OPINI
OPINI Nurist Ulfa: Pentingnya Komunikasi Lingkungan Hidup Partisipasif Dalam Tangani Bencana Air Rob
Krisis lingkungan hidup dan beragam persoalan sosial budaya yang terjadi akibat banjir rob di Semarang dan sekitarnya beberapa waktu belakang ini
Misalnya, penting kiranya untuk mengetahui berbagai bentuk proses adaptasi masyarakat terhadap rob dan apa saja alternatif solusi untuk penanganan rob berdasarkan hasil hasil penelitian terbaru, misalnya temuan yang menekankan pentingnya meningkatkan kawasan konservasi mangrove (Sidik dkk 2018), atau program pemberdayaan partisipasif lainnya yang bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat setempat (Reizakapuni dan rahdriawan 2014).
Komunikasi tema tema tersebut penting untuk membuka dialog tentang alternatif kebijakan pemerintah ataupun untuk membangun aktivisme sosial berorientasi solusi praktis yang bisa secara mandiri diupayakan secara partisipatif dan kolektif oleh masyarakat Semarang dan sekitarnya.
Begitupun komunikasi tentang faktor penyebab kegagalan program sebelumnya, misalnya gagalnya ide konservasi mangrove di Indonesia sebelumnya yang ternyata disebabkan karena kurangnya transfer pengetahuan dan minimnya perubahan politik di level akar rumput (Dharmawan, Bocher and Krott 2016).
Pemahaman kontekstual tersebut penting untuk mengupayakan gerakan pemberdayaan masyakat yang tepat sasaran dalam mitigasi bencana rob.

Optimalisasi Platform Komunikasi Digital dan Non-Digital
Komunikasi lingkungan hidup partisipatif menekankan pentingnya keterlibatan anggota masyarakat untuk mengkomunikasi masalah lingkungan dan membahas solusinya (Harris 2020).
Pendekatan ini juga memungkinkan masyarakat untuk membagi pengalaman dan pengetahuan tentang isu isu lingkungan yang sesuai dengan perspektif personal dan konteks lokal mereka.
Terlebih lagi, saat ini beragam platfom media memungkinkan terbangunnya partisipasi dalam komunikasi lingkungan hidup, terutama media sosial. Beberapa penelitian menunjukkan media sosial berhasil meningkatkan partisipasi lingkungan hidup masyarakat (Harris 2018, Brulle 2010).
Dalam prakteknya, meskipun masyarakat Semarang telah familiar menggunakan Instagram, Tiktok, Facebook dan Youtube, namun pendayagunaan media sosial tersebut masih belum optimal untuk komunikasi bencana rob Semarang.
Misalnya, masih minimnya penggunaan hashtag #bencanarobsemarang, #robsemarang, #banjirsemarang untuk membagi informasi dan pengalaman pribadi terkait rob Semarang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah pemberdayaan media sosial untuk komunikasi lingkungan hidup partisipasif terkait rob.
Namun, tentu saja media tradisional masih sangat signifikan untuk membangun komunikasi lingkungan hidup partisipasif. Misalnya, riset menemukan pentingnya peran Majelis Ta’lim, kelompok arisan PKK dan kelompok pertanian (Bakti dkk, 2017) dalam program mitigasi bencana partisipasif.
Selain itu, pesan-pesan pelestarian dan penanganan lingkungan hidup bisa disebarkan dengan mengedepankan aspek lokalitas. Begitupun peran serta kelompok-kelompok agama dan kepercayaan yang bergabung dengan aktivis lain untuk menciptakan koalisi kampanye lingkungan yang kuat dan beragam (Smith 2019)
Pentingnya Komunitas Aktivisme Lingkungan Hidup
Survey yang kami lakukan kepada 114 milenial usia 19 sampai 22 tahun di Semarang (Widagdo, Luqman dan Ulfa 2022), menemukan bahwa pada umumnya kepedulian anak muda terhadap isu rob dan banjir Semarang cukup tinggi.
Sebagian besar juga menunjukkan minat yang tinggi untuk berperan aktif dalam kegiatan persuasi kepedulian lingkungan hidup. Dari survei yang sama, kami mengidentifkasi tantangan yang seringkali dihadapi untuk partisipasi aktif dalam kegiatan peduli lingkungan tersebut adalah rendahnya inisiatif dan pemahaman tentang bagaimana teknis pelaksanaannya. Kendala ini menunjukkan pentingnya komunitas lingkungan hidup yang bisa mewadahi gerakan aktivisme kepedulian anak muda terkait banjir rob.