Wawancara Khusus
Rektor ISI Solo I Nyoman Sukerna Beberkan Makna Pesugihan Kandang Bubrah (1)
Yang menarik dari cerita Pesugihan Kandang Bubrah itu, kalau mau kaya jangan ambil jalan singkat. Makannya banyak koruptor yang ditangkap
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rustam aji
TRIBUNJATENG.COM - SEJAK kecil sudah suka seni karawitan. Maka setelah lulus dari SMA di Bali, I Nyoman Sukerna melanjutkan studi di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Surakarta.
Berkat kecintaannya kepada seni budaya, dan ketekunannya, I Nyoman Sukerna sukses menjadi Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) yang dulu bernama ASKI.
Dipandu oleh Host Elyn Windiyastuti, I Nyoman Sukerna menceritakan kisah perjalanannya dari seniman hingga rektor ISI, serta keunggulan budaya dan seni di Surakarta dan Bali.
Video Ruang Inspirasi telah tayang di media sosial Tribunjateng dan kini disajikan kepada pembaca online maupun cetak Tribun Jateng yang disadur oleh Rezanda Akbar.
Berikut petikan wawancaranya:
Kenapa Pak Nyoman pindah dari Bali ke Solo?
Sebenarnya saya di Bali itu mungkin karena darah dari orang tua. Bapak saya itu seorang seniman kampung di desa seorang pengrawit atau pemain gamelan.
Darah itu mungkin mengalir penuh di saya, sejak kecil sudah belajar menabuh di tempat-tempat upacara baik untuk sosial, di pura-pura.
Setelah masuk melanjutkan di SMA/SMK konservatori, bagian karawitan sampai saya punya ijazah SMA bidang pengrawit.
Rasanya Bali itu hampir semua sudah dipelajari, ingin berkembang saja. Bagaimana kalau ke Jawa? pindah ke Surakarta pilihannya saat itu.
Apa perbedaan Bali dan Solo?
Ada orang bilang kalau ingin melihat kejayaan Majapahit dulu lihatlah Bali sekarang. Solo, Jawa dulu itu ya seperti Bali sekarang, artinya kebudayaan yang ada itu adat.
Sepertinya, Solo itu sudah berubah, sudah berganti generasi. Saya memang dilahirkan di Bali, tradisi di sana masih sangat lestari dan agama serta adat itu menjadi satu budaya Bali.
Sejak kapan jadi tenaga pendidik?
Jadi sebenarnya sejak kecil saya sudah jadi pendidik, pendidik itu apa? Saya menguasi instrumen dalam gamelan ketika teman saya tidak bisa saya ngajari, dari situ.