OPINI
OPINI Aloys Budi Purnomo Pr : Natal dalam Persaudaraan
SEBAGAIMANA dirilis di Tribunnews.com (Senin, 6 Desember 2021 18:23 WIB), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI,
Bagi umat Kristiani, Yesus Kristus yang dirayakan kelahiran-Nya pada hari Natal haruslah mendorong kehidupan mereka untuk mencari jalan-jalan baru yang kreatif.
Tujuannya tidak lain adalah agar selalu dapat saling mengasihi, mewartakan keadilan dan membawa damai sejati dalam kehidupan bersama di tengah keberagaman. Dalam bahasa kebangsaan kita, itulah yang disebut bhinneka tunggal ika, berbeda-beda tetapi tetap satu juga.
Natal 2021 yang masih dirayakan di tengah masa pandemi Covid-19 disyukuri dengan sukacita. Bersama sebagai bangsa, kita bersyukur sebab di masa pandemi ini kita semua disadarkan atas jatidiri dan identitas kita semua bahwa torang bersaudara.
Kita semua adalah saudari dan saudara dalam keberagaman yang saling menghargai dan menghormati. KWI-PGI menegaskan,
“Dalam situasi ini, falsafah hidup persaudaraan sebagai karakter khas orang Indonesia menjadi semakin bermakna dan semakin mendesak untuk dibatinkan dan wujudkan.
Sebagai saudari dan saudara semua diharapkan untuk saling menunjukkan kasih dalam aksi nyata.”
Kompetensi etis
Pesan Natal 2021 KWI-PGI mengajak kita semua mengembangkan semangat bela rasa (compassion). Bela rasa bukan sekadar soal rasa-perasaan, melainkana menyangkut kompetensi etis dalam mengedepankan belas kasih dan kasih sayang kepada semua orang, terutama mereka yang paling menderita dan tertindas.
Dalam bahasa Indonesia, kata compassion sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut multi-makna. Bisa berarti bela rasa, kemurahan hati, dan belas kasih (Suharyo, 1987).
Pada umumnya, terjemahan compassion dalam bahasa Indonesia adalah iba, kasihan, rasa sayang, (ke)haru(an).
Bila dilacak dari akar kata dalam bahasa Latin, con + patire, passio, patior = compassio, ada makna penderitaan (suffering) dalam compassion.
Maka, dalam bahasa Latin, compassio secara harafiah berarti menderita dengan atau menderita bersama.
Saat kita memiliki compassio(n), maka, kita berada dengan dan bersama seseorang, siapa saja atau bahkan apa saja, yang merasa sakit dan menderita.
Atau, kita merasakan compassio(n) dari seseorang, ketika kita merasa sakit dan menderita, seseorang ada dan hadir menyertai kita dengan segala perhatian, kepedulian, dan kasih sayangnya.
Dalam arti itulah, bela rasa terkait erat dengan kompetensi etis. Lebih dari sekadar rasa-perasaan, bela rasa merupakan kemampuan moral (etis) untuk ada bersama siapa saja yang sedang mengalami penderitaan, kesulitan, dan kesakitan.