Berita Kabupaten Tegal
Bupati Tegal Hadiri Pelantikan Perpadi, Wayang Tak Sekedar Tontonan Tapi Juga Laku Tuntunan
Lewat sambutannya, Umi menuturkan, di tangan seniman dalang, pergelaran wayang bisa menjadi pertunjukan yang menarik
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI – Wayang hakekatnya adalah media seni yang bebas nilai, sampai kemudian dalang memberikannya peran yang menentukan apakah ia berkarakter baik atau buruk.
Sejak dulu wayang bahkan sudah merefleksikan kehidupan dan karakter manusia.
Karakter ini kerap digambarkan melalui bentuk, raut muka, warna, hingga corak pada wayang.
Pernyataaan tersebut disampaikan Bupati Tegal Umi Azizah, saat menghadiri pelantikan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten Tegal, masa bakti 2022-2027 di Pendopo Amangkurat belum lama ini.
Lewat sambutannya, Umi menuturkan, di tangan seniman dalang, pergelaran wayang bisa menjadi pertunjukan yang menarik.
Tidak hanya menarik sebagai sebuah tontonan, tapi wayang juga juga bisa memberikan laku tuntunan bagi masyarakat.
“Saat mengikuti pertunjukan wayang kulit, terlihat bahwa persoalan kehidupan manusia juga tergambar lewat kisah pewayangan. Persoalan manusia ini juga mirip-mirip di pewayangan, hanya beda ruang dan waktunya saja.
Jika kisah wayang ini ditelaah lebih jauh, maka di sana akan ada pilihan solusi ala wayang yang tidak jauh dengan apa yang kita butuhkan saat ini,” tutur Umi, dalam rilis yang diterima Tribunjateng.com, Jumat (18/2/2022).
Menurut Umi, ada rekaman peradaban yang bisa dipelajari dari setiap kisah pewayangan.
Itulah sebabnya, substansi wayang dinilai selalu relevan di segala zaman.
Sehingga Umi pun berpesan, Pepadi bisa merangkul lebih banyak generasi muda untuk mengenalkan warisan budaya tak benda yang sudah diakui Unesco ini.
“Pepadi sebagai organisasi pedalangan yang menghimpun potensi dalang dan seni pedalangan ini sangat diharapkan mampu meningkatkan perannya dalam melestarikan dan mengembangkan seni pedalangan dan wayang, khususnya di kalangan generasi muda untuk nguri-uri kabudayan jawi,” pesan Umi.
Umi memandang tidak semua orang bisa memahami wayang, terutama generasi muda.
Kendala bahasa dan durasi pertunjukannya yang kerap dilakukan semalam suntuk cenderung sudah tidak relevan dengan ritme kehidupan anak muda masa kini.
Sehingga berbagai terobosan perlu ditempuh agar regenerasi wayang bisa tetap berjalan.