Bencana Nuklir Mengancam, Aktivitas Militer di PLTN Zaporizhzhia Jadi Sorotan Dunia
aktivitas militer di sekitar Zaporizhzhia dapat memicu insiden nuklir yang sangat mengkhawatirkan.
TRIBUNJATENG.COM, JENEWA - Perang Rusia-Ukraina masih terus berlanjut, di mana hingga Jumat (12/8), telah memasuki hari ke-169.
Dilansir Al Jazeera, situasi perang tengah memanas di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia Ukraina yang direbut Rusia.
Kedua pihak saling tuduh menembakkan roket dari dan ke situs itu, hingga menewaskan sedikitnya 13 orang dan melukai 10 orang. Serangan terhadap PLTN itupun kini menjadi sorotan, mengingat potensi bencana yang ditimbulkan.
Para menteri luar negeri dari kekuatan ekonomi Kelompok Tujuh (G7) telah meminta Moskow segera mengembalikan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia ke kendali penuh Ukraina di tengah meningkatnya kekhawatiran akan potensi bencana.
Sekjen PBB telah menyerukan untuk segera mengakhiri semua aktivitas militer di sekitar PLTN terbesar Eropa di tenggara Ukraina, Zaporizhzhia. Rusia dan Ukraina saling menyalahkan atas penggempuran fasilitas itu.
Badan Energiatom Ukraina mengatakan, kompleks Zaporizhzhia dihantam lima kali gempuran roket pada Kamis (11/8). Penggempuran tersebut juga terjadi di dekat tempat penyimpanan bahan radioaktif.
Menurut kantor berita TASS Rusia, pejabat yang ditunjuk Rusia mengatakan, Ukraina menembaki pabrik itu dua kali, sehingga mengganggu pergantian shift.
Dalam sebuah pernyataan menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB yang diadakan oleh Rusia, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres memperingatkan bahwa setiap kerusakan dapat menyebabkan konsekuensi bencana di kawasan dan sekitarnya.
"Fasilitas itu tidak boleh digunakan sebagai bagian dari operasi militer apa pun. Sebaliknya, kesepakatan mendesak diperlukan pada tingkat teknis tentang batas demiliterisasi yang aman untuk memastikan keamanan daerah tersebut," katanya, dikutip dari AlJazeera.
Senada, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa aktivitas militer di sekitar Zaporizhzhia dapat memicu insiden nuklir yang sangat mengkhawatirkan.
Ia meminta Ukraina dan Rusia segera mengizinkan para ahli nuklir untuk menilai kerusakan, serta mengevaluasi keselamatan dan keamanan di kompleks tersebut, karena situasinya telah berubah.
Semakin berbahaya
Ia memperingatkan bahwa situasi di Zaporizhzhia, yang direbut oleh Rusia pada Maret lalu, semakin berbahaya setiap hari. Grossi mengatakan, pernyataan yang diterima dari Rusia dan Ukraina sering bertentangan.
IAEA tidak dapat menguatkan fakta kecuali para ahlinya mengunjungi situs tersebut, sebuah seruan yang didukung oleh Amerika Serikat. Meski demikian, ia menyebut, pertempuran Rusia dan Ukraina disebut telah memicu kerusakan serius PLTN itu.
Menanggapi seruan Guterres, Grossi mengatakan siap memimpin misi ahli untuk memeriksa situs Zaporizhzhia, serta meminta Rusia dan Ukraina untuk bekerja sama.
“Waktu sangat penting,” katanya kepada 15 anggota dewan keamanan PBB melalui video feed, dikutip dari The Guardian.
Grossi menambahkan, PBB dapat melakukan pekerjaan mendesak untuk perlindungan, dan memberikan pengaruh stabilisasi untuk mencegah kecelakaan nuklir terjadi.
IAEA yang dibawahi Direktur Jenderal Grossi mengatakan siap menjalankan misi. “IAEA telah siap untuk melakukan misi seperti itu sejak Juni, ketika kami siap untuk pergi,” ucapnya, kepada dewan.
Grossi juga menguraikan bagian-bagian pabrik yang telah lumpuh karena serangan dari pertempuran Rusia dan Ukraina.
Berbicara dari Istanbul melalui tautan video, Grossi menyebut situasi di Zaporizhzhia baru-baru ini memburuk dengan cepat hingga menjadi sangat mengkhawatirkan.
Meski para ahli IAEA percaya tidak ada ancaman langsung terhadap keselamatan nuklir, kenyataan itu bisa berubah setiap saat. Ia memperingatkan potensi kebocoran radiasi nuklir, dan mengatakan hal itu tidak dapat diterima.
"Setiap tindakan militer yang membahayakan keselamatan nuklir, keamanan nuklir, harus segera dihentikan. Tindakan militer di dekat fasilitas nuklir sebesar itu dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat serius."
Grossi mengungkapkan, situasi di pembangkit nuklir telah mencapai masa kritis, dan bersikeras IAEA harus diizinkan untuk melakukan misinya ke Zaporizhzhia sesegera mungkin.
Pembangkit di Zaporizhzhia merupakan fasilitas tenaga nuklir terbesar di Eropa yang diambil alih oleh pasukan Rusia pada awal Maret 2022, bersama dengan kota Enerhodar yang ada di kawasan yang sama.
Moskow dan Kyiv saling menuduh menembaki pabrik tersebut, dikutip dari CNN Internasional. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, pada Kamis (11/8), menyalahkan Ukraina atas penembakan pabrik, dan mendesak para pendukung Kyiv untuk menghentikan serangan dan mencegah kebocoran radiasi yang membawa bencana.
Wakil sekretaris AS untuk pengendalian senjata dan urusan internasional, Bonnie Jenkins menyebut, Rusia adalah negara yang bertanggung jawab atas dilema nuklir saat ini.
Ia memperingatkan Dewan Keamanan PBB, ada banyak konsekuensi dari konflik ini, termasuk situasi di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia. (Tribunnews/Kompas.com)
