Penanganan Corona
Kisah Dokter Galih, Pernah Terpapar Covid-19 hingga Takut Menulari Orang Terdekat
Gadis bernama Galih Puspitasari yang betugas sebagai dokter di RSUD Soetijono Blora memang berisiko tinggi tertular Covid-19.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, BLORA – Kekhawatirannya memuncak saat dia dinyatakan terpapar Covid-19. Semata-mata tidak hanya dirinya yang harus menanggung rasa sakit akibat gejala yang disebabkannya. Lebih dari itu, kemungkinan buruk ketika virus itu menular kedua orangtua dan neneknya.
Gadis bernama Galih Puspitasari yang betugas sebagai dokter di RSUD Soetijono Blora memang berisiko tinggi tertular Covid-19.
Sebagai dokter jaga di instalasi gawat darurat dia memang orang pertama yang menangani ketika ada pasien datang.
Baca juga: Keluarga Izinkan Molah Dibunuh dengan Syarat Tidak Pakai Senjata Tajam
Baca juga: Harga Emas Antam di Semarang Hari Ini Rp 957.000 Per Gram, Berikut Daftar Lengkapnya
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka Kota Semarang Mulai Januari 2021, Tetap Perketat Protokol Kesehatan
Baca juga: 1 Tahun Siswi SMP Ini Diperkosa 10 Pria, Pelaku Tetangga hingga Tokoh Masyarakat, Ini Kesaksiannya
Awal April 2020, dia mengalami demam hebat. Suhu tubuhnya mencapai 41,5 derajat celsius. Saat itu dia sudah menduga jika virus corona telah bersarang di dalam tubuhnya.
Dugaan ini cukup beralasan, sebab beberapa hari sebelumnya dia menangani pasien dengan gejala mirip penderita Covid-19.
Dugaan itu seketika disingkirkan sebelum ada pembuktian secara medis. Namun, dia sudah mulai berhati-hati dengan tidak menjalin kontak langsung dengan anggota keluarganya.
Sebagai anak bungsu dari pasangan Dwilah Hernuwati dan Seneng Iswanto, Galih kini tinggal bersama keduanya yang sudah lanjut usia berikut neneknya yang usianya sekitar 90 tahun.
“Mereka semua ini sudah lansia. Tentu saya khawatir,” ujar Galih saat ditemui di kediamannya di Jalan Cimanuk Nomor 5, Blora.
Galih mencoba menenangkan diri dengan beristirahat di rumah. Dugaan lain yang sempat terbersit di pikirannya karena kecapekan hingga akhirnya demam hebat hinggap di tubuhnya.
“Sebelumnya saya sering bolak-balik Blora-Yogya. Soalnya ibu sedang perawatan di RS Sardjito. Kemudian awal pandemi juga sering rapat terkait pelayanan di rumah sakit. Dari itu saya menduga kecapekan,” ujar gadis 33 tahun.
Selama beberapa hari istirahat di rumah, memang dia benar-benar berada dalam kamar.
Kebutuhannya selalu diantar langsung ke kamar. Selama itu pula demamnya tidak kunjung reda.
Obat penurun panas telah dikonsumsi. Namun hanya mampu membuat suhu tubuhnya dari yang semula 41,5 menjadi 39 derajat celsius.
“Ternyata masih tinggi juga demam saya,” ujar dia.
Sedianya sejak demam dia telah mengomunikasikannya dengan sesama dokter di RSUD Soetijono. Sejak saat itu juga dia disarankan untuk sejenak istirahat dan menjalani sejumlah tahapan uji laboratorium.