OPINI
OPINI : Islamic Branding Sebuah Solusi Alternatif dalam Pemasaran
BERDASAR data Pew Research Center (2020) menyebutkan bahwa pasar muslim berjumlah 1.907.110.000 dari seluruh penduduk dunia dan muslim
Oleh Drs Wahyudi, MPd
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen Unissula Semarang
BERDASAR data Pew Research Center (2020) menyebutkan bahwa pasar muslim berjumlah 1.907.110.000 dari seluruh penduduk dunia dan muslim merupakan mayoritas di lebih dari 50 negara di Asia, Afrika dan Eropa.
Data ini didukung dengan fakta bahwa pasar muslim akan tumbuh sampai US$ 30 triliun pada tahun 2050 (Baker, 2010).
Data Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa pada Juni 2021.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 236,53 juta jiwa (86,88 %) beragama Islam. Berdasarkan sebuah survei Sikap Global Pew 2015 dari 42 negara terpilih, 83 persen responden dari negara-negara Islam menganggap "agama sangat penting dalam kehidupan mereka.
Secara komparatif, hanya 21,5 persen dari negara-negara Eropa mengatakan hal yang sama, sementara persentasenya lebih tinggi yaitu 53 persen terdapat di AS (State of the Global Islamic Economy, 2016:13).
Namun, perkembangan yang menonjol adalah bahwa pertumbuhan ekonomi OKI tercepat adalah ekonomi dari industri negara yang kaya akan demografis seperti Indonesia, Bangladesh, Pakistan, Uganda, Malaysia, daripada negara-negara yang bergantung pada produksi dan perdagangan minyak.
Di Indonesia khususnya, telah menjadikan bidang Keuangan Syariah, Industri Makanan Halal dan Wisata Halal sebagai fokus utama dalam strategi pengembangan ekonomi dan pembangunan Indonesia (State of the Global Islamic Economy, 2016:14).
Hal ini merupakan pasar potensial bagi para pelaku bisnis. Oleh karena itu, beberapa ahli mengemukakan bahwa konsep Islamic branding semakin diminati oleh para pelaku bisnis, dan telah mejadi perhatian yang sangat luas terutama masyarakat di Indonesia.
Islamic Branding
Dalam Islam konsep branding, sudah dipraktekkan oleh Muhammad Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lampau.
Muhammad Rasulullah SAW seorang pedagang yang cerdas dan piawai dalam menawarkan dagangannya, dengan berpegang pada prinsip transparansi dan kejujuran.
Seperti julukan yang melekat pada dirinya, al-amin yaitu orang yang dapat dipercaya.
Karakter “al-amin” Dalam Islam konsep branding, merek atau pelabelan sudah dipraktekkan Nabi Muhammad sejak 14 abad yang lampau.
Muhammad Rasulullah SAW seorang pedagang yang cerdas dan piawai dalam menawarkan dagangannya kepada para pelanggan dengan berpegang pada prinsip transparansi dan kejujuran. Karakter “al-amin” yang melekat pada diri beliau tidak pernah berubah.
Persepsi pelanggan dan masyarakat Arab pada diri Nabi Muhammad, sebagai sosok yang bersih, jujur, dan terpercaya membuatnya menyandang label, branding, julukan yang postif. Sehingga citra ini membuat orang terus mempercayakan kepada beliau dalam urusan perniagaan dan perdagangan.
Islamic Branding dapat dimaknai sebagai penggunaan nama-nama yang berkaitan dengan Islam atau menunjukkan identitas halal untuk sebuah produk. Sebagai contoh: hotel syariah, rumah sakit Islam, BMT, dan Bank Syariah. Menurut, Baker (2010) Islamic branding dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu:
(1) Islamic brand by compliance, Islamic branding harus menunjukkan dan memiliki daya tarik yang kuat pada konsumen dengan cara patuh dan taat kepada syariah Islam, Jumani (2012).
Brand yang masuk dalam kategori ini adalah produknya halal, diproduksi oleh negara Islam, dan ditujukan untuk konsumen muslim.
(2) Islamic brand by origin, penggunaan brand tanpa harus menunjukkan kehalalan produknya karena produk berasal dari negara asal produk tersebut sudah dikenal sebagai negara Islam.
(3) Islamic brand by customer, branding ini berasal dari negara non muslim tetapi produknya dinikmati oleh konsumen muslim. Branding ini biasanya menyertakan label halal pada produknya agar dapat menarik konsumen muslim.
Produk halal
Kemunculan trend atau gaya hidup halal menjadikan konsumen memiliki pilihan dalam mengkonsumsi produk.
Produk yang berbasis halal atau syariah memiliki dampak yang baik, kesehatan yang terjaga dan gaya hidup yang terangkat (Priyadi, 2016).
Kemunculan gaya hidup halal ini terbangun menjadi sebuah merek yang dipersepsikan oleh konsumen.
Merek syariah bisa diasosiasikan sebagai bentuk penggunaan nama atau unsur yang berkaitan dengan hal-hal Islami atau sesuai syariah sebagai sebuah identitas produk baik barang maupun jasa (Baker, 2010).
Bahkan menurut Sarkar (2017) dalam analisis brand yang dikaitkan dengan keagamaan merupakan tingkatan dimana individu merasakan makna brand setara dengan makna keagamaan dalam kehidupan.
Pemberian merek yang baik akan memberikan dampak jangka panjang bagi perusahaan dan produk yang diasuhnya.
Dalam pemasaran syariah, unsur-unsur atau atribut produk yang dijual kepada konsumen juga harus berlandaskan kepada nilai syariah yang bisa memberikan ketenangan kepada konsumen.
Berbagai macam atribut baik dan berlandaskan syariah yang melekat di dalam produk akan memberikan nilai lebih perusahaan kepada konsumen.
Pemasaran syariah
Dalam pandangan pemasaran syariah, merek adalah nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan (Kartajaya dan Sula, 2006). Membangun merek yang kuat adalah penting, tetapi dengan jalan yang tidak bertentangan dengan prinsip pemasaran syariah.
Merek yang baik adalah merek yang mempunyai karakter yang kuat dan bagi perusahaan atau produk yang menerapkan syariah dalam usahanya, suatu merek atau brand juga harus mencerminkan karakter-karakter yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah atau nilai-nilai spiritual.
Merek yang sesuai syariah adalah brand yang tidak mengandung unsur judi, penipuan, riba, tidak mengandung unsur kezaliman dan tidak membahayakan pihak sendiri ataupun orang lain.
Dengan menerapkan strategi Islamic branding, melalui pertimbangan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, maka dari sisi produk, ada tiga kategori yang menjadi target para pelaku bisnis, yaitu sektor:
(1) Makanan,
(2) Lifestyle, dan
(3) Sektor jasa.
Khusus jasa perbankan syariah dan pendidikan saat ini umat Islam sudah cukup banyak yang bergerak. Tentunya tidak menutup kemungkinan pada sektor lain, Islamic branding bisa dijadikan sebagai ujung tombak dalam pemasaran.
Karena Islamic branding yang ramah dan humanis akan menjadi magnet yang mampu menarik pelanggan, sebagaimana pendapat Ogylvi Noor (2010) Islamic branding yang berempati pada nilai-nilai syariah dalam rangka untuk menarik konsumen muslim mulai keramahan dan kepatuhan syariah dalam seluruh identitas merek, perilaku, dan komunikasi. (*)
Baca juga: Top Skor Liga Italia, Jose Mourinho Buat Striker AS Roma Tammy Abraham Bersaing dengan Vlahovic
Baca juga: Hotline Semarang : Jenis Tes Apa untuk Mengetahui Orang Terpapar Omicron?
Baca juga: Fokus : gelombang ke Tiga
Baca juga: Universitas di Afghanistan Kembali Dibuka untuk Pertama Kalinya sejak Taliban Berkuasa