Khotbah Jumat
Khutbah Jumat Singkat Menjadi Manusia Rahmah
Berikut materi khutbah jumat singkat dengan tema Menjadi Manusia Rahmah yang dikutip dari YPKPI Masjid Raya Baiturrrahman Simpanglima Semarang.
Penulis: Muhammad Khoiru Anas | Editor: abduh imanulhaq
"Aku tidak mengutusmu (hai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam."
Ibnu Abbas dalam Tafsir Al Thabari (Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ay Alquran) menyebut bahwa kerahmatan Allah meliputi orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.
Hal ini semakin mengukuhkan bahwa Allah adalah zat Maha Kasih dan Maha Sayang.
Kasih dan sayang-Nya tidak terbatas serta tidak terkhususkan pada seseorang atau kelompok tertentu.
Alquran menggambarkan betapa rahmat Allah sangatlah luas, bahkan mengatakan;
"Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat. Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman; Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (Surat Al A’raf ayat 156)
Para ahli tafsir (mufassirun) menyepakati bahwa fungsi kerahmatan ditegaskan Nabi Muhammad SAW dengan salah satu sabdanya;
"Aku diutus Tuhan hanya untuk menyempurna-kan akhlak yang luhur(Innama bu’itstu li utammima makarim al-akhlaq)."
Akhlak luhur atau mulia yaitu norma-norma kemanusiaan universal.
Seperti menyenangkan orang lain, menghormati, tolong-menolong atau menghargai orang lain.
Nabi Muhammad pernah ditanya mengapa tidak mengutuk orang-orang kafir Quraisy yang menolak ajaran Islam?
Nabi menjawab;
"Aku tidak diutus untuk mengutuk orang melainkan untuk memberi rahmat."
Karena itu, para sahabat menyebut Nabi sebagai orang tidak suka berkata-kata buruk, apalagi mengutuk atau merendahkan orang lain.
"Rasulullah SAW bukanlah orang yang biasa mengucapkan kata-kata jorok, bukan pengutuk dan bukan pula tukang caci maki." (HR Muslim dari Anas)
Dalam Surat Ali Imran ayat 159 Allah SWT memberikan kesaksian terhadap kepribadian Nabi SAW yang agung.
Allah SWT mengatakan yang artinya :
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."
Firman Allah diatas menggambarkan dengan jelas bahwa Nabi Muhammad adalah orang berhati lembut dan tidak berlaku kasar terhadap orang lain, termasuk kepada mereka yang menolak agamanya.
Allah bahkan menegaskan bahwa penyebaran agama (dakwah) dengan cara-cara kekerasan justru bukan hanya gagal.
Melainkan juga membuat orang lain lari dan menimbulkan kebencian.
Tuhan bahkan menyuruh Nabi agar memaafkan mereka yang bertindak kasar terhadapnya.
Perbedaan pandangan dalam masyarakat atas suatu masalah, menurut ayat tersebut tidak diselesaikan dengan cara menang sendiri atau kekerasan, melainkan dengan jalan musyawarah dan dialog.
Perbedaan dalam pemahaman, pemikiran atau praktik keagamaan tentunya akan selalu ada, terlebih dalam bidang hukum Fiqih.
Tetapi dalam menyikapi perbedaan tersebut tentu kita harus mencontoh para ulama (salaf as-shalih) yang menggunakan akhlak dan etika baik seperti yang dicontohkan, Ibn Hajar al-Haytami.
Dalam menyikapi perbedaan, beliau pernah berkata;
‘Madzhabuna shawab yahtamilu al-khatha. Wa madzhabu ghayrina khata yahtamilu al-shawab'.
Aartinya ‘Mazhab kami benar, mengandung kekeliruan, dan mazhab selain kami keliru, mengandung kebenaran'.
Perkataan tersebut banyak dikutip, baik oleh mujtahid maupun muqallid yang tercantum diberbagai kitab fikih maupun ushul fikih.
Ibn Hajar mengutipnya dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra.
Sedangkan Al-Thahthawi menjelaskan kandungan makna ungkapan perkataan di atas sebagai berikut;
Yang dimaksud ialah bahwa pendapat imam kami itu benar, baginya dengan kemungkinan salah.
Karena setiap mujtahid mencapai kebenaran dan kadang-kadang sekaligus salah.
Adapun dalam pandangan kita, setiap mujtahid dari para imam mazhab yang empat benar dalam ijtihadnya.
Setiap pengikut mazhab mengucapkan kalimat ini ketika ditanya tentang mazhabnya dengan mengikuti ucapan imam yang diikutinya.
Tindakan yang dimaksud itu mewajibkan pengikut imam untuk meyakini kekeliruan mujtahid lain yang tidak mereka ikuti.
Sungguh luar biasa akhlak ulama-ulama terdahulu.
Perbedaan tidak dijadikan pertikaian justru dijadikannya rahmat dan saling menghargai antar satu dengan yang lainnya.
Tidak mengklaim bahwa dirinyalah paling benar, dengan menyesatkan dan mencaci maki orang yang dianggap berbeda pemikiran dengannya.
Itulah akhlak orang-orang berilmu.
Pesan yang disampaikan dalam khutbah ini adalah:
1) Marilah kita menjadi pribadi-pribadi muslim yang rahmah, dengan cara beragama secara Islam.
Islam menebarkan kasih sayang, Islam menyemaikan perdamaian, Islam mengajak kepada keadilan dan kesamaan.
2) Mari kita contoh Nabi Muhammad SAW.
Nabi kita tercinta, Nabi yang dalam keseharian-nya tidak pernah berbiat kekerasan, tidak pernah membuat orang lain sakit hati, tidak pernah mengajak atau memerintahkan orang lain sesuatu, kecuali beliau sudah mempraktikkannya terlebih dahulu.
3) Mari kita selesaikan masalah, problem, dan perbadaan yang terjadi di antara kaum muslimin.
Di antara masyarakat dengan cara baik dan santun dengan model musyawarah dengan tetap memegang semangat menghargai pendapat orang lain serta tidak menyalahkannya.
Khutbah II
بارك الله لى ولكم فى القران العظيم ونفعنى واياكم بما فيه من الايت والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم.
واستغفرالله العظيم لى ولكم ولوالدى ولوالد يكم ولسائرالمسلمين والمسلمات فاستغفروه فيا فوزالمستغفرين ويا نجاة التا ئبين
Demikian khutbah singkat ini, bermanfaat. (*)