Ramadhan 2022
Tradisi Megengan Jelang Ramadhan 2022 di Masjid Agung Demak Dipadati Ribuan Masyarakat
Ribuan warga memadati halaman dan serambi Masjid Agung Demak di Kawasan Alun-Alun Simpang Enam Demak, Kabupaten Demak, Sabtu (2/4/2022) sore menjelang
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Ribuan warga memadati halaman dan serambi Masjid Agung Demak di Kawasan Alun-Alun Simpang Enam Demak, Kabupaten Demak, Sabtu (2/4/2022) sore menjelang petang.
Sebagian besar kedatangan mereka hendak menonton tradisi Megengan.
Megengan merupakan tradisi turun temurun dalam rangka menyambut Bulan Ramadan atau memasuki bulan puasa.
Tampak sederet pemain angklung, marching band di halaman masjid dan rebana di serambi masjid mempersiapkan diri melakukan pertunjukannya.
Tradisi itu juga diikuti oleh Bupati Demak, Eisti’anah dan Kapolres Demak, AKBP Budi Adhy Buono dan sejumlah pejabat lainnya.
Saat menjelang petang, Bupati Demak menabuh bedug diikuti pejabat lain sebagai tanda masuknya Bulan Ramadan.
Peserta marching band dan angklung dari MTs NU Demak kemudian langsung memainkan lagu-lagu dengan alat-alat musiknya.
Acara tersebut berakhir tepat sebelum memasuki waktu Magrib.

Berdasarkan penuturan dari Ketua Takmir Masjid Agung Demak, KH Abdullah Syifa, tradisi Megengan memiliki makna menahan diri atau digambarkan seperti berpuasa yang menahan lapar, dahaga dan nafsu.
“Selain itu juga sebagai rasa syukur dan gembira kita bisa memasuki Bulan Ramadan.
Menabuh bedug itu juga salah satu kegembiraan, kemudian mewujudkan syukur dengan sedekah,” ungkapnya kepada Tribunjateng.com.
Ia memperkirakan jumlah pengunjung yang datang sendiri mencapai sekitar 2000.
Menurutnya, tradisi Megengan diciptakan oleh Sunan Kalijaga, yakni salah seorang tokoh Walisongo yang terkenal menyebarkan agama Islam dengan berbagai metode salah satunya melalui budaya.
“Berdasarkan yang saya baca, yang menciptakan Megengan ini Kanjeng Sunan Kalijaga.
Megengan merupakan akulturasi budaya Islam dan Jawa,” imbuhnya.
KH Abdullah Syifa juga menerangkan bahwa kegiatan ini merupakan kali pertama semenjak pandemi Covid-19 yang berarti sudah tahun sebelumnya tidak dilaksanakan.
Meskipun tradisi tersebut mulai digelar kembali, pelaksanaannya dibatasi dan tidak semeriah zaman dahulu.
“Biasanya kirab budaya itu rutenya lebih panjang, dan berbagai macam peserta.
Ini juga yang menyelenggarakan adalah Masjid Agung Demak, sehingga Dinas Pariwisata sendiri belum terlibat dalam pelaksanaannya,” terangnya.
Ia berharap ke depannya tradisi Megengan dapat kembali meriah dengan berbagai macam peserta.
Sementara itu, Eisti’anah selaku orang nomor wahid di Kota Wali mengatakan bahwa dirinya merasa lega lantaran masyarakat dapat kembali meluapkan kegembiraannya dalam menyambut Ramadan.
“Saya ingat masa kecil saya dulu saat nonton Megengan, begitu ramainya.
Sekarang meskipun dalam kondisi yang terbatas, kita bersyukur masih dapat menguri-uri kebudayaan ini,” ungkap Eisti, sapaannya. (*)
Baca juga: Kisah Man Ceker alias Legiman, Pengemis Raup hingga 1 Juta yang Diantar Pulang Paksa Satpol PP Pati
Baca juga: Chord Stinky Mungkinkah : Sebut Namaku Jika Kau Rindukan Aku
Baca juga: Kecelakaan Maut di Mojokerto: Pelajar SMA Tewas Tabrak Truk saat Konvoi Lulusan
Baca juga: Eduardo Almeida Tetap Nahkodai Arema FC, Durasi Kontrak Tambah 2 Tahun, Sempat Diragukan Aremania