UU Omnibus Law Cipta Kerja
Refly Harun Kecam Isi Omnibus Law Cipta Kerja: Hanya Iblis yang Membuat UU Seperti Ini
Refly Harun menyoroti hak-hak pekerja di undang-undang Cipta Kerja. Refly mengecam isi undang-undang yang merampas hak pekerja.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Refly Harun menyoroti hak-hak pekerja di undang-undang Cipta Kerja.
Hal itu disampaikan Refly Harun di Youtube Channel miliknya yang diunggah pada Selasa (6/10/2020).
Refly Harun mengatakan Omnibus Law ini sudah diwacanakan Presiden Jokowi sejak dilantik menjadi presiden pada periode kedua.
Refly Harun mengatakan proses pembahsan Omnibus Law di saat pandemi seperti ini tidak terbuka.
"Proses pembahasan Omnibus Law ini tidak terbuka, DPR tidak mendengarkan aspirasi masyarakat, DPR dan pemerintah menyetujui RUU Omnibus Law, karena memang presiden ngebet.
• Cerita Korban Selamat Kecelakaan Mobilio di Sleman: Ada Congyang Hingga Sopir 5 Kali Hampir Menabrak
• Kecelakaan Karambol di Boyolali, Evakuasi Berlangsung Dramatis
• PDIP Vs Demokrat Soal UU Cipta Kerja, Suara Gibran di Pilwakot Solo Tergerus? Ini Jawaban Pengamat
• Update Kondisi Terkini Korban Kecelakaan Maut di Wonosobo
Kalau sudah disahkan DPR dan pemerintah, maka secara teknis RUU itu pasti menjadi UU dan akan berlaku
"karena konstitusi kita mengatakan kalau RUU sudah disahkan bersama, tanpa ada tanda tangan presiden pun, 30 hari sejak persetujuan, RUU itu sudah sah menjadi Undang-undang dan wajib diundangkan," tulisnya.
Kemudian, Refly Harun menanggapi penolakan Omnibus Law yang dilakukan oleh KSPI.
Refly Harun menjelaskan memang negara-negara maju menggunaan upah perjam, tetapi upah pekerja itu sangat banyak.
"Misalnya di Amerika, satu jam bisa mendapatkan 50 dollar, misal dikali 8 jam sudah berapa juta rupiah perhari," ujarnya.
Refly Harun lalu menyebut hal itu mungkin tidak bisa berlaku di Indonesia.
"Itu di Amerika, tapi sayangnya di negara kita, upah per jam berapa," ujar Refly Harun.
Refly Harun lalu menyoroti kebijakan pemberian upah minum provinsi (UMK).
Menurutnya, hal itu cukup merugikan pekerja.
Tak hanya itu, Refly Harun menyoroti soal tidak adanhya sanksi bagi pengusahan yang tidak memberikan upah dibawah UMP.