Konflik Rusia dan Ukraina
Kekejaman Tentara Ukraina terhadap Mahasiswa Asing, Ini Pengakuan Mahasiswa Asing di Ukraina
Di Ukraina juga terdapat banyak warga negara asing terutama pelajar dan mahasiswa.
TRIBUNJATENG.COM -- Di Ukraina juga terdapat banyak warga negara asing terutama pelajar dan mahasiswa.
Saat terjadi kecamuk perang ribuan warga Ukraina mengungsi ke luar negeri. Tapi mahasiswa asing terhalang ke perbatasan karena sebab tertentu.
Setiap ada kecamuk perang di suatu wilayah atau negara pasti ada gelombang pengungsi dan eksodus penduduk meninggalkan lokasi itu untuk mencari tempat yang lebih aman.
Demikian juga di Ukraina yang sejak 24 Februari diserang militer Rusia secara besar-besaran melalui udara darat dan dan laut.
Hal tersebut mengakibatkan warga lokal Ukraina dan pendatang mengungsi ke negara tetangga seperti Polandia.
Terdapat sekitar 500 ribu pengungsi yang telah berpindah ke beberapa negara di Eropa.
Namun selama perjalanan mengungsi, sebagian mereka mengalami hal tak mengenakkan.
Warga pendatang mengalami perlakuan rasis ketika berada di perbatasan Ukraina dan Polandia.
Salah satunya adalah mahasiswa kedokteran tahun pertama asal Nigeria bernama Rachel Onyegbule.
Ia dibiarkan terlantar di Kota Sheyni yang berjarak sekitar 400 mil atau 643 km dari Ibu Kota Ukraina, Kyiv.
Dikutip dari CNN, ia bersama dengan para pendatang lainnya telah membeli tiket bus untuk menuju perbatasan Ukraina dan Polandia.
Diutamakan warga Ukraina
Namun Rachel dan para pekerja tidak berhak untuk menaiki bus tersebut karena hanya diperuntukkan bagi warga negara Ukraina.
"Lebih dari 10 bus datang dan kita melihat seluruh bus tersebut pergi.
Kita melihat mereka menaikkan penumpang yang merupakan warga negara Ukraina. Namun mereka menyuruh kami untuk berjalan kaki dan mengatakan tidak ada lagi bus yang akan lewat," jelas Rachel.
Selain itu, Rachel menceritakan dirinya sangat kedinginan dan belum tidur selama invasi Rusia ke Ukraina.
"Tubuhku mati rasa karena kedinginan dan kita belum tidur sekitar empat hari. Penduduk Ukraina sudah seharusnya memprioritaskan warga pendatang asal Afrika.
Hanya saja tidak perlu untuk kita bertanya alasannya. Kita tahu alasannya. Aku hanya ingin pulang," ujar Rachel.
Perlakuan rasis juga dialami oleh mahasiswa kedokteran tahun keempat asal India, Saakshi Ijantkar.
Ia mengungkapkan, orang asal India dilarang untuk melewati perbatasan Ukraina.
"Terdapat tiga pos pemeriksaan yang perlu dilewati untuk bisa mencapai perbatasan. Banyak orang telantar di sana.
Mereka melarang orang asal India untuk melewati perbatasan," jelas Saakshi.
Mengenai orang yang melarang tersebut, Saakshi mengatakan seluruhnya memakai seragam.
“Mereka mengizinkan 30 orang asal India untuk lewat hanya setelah 500 warga negara Ukraina terlebih dahulu.
Untuk mencapai perbatasan, perlu berjalan sekitar 4-5 kilometer dari tempat pemeriksaan pertama ke tempat kedua," jelasnya.
Disuruh jalan kaki
“Warga negara Ukraina diberikan taksi dan bus untuk pergi sedangkan dari warga negara lain harus berjalan kaki.
Mereka sangat rasis kepada warga India dan warga negara lain,” imbuh Saakshi.
Selain itu, wanita berusia 22 tahun itu menambahkan adanya kekerasan dari penjaga perbatasan kepada mahasiswa yang menunggu di perbatasan Shehyni-Medyka.
Ia juga melihat pria asal India yang harus menunggu dalam waktu lama bersama dengan warga dari negara lain.
"Mereka sangatlah kejam. Pos pemeriksaan kedua adalah terburuk.
Ketika mereka membuka gerbang untukmu untuk melintasi perbatasan Ukraina, tentara Ukraina tidak mengizinkan pria dan remaja asal India untuk melintas," ungkap Saakshi.
Kemudian, Saakshi dan orang di antrean tersebut memberikan pertolongan dan tentara Ukraina yang berjaga tidak peduli.
“Kita pun memberikan pertolongan pertama. Mereka (tentara Ukraina) tidak peduli dan berlanjut untuk memukuli para mahasiswa,” tambahnya.
Kesaksian terkait perlakuan rasis juga dikemukakan mahasiswa kedokteran asal Nigeria berumur 23 tahun, Nneka Abigail.
Ia mengungkapkan banyaknya prasangka yang dilakukan oleh tentara perbatasan di Ukraina terhadap mahasiswa dari negara lain. Mereka sangatlah rasis terhadap kita di perbatasan.
Mereka mengatakan warga Ukraina harus lewat terlebih dahulu dan menyuruh warga dari negara lain untuk mundur. (kompas.com)
Baca juga: Sempat Memakan Korban, Lubang Besar di Jalan Pemuda Demak Akhirnya Ditambal
Baca juga: Polres Salatiga Belum Menerapkan BPJS Jadi Syarat Urus SIM, Ini Penjelasannya
Baca juga: Harga Daging Ayam dan Bumbu Dapur di Kendal Merangkak Naik
Baca juga: Umat Hindu di Banyumas Gelar Melasti