Berita Banyumas
Kasus PMK Terus Meningkat, RPH Sokaraja Tidak Menerima Potong Hewan PMK
Riko Teguh Wibowo selaku pemilik RPH Sokaraja, selama menjalankan usahanya baru pertama kali mendapati kasus PMK yang turut menyerang ternaknya
Penulis: Imah Masitoh | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS – Penyakit Mulut Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak semakin menjadi perhatian akhir-akhir ini dengan kasus yang terus meningkat. Pelaku-pelaku usaha ternak mengalami imbas dari adanya PMK ini.
Salah satunya Rumah Potong Hewan Sokaraja turut terdampak adanya PMK yang sudah menyerang wilayah Kabupaten Banyumas dan sekitarnya.
Riko Teguh Wibowo selaku pemilik RPH Sokaraja, selama menjalankan usahanya baru pertama kali mendapati kasus PMK yang turut menyerang ternaknya.
Baca juga: 4 Fakta Gitaris Kahitna Ditangkap karena Narkoba: Bermula Laporan Warga, Konsumsi Sejak 2017
Baca juga: Crazy Rich Grobogan Joko Suranto Ternyata Ikut Sponsori Formula E Jakarta, Jelaskan Alasannya
RPH Sokaraja sudah biasa menjadi tempat jual beli hewan ternak sapi dan juga jasa pemotongan hewan sejak 10 tahun yang lalu.
Kejadian memotong ternak terjangkit PMK didapati sendiri pada hewan ternaknya sekitar 1 minggu yang lalu. Gejala-gejala pada sapinya mengarah pada indikasi PMK.
“Kandang ternak saya mepet pasar hewan soalnya jadi kemungkinan menular dari pasar dan langsung dipotong biar tidak menyebar,” ucapnya, Jumat (3/6/2022).
Hingga saat ini Riko tidak menerima pemotongan hewan yang terindikasi PMK di RPH miliknya.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan kepada stok sapi yang masih tersedia miliknya.
“Sudah banyak tawaran dari petani untuk memotong sapi PMK di sini, saya tidak menerima,” ucapnya.
Dirinya juga mengaku belum mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana memotong ternak yang sudah terjangkit PMK.
“Pada saat itu ada penemuan di Wangon, saya tidak ke sana jadi belum tahu bagaimana memotong, dan bagian mana yang dibuang. Sampai saat ini belum ada sosialisasi” terangnya.
Setiap harinya penyemprotan desinfektan di kandang ternaknya terus dilakukan untuk menghindari penyebaran yang mungkin saja terjadi. Namun hal ini nampaknya belum sepenuhnya berhasil.
“Sepertinya hanya mengurangi baunya saja, buktinya sapi saya ada yang kena. Untuk beli desinfektan dan vitamin saja bisa Rp 3-4 juta rupiah. Solusinya pakai pisau saja,” jawabnya.
Menurutnya penutupan pasar hewan di Banyumas dikatakan telat, sehingga penyebaran PMK tidak dapat diminimalisir. Hal ini menjadikan pedagang ternak dari berbagai kota di wilayah Banyumas menumpuk di pasar hewan Banyumas.
“Telat untuk menutup pasar soalnya. Wilayah sekitar Banyumas seperti Gombong, Bumiayu ditutup. Di sini baru ditutup minggu besok jadi pedagang menumpuk di Banyumas,” jelasnya.
Untuk menghindari kerugian, memotong hewan ternak yang terjangkit PMK menjadi pilihan para pemilik ternak.
“Percuma kalau diobati susah yang pasi rugi luar bisaa. Kalau 4 hari saja penyusutannya sampai 20-40 kilogram pada sapi. Sapi biasa kerugian Rp 2-5 juta rupiah sedangkan sapi monster harganya di atas 100 juta bisa rugi 60 juta rupiah,” ungkapnya.
Sejak adanya PMK ini, RPH Sokaraja mengalami penurunan jumlah ekor sapi yang dipotongnya. Sebelum adanya PMK dapat memotong 5 ekor sapi, sekarang hanya 3 ekor sapi setiap harinya.
Mendekati Hari Raya Idul Adha, biasanya jauh-jauh hari RPH Sokaraja sudah menyetok berbagai jenis sapi untuk kebutuhan qurban. Namun hingga sekarang belum berani menyetok untuk menghindari kerugian besar yang dapat dialami.
“Biasanya menyetok 150 ekor sapi, sekarang tidak berani. Stok sapi saya masih 15 ekor, tunggu sampai habis dulu,” tambahnya.
Menyiasati hal ini, Riko akan mulai menyetok sapi untuk qurban sekitar tanggal 20 Juni mendatang. Sapi-sapinya distok dari Tuban, Jawa Timur dengan berbagai jenis sapi.
“Pesanan qurban sudah banyak. Cari konsumen yang mau ngertiin kita. Konsumen percaya tanggal sekian kita layani. Kalau ngga mau kita tidak memaksa,” ucapnya.
Sejak awal kemunculan PMK di Banyumas, drh Sulistiyo sekaligus Sub Koordinator Seksi Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan Peternakan (Dinkannak) Kabupaten Banyumas menyampaikan terkait Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak.
PMK termasuk kategori virus yang menyerang pada hewan berkuku genap atau belah seperti sapi, kerbau, dan domba.
Virus PMK ini memiliki masa inkubasi selama 10-14 hari. Ciri-ciri yang dapat dikenali hewan yang terjangkit PMK yakni mengalami melepuh pada area bibir dan lidah, serta kuku yang lepas.
“Penyebarannya mudah dan cepat,” katanya, Sabtu (19/5/2022) kepada Tribunjateng.com.
Cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan PMK yakni dengan tidak mencampurkan hewan ternak yang sudah terjangkit PMK.
“Misalkan dalam satu kandang sudah terkena walaupun sudah disekat masih bisa menyebar ke ternak lain. Jadi mencegahnya bukan antar hewan dalam satu kandang tapi antar lokasi,” jelasnya.
Tingkat kesembuhan PMK cukup tinggi, namun tidak dapat normal seperti sebelumnya, terlebih saat kuku ternak sudah lepas dan tidak dapat tumbuh Kembali.
Jika kuku hewan sudah lepas, hewan tidak bisa berdiri. Mulut yang melepuh juga mengakibatkan hewan tidak bisa makan dan menghasilkan susu, hingga tidak produktif lagi.
Untuk ternak yang sudah terjangkit PMK, pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, injeksi penghilang rasa sakit, dan penambah nafsu makan.
“Hal ini untuk mencegah tingkat keparahan pada hewan ternak yang terjangkit PMK,” ucapnya.
Sementara untuk hewan yang belum terjangkit dapat dilakukan dengan pemberian obat suportif seperti vitamin, asam folat yang disuntikan untuk mencegah virus masuk.
“Yang diobati bukan virusnya tetapi penyakit sampingannya. Kalau virus yang bisa menyembuhkan hanya imun dari ternaknya,” terangnya.
Virus ini tidak menular ke manusia, sementara daging dari ternak yang terjangkit juga masih bisa dikonsumsi.
Untuk daging sendiri pengolahannya dengan cara direbus terlebih dahulu untuk membunuh virus.
“Mencucinya sekalian direbus atau bisa dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam virus akan mati,” jelasnya.
Sementara untuk jeroan sebaiknya direbus ditempat pemotongannya langsung untuk menghindari penyebaran kepada hewan lainnya. (ima)