Wawancara Khusus
Kisah Sukses Pengusaha Ayam Bakar Wong Solo, Dulu hanya Masak 3 Ekor dan Kini Punya 270 Cabang
Mulai jualan kecil-kecilan 3 ekor ayam, lama-lama menjadi besar usahanya dan kini sudah ada lebih dari 270 store (rumah makan) di Indonesia
Penulis: ahmad mustakim | Editor: rustam aji
Waktu itu kita ambil 10 persen. Dapat kita ambil 10 persen. Tak kasih kotak kongguan. Setelah 4 bulan terkumpul kita salurkan kepada orang yang membutuhkan. Sedikit demi sedikit ini meningkat.
Ada kabar The Power Of Media?
Kemudian mulai rame saya dibantu teman namanya Ida. Satu bulan kerja mau pinjam uang itu, Rp 700 ribu, sedangkan uang saya di BRI baru terkumpul Rp 1.500.000.
Akhirnya saya bantu. Sebelumnya bertanya istri. Dia memiliki saudara wartawan, ia datang ngobrol-ngobrol diwawancarai saya nggak tahu.
Kemudian beritanya tayang, tapi saya wong bodo nggak tahu kalau itu promosi dan sebagainya. Itu koran nomor satu di Sumatera tahun tersebut. Itu yang paling berkesan.
Paginya saya masih jualan 10 ekor ayam, hanya dua jam habis terus pulang. Jam 10 jualan sampai jam satu siang habis tiap hari gitu.
Setelah terbit di koran, warung saya ramai dikerubungi orang. Orang mengira itu ada kecelakaan kenapa kok ramai. Ternyata beli ayam bakar. Orang-orang pada nyari saya.
Antre banyak orang?
Iya mereka menunggu dan sabar. Bertanya-tanya mana ayamnya. Saya masak, langsung habis. Dan masih banyak yang nunggu karena belum kebagian.
Saya langsung beli 50 ekor, kemudian orang-orang kampung saya panggil untuk bantuin saya. Rekrutmen satu jam. Kemudian ibu masak nasi saya masak ayam.
Pernah sampai malam habis 350 ekor ayam. Terus masuk koran lagi. Dan hingga kini terus makin populer.
Selama pandemi bagaimana Pak?
Kita konsisten dengan perintah ajaran agama, agar fokus dan bersinergi dalam menekuni pilihannya. Pilihan saya bisnis ya jualan, itu saya tekuni, saya cintai.
Kenapa memilih ayam bakar Pak?
Keluarga saya dari dulu suka ayam. Dulu di Solo terkenal Ayam Madukara. Bapak saya termasuk pendiri pertama. Yang setor ayam juga bapak saya, itu tahun 1974. Mbah saya itu salah satu pendiri sate kere. Di depan hotel Alila Solo ibu saya jualan ayam.