Berita Regional
Kisah Peraih Kalpataru, Sarjana MIPA Ini Pilih Jadi Pemulung hingga Kecewakan Sang Ibu
Ia akhirnya nekat membuat keputusan ekstrem. Ia menjadi pemulung sampah di Saguling dan pinggir aliran Sungai Citarum.
TRIBUNJATENG.COM, BANDUNG – Bening Saguling Foundation, yayasan yang didirikan dan dipimpin oleh Indra Darmawan (48 tahun), meraih Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan.
Anugerah itu diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas jasa Bening Saguling Foundation menyelamatkan lingkungan Citarum, sungai yang disebut World Bank sebagai yang terkotor di dunia pada 2018.
“Ini Kalpataru pertama untuk Kabupaten Bandung Barat,” ujar Indra kepada Kompas.com di kediamannya, Kampung Babakan Cianjur, Cihampelas, pada awal Januari 2021.
Baca juga: Bendera Merah Putih Dikibarkan Demonstran di Capitol Hill, Ternyata Bukan Bendera Indonesia
Baca juga: Fakta Baru Kematian Chacha Sherly, Bukan Kecelakaan Beruntun, Sopir Jadi Tersangka
Baca juga: Viral Mobil Kijang Innova Bensin Diisi Solar di SPBU: Untung Mesin Belum Dinyalakan
Baca juga: Aturan PSBB di Surabaya 11-25 Januari: Gelar Operasi Besar-besaran Hingga Usul Diskresi
Indra mengatakan, ada 170 peserta se-Indonesia yang diusulkan ke KLHK.
Dari jumlah itu, tersaring 20 peserta untuk diwawancara dan dicek ke lapangan.
Kemudian, diambil 10 peserta hingga akhirnya diumumkan siapa penerima Kalpataru.
Pria kelahiran Bandung 7 Maret 1972 ini tidak mengetahui pasti indikator penilaian KLHK.
Namun, kegiatan yayasannya mencakup rencana aksi global (SDG’s), pemberdayaan, pendidikan, luas wilayah dan dampak kepada lingkungan dan masyarakat yang tinggi.
Mengolah eceng gondok
Adapun salah satu kegiatannya mengatasi persoalan eceng gondok di Citarum. Saat ini luasan eceng gondok di Citarum mencapai 80 hektar.
Hal itu mengkhawatirkan, karena eceng gondok bisa mengurangi jumlah oksigen dalam air, sedimentasi, mengurangi jumlah air, mengganggu lalu lintas di perairan dan lainnya.
Untuk itu, ia bersama pemulung lainnya mengambil sampah dan eceng gondok, kemudian mengelolanya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai.
“Tapi untuk eceng gondok tidak semua diambil, karena eceng gondok juga berfungsi menangkap polutan logam berat dalam air,” kata dia.
Eceng gondok ini disulap menjadi produk zero waste atau nol sampah.
Batangnya dibuat kerajinan, sementara akarnya menjadi media tanaman.