Berita Pati
Lestarikan Khazanah Sejarah Syekh Ahmad Mutamakkin, Muda-Mudi Kajen Dirikan Komunitas Kanjengan
Sekelompok pemuda di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Pati mendirikan Kaneman Kajen Jonggringan, disingkat Kanjengan.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Didorong semangat untuk menguri-uri kampung halaman dan berkhidmat pada Syekh Ahmad Mutamakkin, sekelompok pemuda di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, mendirikan Kaneman Kajen Jonggringan, disingkat Kanjengan.
Sebagaimana makna kata "kaneman", wadah ini me

rupakan kumpulan para muda-mudi Desa Kajen.
Sementara, “jonggringan” diambil dari istilah Jonggring Seloka, tempat bersemayamnya para dewa. Tempat penyucian, penggodokan, dan pangleburan, kawah candradimuka.
Diresmikan 2 September 2020 lalu, Kanjengan merupakan wadah para anggotanya untuk menggali khazanah sejarah, keilmuan, maupun ajaran-ajaran luhur Syekh Ahmad Mutamakkin, sosok waliyullah yang berdakwah dan dimakamkan di Kajen.
Kanjengan bernaung di bawah Perpustakaan Mutamakkin, komunitas budaya yang berdiri sejak 2014 lalu.
Ketua Perpustakaan Mutamakkin, Ganu Yahya, menjelaskan bahwa ide untuk mendirikan Kanjengan awalnya muncul akibat kondisi bulan Syuro di Kajen yang berbeda dari sebelumnya akibat pandemi Covid-19.
“Biasanya, setiap Syuro masyarakat Kajen memperingati haul Mbah Mutamakkin. Ada berbagai rangkaian acara untuk memperingati perjuangan Sang Wali. Seperti tahlilan, buka selambu, hingga karnaval keliling kampung yang melibatkan khalayak ramai. Akibat pandemi, peringatan haul digelar secara terbatas,” papar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunjateng.com, Jumat (27/11/2020).
Pada bulan Syuro pula, lanjut Ganu, Perpustakaan Mutamakkin biasanya menggelar berbagai acara. Di antaranya pameran buku, diskusi, maupun pengajian. Tujuannya tak lain adalah ikut memperingati perjuangan Al-Mutamakkin.
Tahun ini, terpaksa Perpustakaan Mutamakkin tidak menggelar apa-apa. Namun, komunitas ini tak kehabisan akal.
Pada 2 September 2020 lalu, mereka kembali berkumpul merumuskan peta jalan sebuah gerakan kebudayaan, yang akhirnya melahirkan wadah bernama Kanjengan.
“Wadah baru ini lebih spesifik digunakan sebagai arena berkarya di ranah intelektual dan kebudayaan. Khususnya menggali khazanah sejarah, keilmuan, maupun ajaran-ajaran luhur Mbah Mutamakkin,” terang dia.
Ia menambahkan, Kanjengan juga memiliki misi untuk menggali khazanah keilmuan dan riwayat para sesepuh Desa Kajen dan sekitarnya.
“Sebagai Kota Santri, tentunya Kajen menyimpan banyak hal yang perlu digali dan dilestarikan,” ujar dia.
Koordinator Kanjengan, Farid Abbad, mengatakan bahwa dalam perjalanannya Kanjengan telah menggelar sejumlah kegiatan, antara lain menelusuri manuskrip dan artefak di Desa Kajen, diskusi bulanan, workshop, serta menerbitkan buletin bulanan.