Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Masa Kerja Perangkat Desa Bakal Sama dengan Kepala Desa 6 Tahun? Ini Penjelasannya

Provinsi Jawa Tengah menjadi sasaran uji sahih lantaran memiliki banyak desa dibandingkan provinsi lain.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: moh anhar
ISTIMEWA
Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Umbu Rauta (kedua kiri) saat mengikuti uji sahih perubahan UU Desa di Kantor DPD RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Kota Semarang 

Penulis: Mamdukh Adi Priyanto

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Komite I DPD RI tengah menjaring masukan dan saran dari berbagai pihak dalam uji sahih RUU Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Provinsi Jawa Tengah menjadi sasaran uji sahih lantaran memiliki banyak desa dibandingkan provinsi lain.

Ada sekitar 7 ribu lebih desa yang ada di Jateng.

Dewan Pengurus Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI) menyoroti sejumlah butir dalam draf perubahan beleid tersebut.

Terutama terkait status perangkat desa.

"Kami menyambut baik terkait adanya evaluasi dan penyempurnaan UU Desa. PPDI mendorong UU tersebut disempurnakan," kata Sekretaris Umum DPN PPDI, Budi Kristianto, Selasa (15/6/2021).

Baca juga: Sidak di Pasar Pecangaan, Ganjar Pranowo Traktir Belanja Pengunjung yang Tertib Protokol Kesehatan

Baca juga: Cegah Praktik Korupsi, Pemkab Karanganyar Gelar Sosialisasi Survei Penilaian Integritas

Baca juga: Satresnarkoba Polres Purbalingga Ringkus Dua Tersangka Pengedar Narkoba, Kulakannya Lewat Online

Namun, kata dia, ada beberapa poin yang dipersoalkan dalam draf tersebut.

Yakni terkait masa jabatan perangkat desa yang disamakan dengan jabatan kepala desa yakni selama enam tahun.

Padahal, lanjutnya, aturan UU diatasnya mengatur jika masa jabatan perangkat desa dibolehkan sampai batas usia 60 tahun atau mengundurkan diri.

"UU Desa harus memberikan kepastian status perangkat desa. Kemudian memberikan kepastian tentang masa jabatan perangkat desa, termasuk kepastian gaji perangkat desa yang setingkat PNS golongan 2A dengan disesuaikan masa kerja," ucap pria yang bekerja sebagai Perangkat Desa Urut Sewu, Ampel, Boyolali ini.

Dengan beleid baru tersebut, ia mendorong adanya penyempurnaan dan penguatan sistem pemerintahan desa.

Budi berharap UU nantinya akan memberikan kepastian status dan masa jabatan bagi perangkat desa, UU Desa dapat menjadi amanat anggaran APBN 20 persen bagi desa.

"Pengelolaan tanah bengkok melekat pada jabatan perangkat desa, karena itu menjadi bagian dari hak asal-usul desa dan pengakuan pada perangkat desa," ujarnya.

Sementara, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Umbu Rauta menuturkan, semua pendapat dan usulan dalam uji sahih draf perubahan UU Desa masih bisa ditampung.

Menurutnya, saat ini penyusunan draf masih sangat terbuka untuk diperdebatkan jika ada yang disampaikan atau memberikan masukan supaya aturan ini bisa sempurna.

Termasuk terkait masa jabatan perangkat desa.

"Draf ini bisa diubah, di-cancel atau bisa ditambahkan dengan sesuatu lain yang belum disampaikan. Masih sangat terbuka untuk diperdebatkan," jelas pria yang menyandang gelar doktor di bidang hukum ini.

Baca juga: Kecelakaan Beruntun di Bundaran Untan Pontianak Pagi Tadi 1 Meninggal

Baca juga: Menuju Banyumas Bebas Stunting 2024, Bupati Achmad Husein Meluncurkan Forum Jaga Stunting

Baca juga: Wali Kota Pekalongan Aaf: Ponpes Salafiyah Syafii Akrom Kita Lakukan Lockdwon Lokal

Dosen Fakultas Hukum UKSW ini menyoroti sejumlah hal atau aturan yang menarik dalam draf sebagai bahan perubahan UU Desa tersebut.

Semisal soal kewenangan, masa jabatan perangkat desa, hingga hakim perdamaian desa.

Soal masa jabatan perangkat desa, Umbu mengatakan pastinya perubahan aturan masa jabatan perangkat desa yang mengikuti kepala desa akan bergejolak terutama di kalangan perangkat desa.

Menurutnya, kepala desa merupakan jabatan politis yang habis masa jabatannya selama enam tahun.

Ini berbeda dengan perangkat desa.

Selain itu, ia juga menyoroti terkait pembentukan Hakim Perdamaian Desa yang dinilai bagus sebagai bentuk upaya penyelesaian persoalan dengan berbasis pada desa.

"Tapi harus hati-hati soal unsurnya siapa saja, perangkat desa, kades atau tokoh desa. Apakah hakim itu juga ex officio dengan jabatan kepala desa? Padahal bisa jadi ada tokoh desa lain yang berpengaruh dan dihormati serta berwibawa bagi masyarakat setempat," ujarnya.

Baca juga: Polda Jateng Siap Menambah Tenaga Kesehatan untuk Operasikan Tempat Isolasi Terpusat di Kudus

Baca juga: Kecelakaan Pikap Vs Motor di Demak Pandangan Pengendara Terhalang Asap Jerami

Baca juga: Ganjar Apresiasi Langkah Pemkab Pati Sewa Hotel untuk Tempat Karantina Pasien Covid-19

Selain itu, kata dia, perlu kekuatan yang mengikat soal hasil yang diputuskan Hakim Perdamaian Desa.

Jangan sampai selesai diputuskan namun tetap ke ranah hukum atau pengadilan. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved