Harga Elpiji
Inilah Alasan Pertamina Naikkan Harga Elpiji Nonsubdisi
PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi sejak Sabtu (25/12). Kenaikan harga elpiji tersebut mencapai Rp 2.600 per kilogram.
Rakyat terlindungi, namun APBN harus memikul bebannya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (27/12).
Pemerintah belum memberikan data rinci penyaluran subsidi energi sampai November 2021.
Namun, data hingga Oktober 2021, realisasi subsidi energi terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) solar dan minyak tanah mencapai 13,13 juta kilo liter (kl), atau naik 10,2 persen dari periode sama tahun lalu sebanyak 11,91 juta kl.
Selain itu, subsidi elpiji tabung 3 kg tercatat mencapai 6,18 juta ton, naik 4,9 persen dari periode sama 2020 sebesar 5,89 juta ton.
Lalu, untuk pelanggan listrik bersubsidi hingga Oktober 2021 tercatat sebanyak 38,10 juta pelanggan, atau meningkat 3,4 persen dari periode sama 2020 sebanyak 36,83 juta pelanggan.
Sementara, volume konsumsi listrik bersubsidi hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 52,20 Tera Watt hour (TWh), naik 2,7 persen dari periode sama 2020 sebesar 50,83 TWh.
"Realisasi subsidi energi tersebut termasuk realisasi diskon listrik untuk rumah tangga dan para penggiat UMKM senilai Rp 8,1 triliun," jelas Sri Mulyani.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki menuurkan, prospek subsidi energi di akhir tahun akan cenderung lebih meningkat jika di Desember ini tidak ada kebijakan PPKM.
“Kita ketahui bahwa subsidi energi ini memang terus naik, sedangkan pendapatan negara dan daya beli masyarakat relatif turun.
Meski sudah membaik, tetapi belum mampu mengompensasi ekonomi yang hilang akibat pandemi. Sehingga, pemulihan ekonomi pada saat ini masih jauh dari ekonomi rebound,” terangnya, kepada Kontan.co.id, Senin (27/12).
Ia menilai, prospek subsidi energi di 2022 masih dalam ketidakpastian. Hal itu karena adanya varian omicron covid-19, di mana kebijakan pemerintah untuk menghadapi varian ini dinilai masih belum jelas.
Sebab, Yayan berujar, saat ini pemerintah masih fokus untuk menggenjot sektor riil yang sudah babak belur di kuartal III/2021 dengan penurunan 50 persen dibandingkan dengan kuartal II.
Akan tetapi, ia melihat peluang pertumbuhan ekonomi akan membaik pada 2022. Bisa dimungkinkan jika tidak ada PPKM Level 4 maupun 3, pertumbuhan ekonomi akan terus pulih.
“Mudah-mudahan pada kuartal I/2022, kondisi sudah mulai positif sebagai tabungan pemulihan seperti kondisi pada kuartal II/2021.
Oleh sebab itu, kita harus menjaga momentum agar pandemi tidak menyebar menjadi tolok ukur keberhasilan ekonomi,” imbuhnya. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Kontan/Siti Masitoh)
Baca juga: Hasil Lengkap Liga Inggris, Manchester United Ditahan Imbang Klub Sultan Newcastle
Baca juga: OPINI Ariyadi : PPPK dan Nasib Sekolah Swasta
Baca juga: Sensasi Offroad dengan Jeep Jelajahi Ekstremnya Alas Roban
Baca juga: Kemenag Minta Guru Mengajarkan Ilmu Agama yang Moderat