nasional
Dilarang di Jalan, Pengemis dan Pengamen Semarang Menyasar Kawasan Perumahan
Para pengemis Semarang mulai bermigrasi ke kawasan perumahan menyusul penegakan aturan peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2014.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Muhammad Olies
TRIBUNJATENG, SEMARANG - Para pengemis Semarang mulai bermigrasi ke kawasan perumahan menyusul penegakan aturan peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2014. Perda tersebut mengatur larangan pemberian apapun ke para pengemis maupun gelandangan di jalanan umum dan traffic light.
Aturan itu berusaha disiasati para pengemis dengan lebih memilih ke kawasan perumahan daripada di jalanan.
Pantauan Tribun di lapangan, kondisi sejumlah jalan protokol di kota Lunpia juga sepi dari pengemis , Kamis (6/10/2022) rentang pukul 13.00-15.00 WIB. Selebihnya saat sore hari tampak lebih sepi karena cuaca hujan deras.
"Iya saya merasakan seperti itu, seminggu terakhir pengemis, dan pengamen jadi lebih banyak," ujar warga Warga Pendrikan Kidul, Semarang Tengah, Miran kepada Tribunjateng.com.
Baca juga: Tiga Anggota Polri Tersangka Tragedi Kanjuruhan Malang, Pemberi Perintah Tembakan Gas Air Mata
Baca juga: Daftar 6 Nama Tersangka Tragedi Kerusuhan Suporter di Malang: Direktur PT LIB Hingga 3 Polisi
Baca juga: Wonosobo Dorong Generasi Milenial Hingga Disabilitas Jadi Motor Penggerak Desa
Menurutnya, sebelum tersiar kabar adanya penegakan perda tersebut, di kawasan rumahnya yang berada di dekat kampus Udinus Semarang sehari hanya ada lima sampai enam pengemis maupun pengamen.
Jumlah tersebut naik tiga kali lipat selepas aturan itu ramai diperbincangkan.
"Sekarang sampai ada 10 sampai 15 pengemis dan pengamen yang meminta ke rumah saya," ungkapnya, Kamis (6/10/2022).
Kendati ramai pengemis dan pengamen,bapak tiga anak itu mengaku, tidak pernah memberikan uang.
Alasannya ketika diberi ia khawatir mereka justru malah akan terus beroperasi.
"Kalau pembeli di sini silahkan, saya tidak berani melarang," ujar pria yang juga penjual ayam penyet itu.
Warga Perumahan Sekar Gading Gunungpati, Yuda mengatakan, kawasan perumahan yang ditempatinya bebas dari pengemis dan pengamen.
Menurutnya, hal itu terjadi lantaran adanya pihak keamanan perumahan.
"Semisal ada pun saya pribadi tidak akan memberi karena jadi kebiasaan," katanya.
Terpisah, Sub Koordinator Tuna Susila dan Perdagangan Orang (TSPO) Dinas Sosial Kota Semarang, Bambang Sumedi, menjelaskan, persoalan PGOT masuk ke kawasan perumahan dapat disiasati dengan penegakan aturan di tingkat RT, RW dan Kelurahan.
Hal itu dapat dilakukan dimulai dari tegasnya para penanggung jawab keamanan wilayah yakni trantib, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.
Mereka seharusnya dapat saling berkoordinasi melakukan pencegahan PGOT masuk sampai ke dalam kampung.
"Kalau mau bikin aturan itu dasarnya apa? Ya tentu perda nomor 5 tahun 2014," katanya.
Menurutnya, aturan itu logis dilakukan oleh organisasi terkecil dari RT, RW dan kelurahan.
Sebab, biasanya tingkat RT RW juga memiliki aturan baik tertulis maupun tidak tertulis semisal setiap tamu menginap wajib lapor.
"Jadi kami harap aturan itu dapat diaplikasikan di tingkat RT, dibahas dulu dalam rapat terkait penanganan PGOT yang masuk ke wilayah mereka," katanya.
Aturan yang dibuat dapat dimulai dengan membikin papan larangan setiap PGOT masuk ke wilayah mereka.
Selain itu, dapat pula disepakati bersama terkait larangan setiap warga memberi apapun terhadap PGOT.
"Kalau semuanya bersepakat tidak memberi para PGOT dipastikan mereka tidak akan kembali ke situ," ucapnya.
Ia menjelaskan, Pemkot Semarang serius dalam penanganan PGOT, seperti yang dilakukan dalam waktu dekat ini yakni Sekda telah mengeluarkan surat perintah kepada kepala pasar.
Surat perintah itu yang mana setiap pasar harus memasang MMT berisi larangan pengemis dan gelandangan masuk ke kawasan pasar.
"Setiap pasar ada dua titik yang harus dipasang pengumuman itu," terangnya.
Disamping itu, belum lama ini juga melakukan workshop penanganan PGOT bersama Polrestabes Semarang, Satpol PP dengan peserta trantib, Bhabinkamtibmas, dan pihak lainnya.
"Garis besarnya adalah permasalahan sosial itu tidak semata-mata urusan dinsos atau pemerintah tapi semua lapisan masyarakat harus bergerak bersama," tandasnya. (Iwn)