Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Omnibus Law UU Cipta Kerja

Tuduhan Naskah UU Cipta Kerja Diubah Seusai Disahkan, Mahfud MD: Ini Serius Harus Dijawab DPR

Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi polemik naskah UU Cipta Kerja yang beredar dengan beragam versi.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
Tribunnews.com
Tudingan Naskah UU Cipta Kerja Diubah Seusai Disahkan, Mahfud MD: Ini Serius Harus Dijawab DPR 

TRIBUNJATENG.COM- Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi polemik naskah UU Cipta Kerja yang beredar dengan beragam versi.

Hal itu Mahfud MD sampaikan di akun Youtube Karni Ilyas Club, diunggah Minggu (18/10/2020).

Karni Ilyas awalnya menanyakan soal naskah UU Cipta Kerja yang asli.

Karena sejak disahkan pada Sidah Paripurna beberpaa pekan lalu, banyak beredar draft UU Cipta Kerja.

Menurut Karni Ilyas, itu membuat publik curiga bahwa naskah UU Cipta Kerja milik Presiden berbeda dengan yang disahkan DPR.

"Sekarang lepas dari isinya, sampai kemarin perdebatan kontroversi di publik soal naskah ada 4 versi yang beredar, semalam juga jadi perbincangan, dan kemudian naskah yang betul final sampai kemarin DPR belum terima, sehingga ada tuduhan yang diajukan ke Presiden berbeda dengan yang diputuskan di Paripurna," kata Karni Ilyas.

Mendengar ucapan Karni Ilyas, Mahfud MD lantas mengaku ia memiliki 6 versi naskah UU Cipta Kerja.

Mahfud MD mengaku tengah mengkaji semua versi naskah UU Cipta Kerja.

"di meja saya tuh ada naskah 6 versi, saya mulai dari yang eksekutif, saya punya 4 di meja saya,kenapa, karena memang semula Undang-Undang 970 atau berapa setelah beredar di masyarakat diprotes, berubah jadi tebal, diprotes lagi berubah lagi, sehingga yang versi Pemerintah pun itu sudah beberapa kali diubah sebelum masuk ke DPR, di DPR pun berubah pasal 170 diubah pasal ini diubah terus berubah, " kata Mahfud MD ke Karni Ilyas.

Mahfud MD lalu mempertanyakan tindakan DPR setelah ketuk palu mengesahkan UU Cipta Kerja.

Mahfud MD mempertanyakan apakah setelah UU Cipta Kerja itu disahkan,apakah ada perubahan lagi atau tidak.

Namun, Mahfud MD mengaku ia mendengar bahwa UU itu tidak diubah seusai disahkan di DPR.

"Memang yang agak serius bagi saya yang harus dijawab DPR itu, sesudah palu diketok itu apa benar sudah berubah apa soal teknis, yang saya dengar itu tidak berubah," ujarnya.

terkait dengan ketebalan Omnibus Law, Mahfud MD mengatakan ada perbedaan font dan ukuran tulisan sehingga ketebalannya berubah.

"Jadi semula dicetak dengan font tertentu yang lebih besar dengan spasi lebih besar menjadi 1035 sesudah font dikecilkan menjadi 812 halaman," jelas Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan untuk mengetahui kebenarannya bisa dicocokan dengan dokumen yang ada

"benar apa tidak kan bisa dicocokan saja kan mestinya ada dokumen untuk mencocokan itu," kata Mahfud MD.

Menurut Mahfud MD bila memang itu benar terjadi, maka UU Cipta Kerja bisa dibatalkan di Mahkamamah Konstitusi.

" kalau terpaksa itu misalnya benar terjadi itu berarti cacat formal, Mahkamah Konstitusi bisa membatalkan, Mahkamah Konstitusi waktu zaman saya pernah membatalkan seluruh Undang-Undang badan hukum pendidikan, hanya diuji 3 pasal karena formalistasnya salah kemudian jantungnya juga kena kita batalkan satu undang undang, zaman pak Jimmly juga begitu, uu kkr dibatalkan," jelas Mahfud MD.

Maka dari itu, kata Mahfud MD, DPR harus menjelaskan soal tindakan setelah ketuk palu pada UU Cipta Kerja.

"itu bisa saja Mahkamah Konstitusi melakakan itu, oleh sebab itu DPR harus jelas, DPR harus menjelaskan sesuah ketuk palu apa yang terjadi itu kan diluar pemerintah," kata Mahfud MD.

Menurutnya penting bagi DPR untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi pada naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut setelah disahkan.

Banyak hoaks beredar

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan banyak hoaks yang beredar soal UU Cipta Kerja.

"Misalnya, pesangon tidak ada, itu tidak benar, pesangon ada.

Dibilang tidak ada cuti haid, cuti hamil dan sebagainya, di sini (UU Cipta Kerja) ada," ujar Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (8/10/2020).

"Dibilang mempermudah PHK, itu tidak benar.

Justru PHK harus dibayar kalau belum putus," sambung dia.

Dia menyatakan, di dalam UU Cipta Kerja terdapat aturan mengenai adanya jaminan ketika seorang pekerja kehilangan pekerjaannya.

Namun demikian, menurut Mahfud, banyak hoaks berseliweran yang menjadikan informasi mengenai aturan jaminan kehilangan pekerjaan di UU Cipta Kerja menjadi bias.

Tak hanya itu, ia juga mempersoalkan anggapan adanya upaya komersialisasi pendidikan dalam aturan sapu jagat tersebut.

Ia menyatakan, aturan mengenai sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja sudah dicabut setelah adanya masukan dari masyarakat.

"Di situ, dunia pendidikan hanya diatur dalam pasal yang justru mempermudah pendidikan lembaga nirlaba, malah dibalik di berita-berita," kata dia.

Aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung di sejumlah daerah.

Mereka yang berunjuk rasa terdiri dari buruh, mahasiswa, pelajar, hingga elemen masyarakat lainnya.

Para demonstran menuntut pembatalan UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR melalui rapat paripurna pada Senin (5/10/2020).

Pesangon

Seperti yang dikatakan Mahfud, pesangon tak dihilangkan di UU Cipta Kerja.

Namun pemerintah dan DPR sepakat mengubah perhitungannya dari UU Ketenagakerjaan.

Dalam UU Cipta Kerja besaran nilai maksimal pesangon yang didapatkan pekerja sebesar 25 kali upah yang terdiri atas 19 kali upah bulanan buruh, serta 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

Sementara di UU Ketenagakerjaan No 13/2003, besaran nilai maksimal pesangon yang bisa didapatkan buruh mencapai 32 kali upah.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved