Kantor-kantor hingga Sekolah di Sri Lanka Tutup Setelah Pasokan BBM Habis
Aktivitas perekonomian Sri Lanka hampir terhenti setelah negara tersebut kehabisan stok bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi.
TRIBUNJATENG.COM, COLOMBO - Aktivitas perekonomian Sri Lanka hampir terhenti setelah negara tersebut kehabisan stok bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi.
Ribuan kendaraan terlihat mengantre hingga berkilo-kilometer saat para pengemudi menunggu SPBU diisi ulang.
Dikutip dari moneyweb.co.za, Sabtu (18/6), Pemerintah Sri Lanka mengumumkan perintah kerja dari rumah pada Jumat (17/6) untuk semua pegawai, kecuali pekerja yang di sektor paling penting.
“Dengan mempertimbangkan batasan pasokan bahan bakar yang ketat, sistem transportasi umum yang lemah, dan sulitnya menggunakan kendaraan pribadi, surat edaran ini memungkinkan staf minimal untuk masuk kerja mulai Senin,” kata Kementerian itu.
Surat edaran tersebut juga menyebutkan dari sekitar satu juta pegawai pemerintahnya, mereka yang menyediakan layanan penting seperti perawatan kesehatan akan terus melapor untuk bertugas di kantor mereka.
"Karena transportasi umum yang langka serta ketidakmampuan untuk mengatur kendaraan pribadi, diputuskan untuk secara drastis mengurangi jumlah karyawan yang melapor untuk bekerja," ujar kementerian Sri Lanka.
Menteri Tenaga dan Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera mengatakan, Ceylon Petroleum Corp yang dikelola negara belum menerima tender untuk stok bahan bakar baru, karena pemasok terhalang oleh pembayaran yang belum dibayar.
“Sri Lanka telah berkomunikasi dengan beberapa perusahaan dan negara lain, termasuk Rusia untuk mengimpor bahan bakar kendaraan melalui jalur kredit baru senilai 500 juta dollar AS.” katanya.
Kementerian pendidikan juga mengatakan semua sekolah telah diminta untuk tetap ditutup selama dua minggu mulai Senin (20/6). Dengan diberlakukannya aturan itu, aktivitas pembelajaran sekolah dilakukan secara online.
Untuk memastikan semua aktivitas dan pengajaran online, pemerintah akan menjamin keberlangsungan pasokan listrik masyarakat.
Dengan mengambil langkah ini, pemerintah berharap agar cara tersebut dapat menghentikan laju krisis ekonomi dan pangan yang sedang terjadi di Sri Lanka.
Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan, dengan negara itu tidak dapat menemukan dollar untuk mengimpor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Sebanyak 22 juta penduduk negara telah mengalami kekurangan akut, dan antrean panjang untuk pasokan yang langka.
Krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka telah menimbulkan aksi protes selama beberapa bulan terakhir, dan menuntut pencopotan Presiden Gotabaya Rajapaksa, serta anggota keluarganya dari pemerintah.
“Negara ini akan membutuhkan sekitar 6 miliar dollar AS bantuan dari Dana Moneter Internasional dan negara lain, termasuk India dan China, untuk mengatasi krisis ekonomi selama 6 bulan ke depan,” kata Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe.