keberatan bahwa pendidikan masuk di rezim investasi," ungkap Arifin .

"Kami terus terang sangat kecewa, kami merasa dibohongi oleh DPR, Komisi X yang sudah menyatakan didrop.

Setelah kami merasa tenang karena sudah didrop, eh ternyata diketok juga," lanjut dia.

Menurut Arifin, dengan adanya pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja, sama saja memasukan pendidikan dalam komoditas yang diperdagangkan.

Adapun pasal yang dimaksudkan, yakni dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65.

Dalam Pasal 65 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.

Dalam UU Cipta Kerja, perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Definisi itu dimuat dalam Pasal 1.

Kemudian, Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah".

Arifin menjelaskan, Pasal 1 huruf D UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan mendefinisikan 'usaha sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Munurut Arifin, ketika pendidikan harus mengurus izin usaha, artinya pendidikan ini dianggap sebagai mencari keuntungan.

Padahal, di dalam pembukaan Undang-undang dasar (UUD) 1945, tujuan dari bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, pada pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa pendidikan itu adalah hak setiap warga negara.

"Nah di situ kami tak mencari keuntungan, tetapi kami sedang ingin mencerdaskan masyarakat dan memberikan hak pendidikan sebagai warga negara.

Kok kemudian dimasukan ke dalam rezim investasi?

Ini bagaimana?" ucap Arifin.

"Kalau misalnya dianggap sebagai usaha, ya nanti akan banyak sekali warga negara yang tidak memperoleh haknya," lanjut dia.

Arifin menyebut lembaga pendidikan Ma'arif NU menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah, termasuk yang berada di pelosok negeri.

"Kalau nanti harus mengurus izin, tentu kami tidak bisa, karena perizinan yang diatur dalam undang-undang ini rinciannya diatur di dalam peraturan pemerintah, tentu persyaratan-persyaratannya karena mencari keuntungan sangat berat, tidak bisa dipenuhi oleh sekolah-sekolah dan madrasah kami," ujar Arifin.

Diberitakan sebelumnya, dalam rapat Panja Baleg DPR, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan sektor pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja.

Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja yang digelar pada Kamis (24/9/2020).

Kendati demikian, DPR telah mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang.

Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.

Adapun sektor pendidikan tetap dimasukan DPR dan pemerintah dalam draf final UU Cipta Kerja. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Merasa Dibohongi DPR, LP Ma’arif NU akan Gugat UU Cipta Kerja ke MK"

UU Cipta Kerja Disahkan, Wakil Ketua DPR RI: Kalau Tidak Percaya, Nanti saat Pemilu Jangan Dipilih!

Pemerintah Indonesia Amankan 2 dari 10 Kandidat Vaksin Covid-19 di Dunia

Serikat Pekerja Medis Kritik Kostum Perawat Jennie Blackpink dalam Video Lovesick Girls

Rachel Maryam Sudah Bisa Bertemu Bayinya Setelah Lewati Masa Kritis, Suami: Dia Sangat Bahagia

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved