Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Yasanti Beberkan Nasib Apes Masih Dialami Buruh Perempuan - Alami Keguguran Hingga Tak Diberi Cuti

Kondisi kespro buruh perempuan yang tidak diperhatikan dapat berdampak dalam jangka waktu panjang. Berikut beberapa contohnya.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
Para perempuan saat hendak melamar kerja di perusahaan garmen di Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) Kota Semarang, Rabu (2/2/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) menilai, masih banyak pabrik yang abai terhadap kesehatan reproduksi (kespro) para pekerja. 

Imbasnya, masih banyak kejadian buruh pabrik keguguran akibat beban kerja berlebihan.

Bahkan, ada kasus buruh melahirkan saat bekerja yang berujung pada kematian bayi.

Baca juga: Mahasiswi NTB Meninggal di Kosan Semarang, Posisi Tidur Miring Peluk Guling

Baca juga: Covid-19 di Semarang Tembus 87 Kasus, Ada Klaster Perkantoran hingga Sekolah

Baca juga: Unissula Semarang Targetkan 5.000 Mahasiswa Baru

Baca juga: Uji Coba Parkir Elektronik di Semarang, Masyarakat Masih Perlu Bantuan Karena Baru Pertama

"Kami tak ada angka pasti kasus buruh keguguran, tapi kasus itu banyak."

"Satu pabrik bisa ada tiga sampai lima kasus," papar Koordinator Divisi Advokasi dan Pengorganisasian Yasanti, Rima Astuti kepada Tribunjateng.com, Rabu (2/2/2022).

Lembaga yang berfokus terhadap pemberdayaan perempuan pekerja itu menyebut, kondisi kespro buruh perempuan yang tidak diperhatikan dapat berdampak dalam jangka waktu panjang.

Buruh dapat terserang beragam penyakit akibat kespro diabaikan.

Di antaranya kanker rahim, kanker payudara, dan lainnya.

"Penyakit itu muncul ada kaitannya tidak berdiri sendiri, buruh perempuan yang mengalami beban kerja berlebih seperti harus lembur 12 jam dapat memicu beragam penyakit," ungkap Rima. 

Selain penyakit jangka panjang, dalam jangka pendek kerja berlebih bagi perempuan juga berdampak negatif.

Seperti saat buruh perempuan keguguran yang seharusnya mendapatkan hak cuti 1,5 bulan tapi perusahaan tak memenuhinya.

Hal itu menimpa baik buruh perempuan berstatus karyawan maupun kontrak.

"Kasus itu juga banyak terjadi, bahkan pernah ada kasus buruh garmen anaknya meninggal saat dilahirkan."

"Dia tak dapat cuti, padahal kondisi buruh itu masih lemah paskamelahirkan, tentu miris sekali," jelasnya.

Padahal hak kesehatan reproduksi perempuan sudah dijamin dalam undang-undang di antaranya
hak istirahat atau cuti haid, cuti hamil, dan melahirkan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved