Opini
Mengawal Daftar Pemilih Berkelanjutan untuk Songsong Pemilu dan Pilkada Serentak 2024
Penyusunan Daftar pemilih berkelanjutan merupakan terobosan untuk menyajikan data pemilih yang valid dan akurat pada Pemilu dan Pilkada serentak 2024
Nining Susanti, S.Sos.I, M.I.Kom (Komisioner Bawaslu Kota Semarang)
GELARAN Pilkada 2020 telah usai. Namun masih teringat dalam benak bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi terkait Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Serentak tahun 2020, tercatat 16 daerah yang berdasarkan amar putusan MK diinstruksikan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Pemungutan suara ulang ini dilakukan untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur seperti di Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Jambi. Sisanya untuk pemilihan Bupati Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota seperti di Kota Banjarmasin, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Teluk Wondana, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Boven Digoel.
Salah satu pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi terkait hal ini adalah karena di beberapa wilayah ditemukannya permasalahan daftar pemilih tetap yang tidak valid dan akurat sehingga mempengaruhi hasil pemungutan suara. Dampaknya tahapan pemungutan dan penghitungan suara harus diulang.
Membincang data pemilih di Indonesia memang sebuah isu yang menarik dan dinamis. Di Indonesia untuk bisa menjadi pemilih, Warga Negara Indonesia (WNI) yang memenuhi syarat akan didata untuk dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jika pemilih tidak terdaftar dalam DPT, akan tetapi mempunyai KTP elektronik, pada hari H masyarakat bisa menggunakan hak konstitusionalnya pada pukul 12.00 keatas di tempat pemungutan suara dengan memperhatikan ketersediaan surat suara.
Berbeda kasusnya, jika pemilih terdaftar dalam DPT, namun hingga hari H tidak mempunyai KTP elektronik dan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Jika pemilih kategori ini menggunakan hak suaranya, maka kondisi ini bisa menjadi potensi dilakukannya pemungutan suara ulang seperti yang terjadi di Propinsi Jambi pada Pilkada 2020.
Fakta ini sekali lagi menunjukkan kepada kita, betapa urgent dan signifikannya pengawasan di tahapan penyusunan daftar pemilih. Sementara tahapan ini selalu saja senyap, minim pengawasan dari unsur masyarakat, termasuk dari partai politik. Hanya Badan Pengawas Pemilu yang secara kontinue serta rigit mengawasi dari hulu hingga hilir dengan berbagai saran perbaikan dan rekomendasi disertai dengan data-data yang valid dan terukur.
Salah satu kebijakan untuk mengurangi carut marutnya daftar pemilih dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal 202 ayat (1) diatur mengenai penyusunan daftar pemilih berkelanjutan yang menjadi tugas dan kewajiban dari Komisi Pemilihan Umum.
Terkait hal ini, pasca penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 Badan Pengawas Pemilu telah menginstruksikan jajaranya untuk melakukan pengawasan penyusunan data pemilih berkelanjutan yang sedang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota se Indonesia. Hal tersebut selaras dengan pasal 96 huruf d, pasal 100 huruf e, dan pasal 104 huruf e UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Daftar pemilih berkelanjutan adalah proses pemutakhiran dan pemeliharaan daftar pemilih yang dilakukan terus menerus di luar tahapan Pemilu /Pilkada. Secara normatif pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat, yakni saat Pemilih meninggal dunia, pindah domisili, pindah kewarganegaraan, pindah status menjadi TNI/Polri akan di coret dari Daftar pemilih. Atau bisa juga karena kehilangan hak politiknya dengan putusan hakim yang sudah incraht. Begitupun sebaliknya pemilih baru akan ditambahkan dalam daftar pemilih berkelanjutan.
Tujuannya yaitu untuk memperbarui data pemilih agar mempermudah proses pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih pada pemilu/pilkada berikutnya.
Berdasarkan SE KPU No 366 Tahun 2021 Proses penyusunan daftar pemilih berkelanjutan dilakukan oleh KPU Kabupaten/kota setiap bulan sementara rekapitulasi di lakukan per 3 (tiga) bulan sekali dan untuk tingkat KPU Propinsi rekapitulasi dilakukan per 6 (enam) bulan.
Problematika Data Pemilih Berkelanjutan
Kebijakan penyusunan daftar pemilih berkelanjutan, bisa menjadi salah satu solusi untuk perbaikan kualitas DPT di Indonesia. Jika proses ini berjalan secara maksimal.
Namun demikian pada kenyataannya terdapat beberapa problematika untuk memaksimalkan proses penyusunan data pemilih berkelanjutan yakni sebagai berikut, Pertama, dari sisi regulasi, KPU seyogyanya segera mengesahkan peraturan teknis penyusunan daftar pemilih berkelanjutan yang saat ini draft PKPU-nya telah selesai dilakukan uji publik dan telah selesai dibahas dengan komisi II. Langkah ini perlu segera dilakukan agar ada kepastian hukum terkait prosedur dan tata cara penyusunan Daftar pemilih berkelanjutan meskipun KPU sudah mengeluarkan surat edaran no 132 tahun 2021 tentang pemutakhiran data pemilih berkelanjutan tahun 2021.
Aspek lain dari regulasi, hingga saat ini belum ada norma hukum yang mengatur dan memberi kepastian apakah pada tahapan pemutakhiran data pemilih pemilu serentak tahun 2024, data yang digunakan adalah data pemilih berkelanjutan yang secara stimultan telah dimutakhirkan pada tahun-tahun sebelumnya atau akan tetap menggunakan daftar pemilih penduduk potensial (DP4) yang diberikan oleh Kementrian Dalam Negeri seperti pada Pemilu/Pilkada sebelumnya.