Berita Internasional
Dokter di Myanmar Sembunyi Ketakutan Diburu Junta Militer, Klinik Bawah Tanah Bantu Pasien Covid-19
Kondisi kudeta dan kekerasan junta militer tersebut kemudian mendesak para dokter bersembunyi untuk menghindari penangkapan.
“Kemarin dua pasien meninggal saat kami melakukan konsultasi karena kekurangan oksigen,” ujar dokter pria itu.
"Tanpa oksigen kita tidak bisa berbuat apa-apa," terangnya.
Dokter muda wanita di Yangon mengatakan ada 6 dari pasiennya tewas dalam satu hari pada pekan lalu, yang termuda berusia 49 tahun.
Dia mengunjungi pasien yang sangat sakit di rumah, tetapi merasa tidak berdaya dalam menghadapi krisis yang berkembang.
"Saya melihat pasien di rumah dan sangat memilukan melihatnya kesulitan bernapas.
Dia seperti tenggelam dalam air.
Dia tidak mendapatkan oksigen di paru-paru dan darahnya.
Setelah kunjungan, saya mendapatkan panggilan telpon dari keluarganya dan mereka mengatakan di telah tiada," terangnya.
Dokter muda, yang juga tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan itu mengatakan orang-orang dalam keadaan panik.
"Ada kekurangan obat dan kekurangan perawatan yang tepat, orang sangat panik karena tidak tahu harus ke mana atau bagaimana berobat, jadi mereka hanya membeli setiap obat yang tertulis di online 'ini untuk Covid'," katanya.
Dia bekerja sepanjang pagi dan malam, menjawab pesan panik di aplikasi terenkripsi atau memberikan konsultasi melalui video.
Namun, dia mengungkapkan bahwa kerabat dari pasien di rumah tidak memiliki pengetahuan medis yang diperlukan untuk merawat orang yang mereka cintai.
"Mereka tidak tahu bagaimana menangani konsentrator dan silinder oksigen, cara merakit saluran dari konsentrator ke pasien, atau berapa banyak oksigen yang harus diberikan kepada pasien," ungkapnya.
Dokter, yang mengatakan dia adalah seorang petugas medis selama protes dan membantu demonstran yang telah ditembak, mengatakan militer telah mengecewakan rakyat.
"Kami kehilangan banyak nyawa di sini yang seharusnya tidak tewas dengan cara ini.