PPKM Darurat
Sriyanto Saputro : Upaya Tekan Pasien Covid 19 di Jateng Jangan Membuat Masyarakat Bingung
Adanya pemberlakuan PPKM Darurat ini tentu berdampak besar bagi masyarakat terutama wong cilik.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Adanya pemberlakuan PPKM Darurat ini tentu berdampak besar bagi masyarakat terutama wong cilik. Sebelumnya, Gubernur Jateng memerintahkan lebih dari 7.000 RT melakukan lockdown karena tingginya kasus baru Covid-19. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan dan memutus mata rantai penularan virus corona.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Jateng Sriyanto Saputro menilai langkah-langkah itu harus dilaksanakan secara serius. Disertai petunjuk teknis yang jelas. Jangan sampai menimbulkan kebingungan masyarakat.
"Segala upaya untuk menekan Covid 19 di Jateng tentunya kita dukung. Tapi masyarakat jangan dibuat bingung.
Selama ini bila ada lockdown di tingkat RT, warga yang positif menjalani isolasi mandiri, mendapat bantuan sembako atau kebutuhan makan minum dari Jogo Tonggo. Padahal kalau isitilah lockdown, maka pemerintah harus menanggung kebutuhan hidup warga," kata Sriyanto, beberapa hari lalu.
Isolasi Mandiri
Fakta yang ada saat ini, bantuan pemerintah belum ada untuk pasien yang menjalani isolasi mandiri. Justru bantuan berasal dari Jogo Tonggo
. "Nah dengan adanya refocusing anggaran, maka jika benar-benar ada lockdown (PPKM Darurat) seharusnya anggaran dicairkan," ujar dia.
Tahun 2020 Pemrov Jateng merefocusing APBD hingga Rp 2 triliun lebih, dan tahun ini dilakukan hal yang sama, meski nominalnya belum terpublikasikan.
Sriyanto yang juga Sekretaris DPD Gerindra Jateng itu mengajak masyarakat menaati protokol kesehatan. Jangan sampai kondisi ini berlarut-larut, angka penularan makin tinggi, dan banyak yang meninggal.
Padahal segala upaya sudah dilakukan demi memutus mata rantai penularan. Jika masyarakat tidak mentaati prokes maka usaha PPKM Darurat pun akan sia-sia.
Semua elemen harus berkoordinasi, saling mendukung. Kondisi sudah begini. Satgas juga bertindak tegas. Semua itu demi kesehatan keselamatan masyarakat.
Mantan Ketua PWI Jateng itu juga mempertanyakan kenapa angka kasus positif Covid-19 sangat tinggi. Jangan-jangan standar penerapan indikator hanya berdasar rapid test antigen, bukan dengan PCR. Padahal orang yang positif saat rapid antigen, belum tentu saat jalani tes PCR akan positif. "Belum tentu. Maka kami minta standar ini diperjelas lagi," pintanya.
Susah Cari Makan
Terpisah, seorang warga Kota Semarang, sebut saja Ahmad Yani punya pengalaman menarik selama
penerapan PSBB di tempat tinggalnya. Ia mengaku harus pesan kamar hotel hanya untuk santap malam.