OPINI
OPINI Erya Indy P : Menyoal Minyak Goreng Satu Harga
SETELAH diumumkan satu harga minyak goreng oleh Kementerian Perdagangan, berbondong-bondong masyarakat mendatangi berbagai ritel modern terdekat.
Menyoal Minyak Goreng Satu Harga
Erya Indy P, SST | ASN BPS Kabupaten Kendal
SETELAH diumumkan satu harga minyak goreng oleh Kementerian Perdagangan, berbondong-bondong masyarakat mendatangi berbagai ritel modern terdekat.
Seolah adu cepat masyarakat bergegas membeli minyak goreng murah seharga Rp14.000 itu. Tak jarang ada pula yang membeli dalam jumlah yang berlebihan.
Imbasnya, rak-rak minyak goreng banyak yang kosong tak lebih dari 1 hari.
Panic buying satu harga minyak goreng ini sangat berpotensi menyebabkan kelangkaan karena masyarakat berbelanja melebihi kebutuhannya sebagai persiapan beberapa waktu ke depan.
Kekhawatiran akan naiknya kembali harga minyak goreng membuat sebagian masyarakat melakukan hal ini. Padahal, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi sudah menyatakan bahwa minyak goreng satu harga Rp14.000 dijual serentak di seluruh ritel modern yang tercatat sebagai anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mulai Rabu, 19 Januari 2022 pukul 00.01 waktu setempat hingga 6 bulan ke depan.
Harga minyak goreng yang tinggi memang sempat membuat resah masyarakat, terutama para ibu. Minyak goreng lekat sekali dengan makanan sehari-hari.
Mulai dari lauk yang digoreng hingga berbagai bumbu dan sayur yang ditumis dengan minyak goreng.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi pengeluaran untuk minyak goreng pada tahun 2021 mencapai 0,235 liter per kapita seminggu.
Angka ini mengalami kenaikan bahkan selama empat tahun terakhir.
Menyiasati tingginya harga minyak goreng, beberapa diantaranya memilih mengurangi penggunaan minyak goreng dan menahan diri dari makanan yang digoreng dibandingkan harus merogoh kantong lebih dalam.
Bagi rumah tangga, tingginya harga minyak goreng masih bisa disiasati dengan cermat, namun tidak demikian halnya dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
UMKM terdampak
UMKM yang menggunakan minyak goreng dalam usahanya cukup kelimpungan menghadapi harga yang tak kunjung turun.
Biaya produksi yang naik membuat mereka terpaksa memilih menaikkan harga jual yang pada akhirnya memengaruhi daya beli konsumen.
Bahkan beberapa diantaranya memutuskan untuk berhenti produksi setelah bertahan dengan margin yang kecil.
Sejak pandemi terjadi, UMKM menjadi salah satu usaha yang terdampak. Berbagai pembatasan sosial untuk mengendalikan penyebaran covid-19 sangat memengaruhi keberlangsungan UMKM yang menjadi sumber penghasilan 97 persen pekerja di Indonesia.
Tak ayal, upaya pemerintah dalam menstabilkan harga menjadi kunci penting untuk meminimalisir dampak yang terjadi.
BPS merilis jumlah penduduk miskin September 2021 sebanyak 26,50 juta orang, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi September 2020 maupun Maret 2021.
Meski belum membaik seperti sebelum pandemi terjadi, namun selama satu tahun terakhir telah menunjukkan penurunan yang berarti.
Tentu keadaan yang sebaliknya jangan sampai terjadi. Jutaan tenaga kerja kita menggantungkan penghidupan mereka pada UMKM.
Jika pendapatan mereka tidak sanggup lagi mengejar kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, maka akan memperbesar kemungkinan untuk jatuh menjadi kelompok penduduk miskin.
Kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Pemerintah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat baik untuk rumah tangga maupun usaha mikro dan kecil.
Upaya pemerintah ini patut diapresiasi. Minyak goreng turun harga setelah sehari sebelumnya, 18 Januari 2022 tercatat per liternya seharga Rp19.100 di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) kementerian Perdagangan.
Pemerintah telah menyiapkan dana yang cukup besar untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat sebesar 250 juta liter per bulan atau 1,5 miliar liter selama 6 bulan.
Ketersediaan
Meski pemerintah menghimbau masyarakat tidak memborong dan menjamin stok minyak goreng aman serta dalam jumlah yang sangat mencukupi, panic buying tetap terjadi.
Akibatnya, tidak semua bisa segera merasakan minyak goreng murah.
Toko-toko ritel mengaku kehabisan stok, bahkan belum bisa menentukan secara pasti kapan tersedia kembali. Tak banyak yang bisa dilakukan masyarakat selain tetap membeli dengan harga tinggi di warung-warung atau menahan diri dari menggunakan minyak goreng dalam keseharian mereka.
Oleh karena itu, upaya menjaga ketersediaan minyak goreng menjadi hal lain yang perlu dilakukan selain menjamin harga yang murah dan terjangkau masyarakat.
Ketersediaan barang sudah tentu berkaitan erat dengan kelancaran distribusinya. Memastikan kelancaran distribusi minyak goreng dari produsen hingga sampai ke masyarakat dari satu daerah ke daerah lain juga merupakan prioritas yang memerlukan kerjasama dari banyak pihak.
Apalah artinya jika satu harga minyak goreng ini hanya dapat dinikmati oleh sebagian saja.
Jika masyarakat kelas menengah atas mampu mengatasi harga tinggi dengan tabungan mereka, maka lain halnya dengan penduduk miskin.
Jika rumah tangga mampu mengurangi penggunaan minyak goreng untuk menghadapi tingginya harga, maka tidak demikian bagi usaha kecil dan mikro.
Satu harga minyak goreng mutlak diiringi dengan ketersediaan barang yang terjaga, sehingga kebijakan ini mampu memenuhi kebutuhan dan menjaga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. (*)
Baca juga: Hotline Semarang : Apakah Ada Perayaan Imlek di Kota Semarang?
Baca juga: Prediksi Persebaya Surabaya Vs PSS Sleman BRI Liga 1, H2H, Susunan Pemain dan Link Live Streaming
Baca juga: Fokus : Mempertimbangkan Lagi PTM Terbatas
Baca juga: Aplikasi Penghasil Uang Watcherviews, Bisa Dapat Duit Seperti Youtube