Pendidikan
Cerita Dosen di Jerman ke Mahasiswa UIN Walisongo: di Jerman Dilarang Beriklan Politik di Sosmed
Program studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang
Penulis: amanda rizqyana | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Program studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengadakan kuliah tamu bertajuk 'Mengkaji Komunikasi Politik di Jerman'.
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dan dosen secara dalam jaringan (daring) melalui aplikasi Zoom Meeting pada Rabu (9/3/2022).
Kegiatan ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat supaya melek komunikasi politik dan diikuti oleh mahasiswa mata kuliah Komunikasi Politik.
Baca juga: The Gade Creative Lounge UNS Solo Diresmikan, PT Pegadaian: Ini Ruang Kreatif Berkonsep Milenial
Baca juga: Video Ritual Rutin di Klenteng Hok Tik Bio Blora Cara Warga Tionghoa Menolak Bala
Baca juga: HUT ke 501 Kabupaten Semarang, Pengambilan Air Jamasan Pusaka Dipusatkan di Taman Soka Tengaran
Dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Politik, Alifa Nur Fitri, M.I.Kom. menyatakan alasan mengadakan kuliah tamu ialah karena berbicara komunikasi politik di Indonesia tentunya tidak terlepas dari media massa.
"Saat ini media massa merupakan mimbar yang sangat berpengaruh dalam berpolitik, namun berbeda dengan politik di Jerman."
"Untuk itu kami ingin mengetahui iklim kehidupan politik di Jerman langsung dari orang yang belajar politik di Jerman," urainya.
Sementara itu bagi mahasiswa sebagai agen perubahan dan penyeru di tengah masyarakat, harus paham bagaimana berpolitik dengan baik dan benar dengan mengkaji politik di Jerman.
Pemateri dalam diskusi online kali ini ialah Nuriyatul Lailiyah, M. I. Kom., Dosen Komunikasi Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Diponegoro yang sedang menempuh studi Doktoral di Jerman.
Dalam paparannya, Nuriyatul mengatakan, bahwa di Jerman dilarang keras untuk beriklan tentang politik menggunakan aplikasi Instagram dan Twitter, yang masih diperbolehkan hanya di halaman facebook dan itupun diperketat dalam mengiklankannya.
"Data-data pribadi warga Jerman dijaga sangat ketat, sekalipun banyak orang yang mengakses melalui Google atau aplikasi lainnya, maka hanya akan keluar notifikasi 'sebagian informasi dari orang ini tidak dapat ditampilkan karena privasi'."
"Mengapa demikian? Karena untuk melindungi masyarakat Jerman, dan tentunya menghindari ketumpangtindihan data hingga potensi penyalahgunaan data."
"Sementara dibandingkan dengan di Indonesia, justru data-data pribadi tersebut diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," paparnya.
Nuriyatul menambahkan, sebagai bangsa yang menjadi tokoh utama Perang Dunia Kedua, Jerman merupakan bangsa yang legowo dan menerima perbuatan buruk di masa lalu.
Tidak seperti bangsa lain untuk menerima hal tersebut membutuhkan waktu hingga ratusan tahun.
Baca juga: DPUPR Blora Ajak Calon Investor Survei Lokasi, Rencana Bikin Pabrik Gula dan Migas
Baca juga: Chord Kunci Gitar Pembaharuan Rhoma Irama
Baca juga: Lirik Lagu dan Chord Kunci Gitar Tak Lagi Sama NOAH
Mempertimbangkan aturan penggunaan sosial dalam kampanye politik, Jerman bisa dijadikan referensi.