OPINI
OPINI Naya Amin Zaini : Mewujudkan Badan Peradilan Khusus Pemilu 2024
Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah mekanisme perebutan kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan secara sah.
Oleh Naya Amin Zaini
Anggota Bawaslu Kota Semarang
Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah mekanisme perebutan kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan secara sah. Peserta pemilu dan / atau peserta pilkada melakukan kontestasi dalam arena pemilu / pilkada tersebut. Bahwa suatu kontestasi adalah cara – cara yang benar sesuai ketentuan berlaku. Apabila kontestasi ada cara yang tidak benar / melanggar hukum, maka dapat diproses secara hukum.
Pemprosesan secara hukum dalam pemilu / pilkada ada 4 (empat) saluran hukum penanganan pelanggaran, misalnya pelanggaran tindak pidana, pelanggaran administrasi, pelanggaran hukum lainnya dan pelanggaran kode etik serta 1 (satu) saluran hukum penyelesaian sengketa proses pemilihan (PSPP).
Bukti bahwa pemilu / pilkada diselimuti pelanggaran yang terjadi. Secara nasional, perhelatan pilkada 2020, memperoleh data pelanggaran pidana sebanyak 131 kasus, pelanggaran administrasi sebanyak 1.262 kasus, pelanggaran hukum lainnya sebanyak 1.459 kasus, pelanggaran etika sebanyak 230 kasus, pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 350 kasus, permohonan penyelesaian sengketa sebanyak 105 permohonan (Website Bawaslu RI, 2021).
Bahwa sesuai Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dalam Pasal 157, memberikan mandat untuk dibentuk Badan Peradilan Khusus Pemilihan yang berfungsi menangani dalam tahapan pilkada. Pasal 157 ayat (1) berbunyi “Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus”, ayat (2) berbunyi ”Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional” sebagai mandat yuridis menambah kanal / saluran hukum dalam penyelesai / penegak hukum yang bersifat baru. Bahwa munculnya kasus hukum berupa pelanggaran – pelanggaran atau sengketa dalam pemilu / pilkada adalah suatu keniscayaan. Tidaklah mungkin suatu pemilu / pilkada tanpa pelanggaran yang terjadi.
Acuan Konstitusi;
Badan Peradilan Khusus Pemilihan, oleh karena menggunakan diksi “badan” maka suatu lembaga yang bersifat nasional dan memiliki cabang ke daerah. Badan ini bersifat otonomi, mandiri, memiliki perangkat lunak dan keras dalam menjalankan Tupoksinya. Penggunaan kata “peradilan” maka sifat independen, profesionalitas, merdeka, sebagai prinsip peradilan. Bahwa konstitusi UUD NRI 1945, pasal 24 ayat (2) berbunyi “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Secara umum, konstitusi hanya mengenal 2 (dua) jenis lingkungan peradilan yakni lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung (MA) dan peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diatur lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK dan UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA.
Jenis - jenis lembaga peradilan
Perspektif komparasi, mengenal jenis badan peradilan di Indonesia, barangkali dapat menjadi referensi untuk mewujudkan badan peradilan khusus pilkada di Indonesia. Ada badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) sebagai badan semacam peradilan dalam persoalan perlindungan konsumen melawan pelaku usaha.
Hal ini mandat dari Pasal 49 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perindungan Konsumen dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Ada juga, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) sebagai badan semacam peradilan dalam penyelesaian persoalan hak buruh atau tenagakerja melawan pihak perusahaan. Hal ini mandat dari Pasal 55 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
Ada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai badan peradilan dalam penyelesaian persoalan terdakwa korupsi melawan negara. Hal ini mandat dari pasal 53 s/d 62 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pengadilan Tipikor. Ada Peradilan Pajak sebagai badan peradilan terhadap penyelesaian persoalan wajib pajak melawan kementerian keuangan bagian dirjen pajak.
Hal ini mandat dari UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Ada peradilan niaga sebagai badan peradilan terhadap kreditur (pemberi kredit) atau pelaksana usaha melawan debitur (pengelola kredit) atau pemberi usaha. Hal ini mandat dari pasal 2 ayat (3), ayat (4), ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Kepailitan dan PKPU).
Secara fungsi quasi peradilan, ada badan yang berdiri secara otonomi dalam melaksanakan fungsi tersebut. Misalnya, ada Komisi Informasi suatu lembaga / badan untuk menyelesaikan persoalan pengguna hak informasi melawan lembaga pelayanan informasi. Hal ini, melaksanakan perintah pasal 1 ayat (7) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).