Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kisah Bunga yang Menikah Masih di Bawah Umur: Sering Bertengkar karena Ego

Kendala lain, lanjut dia, muncul saat mengurus administrasi pernikahan karena usianya tak cukup sesuai aturan negara. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: m nur huda
Ilustrasi pernikahan(shutterstock) 

Penulis : Iwan Arifianto 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Praktik pernikahan anak di bawah umur masih banyak ditemukan di Kota Semarang. 

Ibu kota provinsi ini bahkan menduduki peringkat 15 dari 35 Kabupaten/Kota dari tingginya pernikahan anak di Jateng. 

Lantas bagaimana sebenarnya kondisi perempuan yang melakukan pernikahan anak. 

Baca juga: Belum Sempat Tawuran, Sekelompok Pemuda Masih di Bawah Umur Diamankan Warga

Baca juga: 176 Pasangan di Bawah Umur di Kota Semarang Ajukan Nikah Dini Sepanjang Januari-September 2020

Tribunjateng.com berkesempatan berbincang dengan Bunga (bukan nama sebenarnya) yang memilih menikah di bawah umur. 

Dia mengaku, menikah pada tahun 2018 saat masih duduk di bangku SMA. 

Kala itu usianya masih 17 tahun. 

Akibat pilihannya menikah usia muda dia memilih untuk berhenti bersekolah. 

Sedangkan suaminya ketika akan menikah baru menamatkan SMA. 

Menurutnya, tak mudah menikah di usia tersebut karena banyak tantangan dan kendala baik dari keluarga dan lingkungan. 

Dari keluarga khususnya orangtua awalnya tak menerima keputusannya.

Namun  pada akhirnya keluarga dapat  mendukung bahkan juga membantu proses pernikahannya. 

"Teman-teman  ketika tahu awalnya kaget  tetapi mereka support dari yang saya jalani ketika itu. 

Mereka juga seringkali tanya gimana sih kehidupan pengantin muda itu," ungkapnya kepada Tribunjateng.com, Sabtu (5/6/2021).

Kendala lain, lanjut dia, muncul saat mengurus administrasi pernikahan karena usianya tak cukup sesuai aturan negara. 

Hasil  musyawarah bersama diputuskan untuk melaksanakan pernikahan secara agama. 

"Ya, ngurus administrasi negara ribet karena umur belum cukup. 

Kami lalu pilih pernikahan secara agama saja," terangnya. 

Dia menilai, pengalamanya sejauh ini menikah muda terdapat dampak positif dan negatifnya. 

Bagi dia, sisi positif  menikah muda tiap pasangan bisa mengenal satu sama lain dengan lebih baik.

Belajar berdua untuk membangun sikap dewasa, dan lebih terarah untuk bagaimana ke depannya. 

Sebaliknya, pernikahan di usia tersebut banyak menimbulkan permasalahan. 

"Banyak masalah timbul karena mungkin sama-sama mengedepankan ego masing-masing," terangnya. 

Meski telah memilih untuk melangsungkan pernikahan anak, dia tak menyarankan orang lain untuk mengikuti jejaknya. 

Dia memiliki beberapa alasan agar pasangan lain tak melangsungkan pernikahan anak. 

Di antaranya persoalan finansial sebab pada usia remaja masih ada rasa ingin membahagiakan diri sendiri melalui hal yang disuka sehingga seringkali boros di keuangan. 

Padahal finansial remaja masih belum mapan.

Berikutnya sisi kesehatan juga harus menjadi pertimbangan. 

Usia muda belum didukung oleh sistem reproduksi yang baik sehingga dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi. 

Dia kembali menegaskan bagi pasangan di bawah umur ingin menikah muda harus dipikir ulang kembali. 

"Harus lebih banyak dipertimbangkan lagi
apakah sudah ada tempat tinggal, pakaian, dan makanan yang layak?.

Sudahkah dapat mengontrol emosi dengan baik? sudahkah mendapat penghasilan tetap yang mencukupi?," terangnya. 

Di sisi lain, dia meminta pernikahan anak tak perlu dilarang namun hanya perlu sosialisasi agar pasangan menghindarinya. 

Pandangannya menikah itu tak ada batasan usia selama sudah dipersiapkan seluruh yang dibutuhkan maka boleh saja menikah di usia yang dikehendaki. 

"Akan tetapi untuk pernikahan anak  lebih baik tidak disarankan untuk menghindari hal-hal yang tak dikehendaki," ucapnya. 

Sementara itu, berdasarkan data Kanwil Kemenag Provinsi Jateng, Tahun 2020 di Jateng terdapat 12.972 kasus.

Lima Kabupaten/Kota dengan perkawinan anak tertinggi meliputi Cilacap menempati posisi pertama dengan jumlah 1.019 kasus, Brebes 797,Banyumas 779, Pemalang 664, dan Grobogan 626. 

Kota Semarang menempati posisi 15 dengan 360 kasus.

Sedangkan data tahun 2021 hingga bulan April tercatat perkawinan anak 4.472 kasus. 

Posisi pertama diduduki Cilacap 334 kasus, Banyumas 287, Brebes 278,Grobogan 235, dan Pemalang 222. 

Kota Semarang menempati posisi 15 dengan angka perkawinan anak 126 kasus.

(Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved