Berita Demak
Libur Sekolah : Lima Tempat Wisata Rekomendasi Keluarga di Kabupaten Demak
Momen libur sekolah biasanya dimanfaatkan untuk melakukan berbagai hal, mulai dari meningkatkan kedekatan ikatan keluarga
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Catur waskito Edy
Masjid Agung Demak merupakan masjid kuno yang dibangun oleh Raden Fattah dari Kerajaan Demak dibantu para Walisongo pada abad ke-15 Masehi.
Masjid ini masuk dalam salah satu jajaran masjid tertua di Indonesia. Lokasi Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Berada tepat di alun-alun dan pusat keramaian Demak, Masjid Agung Demak tak sulit untuk ditemukan.
Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Masjid Agung Demak dahulunya adalah tempat berkumpulnya Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah jawa inilah yang mendasari Demak mendapat sebutan kota wali.
Dari sisi arsitektur, Masjid Agung Demak adalah simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas serta sarat makna. Tetap sederhana namun terkesan megah, anggun, indah, dan sangat berkarismatik.
Atap masjid berbentuk linmas yang bersusun tiga merupakan gambaran akidah Islam yakni Iman, Islam, dan Ihsan.
Empat tiang utama di dalam masjid yang disebut Saka Tatal/Saka Guru dibuat langsung oleh Walisongo.
Masing-masing di sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga.
Pintu Masjid Agung Demak yang dikenal dengan nama Pintu Bledheg dianggap mampu menahan petir.
Pintu yang dibuat oleh Ki Ageng Selo juga merupakan prasasti Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, maknanya tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi.
Bagian teras Masjid Agung Demak ditopang oleh delapan buah tiang yang disebut Saka Majapahit.
Di kompleks Masjid Agung Demak kita juga bisa melihat dan berziarah ke makam dari raja-raja Demak beserta para abdinya.
Seperti sultan Demak yang pertama yaitu, Sultan Demak I Raden Fattah, Sultan Demak II Raden Pati Unus, Sultan Demak III Raden Trenggono.
Selain sultan, makam para pangeran dan istri, Putri Champa, hingga Syekh Maulana Maghribi juga ada di sini.
Putri Champa sendiri berasal dari Kerajaan Champa di Vietnam dan merupakan ibunda dari Raden Fattah.
Batu nisan di komplek makam ini berbeda-beda ukuran dan warnanya. Ada yang berwarna putih, ada pula yang cokelat.
Makam Raden Fattah misalnya, warnanya cokelat muda dan lebih tinggi dari makam lain. Perlu kita ketahui yang berada dalam cungkup adalah makam raja yang ketiga yaitu Raden Trenggono, untuk makam Raja I dan II berada diluar cungkup rumah joglo.

5. Makam Apung di Tengah Laut, Makam Syekh Abdullah Mudzakkir
Nama Syekh Abdullah Mudzakkir cukup dikenal di kalangan santri di wilayah Demak dan sekitarnya.
Syekh Abdullah Mudzakkir atau akrab dipanggil Mbah Mudzakkir merupakan salah satu ulama besar yang menyiarkan Islam di kawasan Pantai Sayung, Demak.
Bahkan ulama yang lahir di Dusun Jago, Desa Wringinjajar, Kecamatan Mranggen tahun 1869 itu disebut sebut sebagai pencetak kader para kiai muda di Demak dan sekitarnya.
Sebelumnya Syekh Abdullah Mudzakkir banyak berguru kepada ulama dari berbagai daerah salah satunya dengan Syekh Soleh Darat.
Sekitar tahun 1900 Dia menetap di Tambaksari, Bedono menikah dengan Nyai Latifah dan Nyai Asmanah.
Beberapa waktu kemudian dia menikah lagi dengan Nyai Murni dan Nyai Imronah. Dari empat istrinya Mbah Mudzakir dikaruniai 18 anak.
Salah satu karomah yang diberikan Allah kepada Syekh Abdullah Mudzakkir adalah makamnya tidak terendam air laut, padahal berada di Pantai Sayung Demak.
Bahkan makam beberapa anggota keluarganya terdiri dari istri dan anak-anaknya juga tidak terendam air laut.
Sehingga makam Syekh Abdullah Mudzakkir dan keluarganya tersebut dianggap keramat lantaran tidak terkikis dan tenggelam diterjang pasang surut air laut.
Ketika hendak berziarah menuju ke makam Mbah Mudzakkir, peziarah harus berjalan sepanjang 700 meter yang samping kanan kirinya adalah air laut.
Sebenarnya dahulunya Dusun Tambaksari tempat dimana makam Mbah Mudzakkir berada adalah daratan.
Namun karena terus – menerus terkena banjir rob air laut lama – kelamaan daratan itu mengalami abrasi sehingga keberadaan makam Mbah Mudzakkir berada di tengah laut.
Berkembang mitos bahwa makam Syekh Abdullah Mudzakkir itu “mengapung” sehingga tidak akan tenggelam kendati pasang air laut tinggi.
Hal tersebut diyakini masyarakat dikarenakan keluhuran budi Syekh Abdullah Mudzakkir semasa hidupnya yang melakukan syiar di wilayah tersebut dan sangat berjasa dalam pembangunan akhlak warga setempat, baik dalam hal ilmu agama maupun tradisi yang diajarkan.
Untuk HTM tidak dipungut biaya hanya saja perlu membayar parkirnya. Untuk jam operasional 24 jam. (Rad)
Baca juga: Hewan Ternak Mendadak Klenger? Hubungi Saja Pemkot Salatiga, Tim Mobil URC Siap Meluncur
Baca juga: Pemprov Jateng Dukung Pencanangan Zona Integritas Menuju WBBM Balatkop UKM
Baca juga: Kesaksian Aris Tukang Bengkel Semarang Melihat Truk Boks Klakson Terus
Baca juga: Vaksinasi Hewan Ternak di Kota Semarang Dilakukan Besok Sabtu, Dispertan Terima 100 Dosis Vaksin PMK