Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Virus Corona

WASPADA! Ahli virologi dan Guru Besar Yakin Gelombang Ketiga Diprediksi Desember 2021–Februari 2022

Ahli virologi dan Guru Besar Universitas Udayana, Prof Dr drh I GustiNgurah Kade Mahardika memprediksi gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia pasti

INDRANIL MUKHERJEE / AFP
Seorang pejalan kaki berjalan melewati mural dinding tentang covid-19, yang menggambarkan staf medis garis depan berhadapan dengan virus corona, di Navi Mumbai, India, baru-baru ini. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Ahli virologi dan Guru Besar Universitas Udayana, Prof Dr drh I GustiNgurah Kade Mahardika memprediksi gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia pasti akan datang.

Ia memperkirakan itu akan terjadi Desember 2021 hingga Februari 2022.

"Awal 2022 kita bisa mengatakan virus masih ada di sekitar kita, tapi dampak pandemi bisa kita minimalisir. Sekarang gelombang ketiga pasti terjadi," ujarnya dalam diskusi virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (30/9/2021).

Berdasarkan pola lonjakan yang terjadi sebelumnya di Indonesia, kata Prof Gusti, gelombang ketiga Covid-19 akan terjadi antara Januari hingga Februari maupun Juli hingga Agustus.

Mahardika mengatakan, gelombang ketiga Covid-19 yang dimaksudnya adalah dalam hal jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19.

"Kalau kasus yang dimaksud adalah terkonfirmasi positif Covid-19 gelombang ke-3, itu pasti akan dihadapi Indonesia," kata Mahardika.

Tapi ia tidak hanya mengkhawatirkan gelombang ketiga peningkatan kasus tekonfirmasi positif Covid-19, tetapi juga jumlah orang yang masuk rumah sakit dengan gejala berat dan kasus meninggal akibat Covid-19.

"Kalau dari kasus, ya pasti. Tetapi mudah-mudahan tidak ada gelombang ketiga untuk jumlah orang yang masuk rumah sakit sehingga kewalahan dan jumlah orang yang meninggal dunia," ujarnya.

Menurutnya, situasi dan kondisinya tidak separah saat gelombang kedua terjadi pada Juli-Agustus 2021 lalu, apalagi jika intervensi vaksinasi terus meluas dengan cakupan di atas 70 persen.

Mahardika merujuk pada lonjakan kasus di sejumlah negara yang memiliki cakupan vaksinasi di atas 50 persen.

Ia mencontohkan negara Singapura, yang telah memvaksinasi lengkap 60 persen warganya. Kasus terkonfirmasi melonjak namun jumlah orang yang masuk rumah sakit atau meninggal sangat rendah.

"Persis yang terjadi di Singapura. Tiba-tiba kasus positif melonjak tajam, tapi jumlah orang yang meninggal selalu satu digit. Dua atau tigakasus per hari di Singapura,” ujarnya.

Untuk mengantisipasinya, Mahardika mengusulkan target vaksinasi pemerintah jangan stagnan di 70 persen, melainkan harus menjadi 100 persen.

Penyintas Covid Boleh Vaksin Sebulan Setelah Sembuh

Di sisi lain, penyintas atau seseorang yang pernah mengalami positif covid-19 kini bisa disuntikkan vaksin setelah 1 bulan dinyatakan sembuh dengan hasil swab negatif.

Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan nomor HK.02.01/I/2524/2021 tentang Vaksinasi COVID-19 Bagi Penyintas.

Dalam peraturan baru ini disebutkan penyintas boleh divaksinasi setelah 1 bulan dan 3 bulan dinyatakan sembuh, tergantung derajat keparahan penyakit.

Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan vaksinasi Covid-19 dalam aspek ilmiah dan medis bersifat dinamis dan terus mengalami perkembangan.

“Data terkait efikasi dan keamanan vaksin juga terus digali dan disempurnakan oleh para ahli, salah satunya mengenai pemberian vaksinasi bagi sasaran penyintas Covid-19,” katanya di Jakarta, Kamis (30/9).

Berdasarkan data-data terkini, Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional, atau ITAGI melalui surat nomor 98/ITAGI/Adm/IX/2021 tanggal 20 September 2021 telah mengeluarkan kajian dan rekomendasi terbaru mengenai pemberian vaksinasi COVID-19 bagi penyintas COVID-19.

Dengan demikian telah ditentukan penyintas dengan derajat keparahan penyakit ringan sampai sedang, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 1 bulan setelah dinyatakan sembuh.

Sementara untuk penyintas dengan derajat keparahan penyakit yang berat, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 3 bulan setelah dinyatakan sembuh. Jenis vaksin yang diberikan kepada penyintas disesuaikan dengan logistik vaksin yang tersedia.

Sementara itu Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan menyampaikan, apapun varian virusnya, yang harus diingat adalah mencegah agar tidak masuk ke dalam tubuh.

"Jadi tidak masalah kalau virus itu bermutasi. Bagaimana caranya supaya tidak masuk ke dalam tubuh yang itu tadi ada intervensi mulai dari 3M atau 5M itu kan sangat jitu (melawan paparan Covid-19)," ungkap Erlina.(Tribun Network/rin/wly/Rina Ayu/kompastv/sam)

Baca juga: Niat Mulia Bupati Kudus Bikin Omah UMKM, Solusi Warga Kudus Latihan Berwirausaha

Baca juga: 11 Perwira dan Bintara Polisi Jual Sabu 6 Kilogram Hasil Tangkapan, Harga Jual Rp 1,25 Miliar

Baca juga: Ibu Hamil Berbahayakah Bila Berhubungan Intim? Ini Penjelasannya

Baca juga: Anjloknya Harga Telur Ayam Sumbang Deflasi Terbesar di Jateng

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved