Wawancara Khusus
WAWANCARA Prof DR Rustono : Saya Dulu Hiburannya Ya hanya Belajar Itu
GURU BESAR Pragmatik sekaligus Rektor Universitas Veteran (Unisvet) Semarang, Prof. DR. Rustono, M Hum ini adalah anak desa.
Penulis: amanda rizqyana | Editor: Catur waskito Edy
Kuliah di mana Pak?
Sebagai lulusan terbaik tahun 1976 Rustono lanjut studi ke IKIP Semarang karena ingin jadi guru. Ia pun teringat pesan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III Periode 1978-1988, Daud Yusuf, yang mengatakan, 'Profesi di dunia ini hanya ada dua: "satu guru dan yang kedua lain-lain"
Kuliah ambil Bahasa Indonesia. Meskipun awalnya ia menilai Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, ternyata Bahasa Indonesia lebih sulit dibanding Bahasa Inggris.
Mendapat beasiswa Prof?
Tahun pertama hingga lulus mendapat beasiswa. Yaitu beasiswa Supersemar dan yang kedua bantuan biaya hidup dari Kakak yang lulus kuliah di Akademi Pertambangan Nasional. Lulus Bachelor of Art (BA), pulang ke Brebes dan menjadi guru.
Bagaimana bisa mengajar di IKIP Semarang?
Saat meminta tanda tangan ijazah pada Dekan. Ditanya mau kerja di mana? Ternyata Dekan meminta saya mengajar di almamater. Tahun 1983 SK CPNS mengajar di IKIP keluar. Sekarang sudah hampir 40 tahun menjadi PNS.
Setelah 10 tahun mengajar, Rustono lanjut studi di UI dan mendapat beasiswa. Lulus sebelum beasiswa habis. Selanjutnya ditawari S3 di Universitas Indonesia, masuk tahun 1995 lulus 1998 dan mendapatkan beasiswa. Gelar Doktor diraih hanya dalam waktu 7 semester.
Kapan jadi profesor?
Tahun 2001 dikukuhkan sebagai profesor (guru besar). Pernah menjabat sebagai Wakil Dekan dan Dekan 2 periode Fakultas Bahasa dan Seni Unnes, Direktur Pascasarjana Unnes, dan Wakil Rektor Unnes.
Bagaimana setelah pensiun?
Setelah memasuki usia 60 tahun, jabatan resmi harus usai. Saya berhenti sebentar, ternyata ada perguruan tinggi yang mengajaknya bergabung. Alhamdulillah saya menjadi rektor Universitas Ivet dan ini tahun ketiga, kurang satu tahun lagi.
Memang dulu cita-cita ingin jadi profesor?
Sebenarnya itu adalah ejekan teman-teman. Ledekan kawan-kawan 'Besok mau jadi profesor, belajar terus.' Ternyata ledekan tersebut merupakan doa dan terbukti. Belajar tidak boleh berhenti, di mana saja dan kapan saja, dan siapa saja. Cerdaslah menangkap sesuatu yang tidak dikatakan, kalau bisa tangkaplah sesuatu yang tidak nampak. (arh)
Baca juga: Buah Bibir Tantri Bersyukur Rasakan Pandemi Covid-19
Baca juga: Arus Mudik di Tol Brebes Naik 40 Persen, One Way dan Ganjil-Genap Efektif Urai Kepadatan
Baca juga: Puluhan Kendaraan Pemudik Tak Mampu Melintasi Tanjakan Gombel Semarang