Berita Kudus
Menara Kudus dan Mitos Lengsernya Pejabat, Ada Rajah Kalacakra di Pintu Gerbang
Bangunan monumental berupa menara tersusun dari bata merah yang ada di kompleks tersebut sangat ikonik. Saking ikoniknya bahkan melekat sebagai identi
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Kabupaten Kudus merupakan salah satu kota yang layak untuk dikunjungi saat mudik Lebaran.
Bangunan monumental berupa menara tersusun dari bata merah yang ada di kompleks tersebut sangat ikonik. Saking ikoniknya bahkan melekat sebagai identitas Kudus.
Di kompleks tersebut juga terdapat makam seorang penyebar agama Islam di Tanah Jawa masa lalu, yakni Sunan Kudus.
Setiap jelang Ramadan, kompleks tersebut menjadi rujukan bagi para peziarah dari berbagai daerah di Nusantara.
Selain masjid berikut balutan nilai religinya, di kompleks tersebut ada mitos yang sampai saat ini masih dipercaya sebagian masyarakat.
Kurang lebih bunyi mitos tersebut yakni: siapa saja atau mereka para pejabat yang masuk ke dalam kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus yang melewati pintu gerbang depan akan luntur jabatannya.
Terutama bagi pejabat yang menanggalkan amanah, juga bagi yang melewatinya gerbang itu akan hilang kedigdayaannya. Terkait benar tidaknya mitos tersebut, Waallahu’alam.
Konon rajah kalacakra itu dipasang di atas pintu gerbang depan oleh Sunan Kudus.

"Dari sisi aura, sampai hari ini saya berani mengatakan sangat jarang pejabat ya yang lewat sana (pintu gerbang). Banyak pejabat yang datang lewat pintu samping," kata salah seorang pengurus YM3SK, Abdul Jalil.
Dia mengatakan, dipasangnya rajah kalackra oleh Sunan Kudus ini buntut dari perseteruan di tubuh Kerajaan Demak. Saat Raden Fatah memimpin sebagai raja pertama, saat itu masih berjalan normal.
Sedangkan sepeninggal raja kedua, Pati Unus, mulailah terjadi perseteruan di dalam tubuh kerajaan.
Ketika Trenggono memimpin sebagai raja ketiga, perseteruan semakin sengit.
Puncaknya yaitu ketika menantu Trenggono, Hadiwijaya, menyatakan diri sebagai raja dan memindahkan kekuasaan ke Pajang.
Berkuasanya Hadiwijaya mendapat perlawanan dari Arya Penangsang yang berhak sebagai pewaris tahta karena dia memiliki darah keturunan dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sekar, yang dibunuh karena perselisihan dengan Trenggono.
Saat terjadi perselisihan antara Arya Penangsang dan Hadiwijaya, rupanya keduanya berebut simpati dari Sunan Kudus.